Senin, 28 Desember 2009

Pemikran Munawir Sjadzali tentang Islam dan Negara

Pemikran Munawir Sjadzali tentang Islam dan Negara

Pemikiran Munawir tentang ‘Islam dan negara’ dapat kita temukan dalam buku beliau yang berjudul, “Islam Dan Tata tegara, Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran”. Dalam buku ini Munawir menyajikan tiga pandangan yang mengajarkan hubungan antara Islam dan negara.
1. Pandangan yang menekankan Islam sebagai agama yang paling sempurna dan lengkap dengan segala aturan yang mampu mengatur kehidupan setiap aspek manusia, masyarakat, rnaupun termasuk kehidupan bernegara. Kesempurnaan Islam itu dapat ditemukan di dalam al-Quran dan sunnah Nabi.
2. Pandangan yang memahami Islam sebagai “agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada huhungannya dengan urusan kenegaraan. Menurut aliran ini, Nabi Muhammad adalah seorang rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia dengan menjujung tinggi budi pekerti luhur, dan nabi tidak pernah dmaksudkan untuk mendirikan atau mengepalai suatu negara.”
3. Pandangan ini menolak pendapat bahwa Islam adalah agama yang serba langkap dan dalam Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Pandangan ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat yang hanya mengatur hubungan antara manusia dan maha Penciptanya. Pandangan ini berpendirian bahwa di dalam Islam tidak terdapat sistem ketatnegaraan, melainkan Islam mengajarkan tata nilai etika bagi kehidupan bernegara.”
Munawir Sjadzali menolak pandangan pertama karena bagi Munawir di dalam al-Quran tidak ditemukan tata politik, pemerintahan yang khas Islami. Demikian juga konsep tentang pemerintahan pada masa empat al-Khulafa al-Rasyidin, maupun pasca al-Khulafa al-Rasyidin atau sistem politik kontemporer tidak ditemukap suatu yang khas Islami. Meskipun begitu dia berkeyakinan bahwa Islam menyajikan suatu tauhid yang daripadanya terpancar hukum-hukum dan ajaran-ajaran agama yang rnampu dijadikan sumber inspirasi bagi umat Islam yang bergairah untuk mentaati ajaran-ajaran Tuhan pada situasi dan kondisi di Negara tertentu.’ Inilah alasan Munawir untuk menolak pandangan kedua.
Munawir menerima pandangan ketiga dengan alasan, “Setelah memperhatikan kelemahan-kelemahan mendasar pada kedua aliran tersebut, kiranya cukup bertanggung jawab terhadap Islam kalau kita cenderung mengikuti aliran ketiga. Aliran yang pada satu sisi menolak anggapan bahwa dalam Islam terdapat segala-galanya, termasuk sistem politik, pada sisi lain tidak setuju, dengan anggapan bahwa Islam adalah agama yang sama sekali sama dengan ajaran agama-agama lain, aliran yang percaya bahwa di dalam Islam terdapat seperangkat prinsip dan tata nilai etika bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seperti kita temukan dalam al-Quran, yang memiliki kelenturan dalam pelaksanaan dan penerapannya dengan memperhatikan perbedaan situasi dan kondisi antara satu zaman dengan zaman lainnya serta antara satu budaya dengan budaya lain”.
Munawir berusaha menunjukkan kepada umat Islam pada umumnya dan umat Islam Indonesia pada khususnya bahwa pertanyaan.’ apakah Islam mengajarkan sesuatu konsep baku tentang sistem pemerintahan atau negara, perlu dicermati secara doktrinal maupun secara historis. Pencermatan secara doktrinal mendorong Munawir untuk mengadakan penelitian ulang terhadap a1-Quran, sunnah Muhammad, piagam Madinnah. Pengkajian secara historis menggairahkan dia mencermati, sistem kenegaraan pada masa al-Khulafa al-Rasyidin maupun mencermati pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh Islam terkenal seperti: Ibn Abi Rabi al-Farabi, al-Mawardi, al-Ghazali, Ibn Taymiyah, Ibn Khaldun, al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid ‘Ridla, Ali Abd al-Raziq, Abu al-Ala’ al-Mawdudi, Muhammad Husayn Haykel.
Pengkajian secana doktrinal maupun historis membuahkan suatu pernyataan dari dalam diri Munawir yang menekankan bahwa tidak ditemukan suatu konsep baku apapun dalam Islam tentang sistem pemenintahan atau negara. Yang ditemukan oleh Munawir dalam hal sistem pemerintahan atau negara termasuk sistem pemindahan kekuasaan adalah keharusan untuk bermusyawarah sebagai prinsip utama keyakinan Islam.
Bagi Munawir, prinsip utama Islam telah diberlakukan dalam kehidupan me ’negara’ di Indonesia, yaitu terjadinya musyawarah untuk mufakat dalam proses pembentukan dasar negara Indonesia. Melalui musyawarah untuk mufakat itulah tauhid menjadi dasar pokok bagi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di Indonesia. Hal ini berarti bahwa secara dogmatis, Islam yang diyakini oleh Munawir memiliki peran yang amat besar di Indonesia karena umat Islam merupakan. pendukung utama ditegakkannya ideologi utama Pancasila. Dengan kata lain, jika bangsa ini ingin Pancasila tetap langgeng hendaknya pemerintah mengadakan pendekatan yang akomodatif terhadap umat Islam, karena umat Islam meyakini bahwa dasar kebangsaan Indonesia adalah ketuhanan yang mahaesa yang menjiwai sila-sila lainnya dalam Dengan demikian, ibadah kepada Allah melalui pemberlakuan Pancasila.hukum-hukum dan ajaran agama, yang tentu saja telah dikontekstualisasikan di Indonesia merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar untuk dijalankan di Indonesia.
Munawir beranggapan bahwa jika pada era ‘40 an dan ‘50 an kaum Islam pernah menunjukkan keseganan untuk menerima Pancasila, hal itu bukannya berarti bahwa umat Islam menolak Pancasila pada dininya sendiri, melainkan yang ditolak atau dicurigai oleh umat Islam penafsiran Oleh karena itu Pancas.ila yang dimonopoli oleh golongan sekularis.jika Orde Baru mampu menyajikan penafsiran terhadap Pancasila secara lebih memadai, seperti dirumuskan dalam kalimat bahwa, Indonesia bukan negara sekuler tetapi juga bukan negara agama, maka umat Islam segera mengingatkan pemerintah agar memberikan kompilasi-kompilasi yang memberikan tempat dan.peranan terhormat bagi agama (islam).
Jadi dalam pemikiran Munawir Sjadzali tentang ‘Islam dan Negara,’ kita menjumpai suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk memberikan tafsiran terhadap Pancasila secara Islami, sehingga bertitik tolak dan tafsiran itu negara (pemerintah) dapat berperan sebagai alat bantu bagi diberlakukannya hukum-hukum dan ajaran-ajaran Islam, yang tentu saja telah menjalani reaktualisasi dan kontekstualisasi di Indonesia. Dengan kata lain, dalam pemikiran Munawir, relasi tarik-menarik antaraagama dan negara atau antara faktor-faktor emosional-subyektif (agama) dengan fakor-faktor rasional-obyektif dimenangkan oleh agama (factor-faktor emosional-subyektif).

Hukum Perikatan

HUKUM PERIKATAN.
A. UMUM
1.RUMUSAN PERIKATAN:
Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak didalam lapangan harta kekayaan , dimana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan pihak lain berkewajiban memenuhinya.
Pasal 1233 KUHPdt. “ Tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, maupun karena undang-undang”
2.EMPAT (4) UNSUR PERIKATAN:
1) Hubungan Hukum, dari hubungan ini timbul hak dan kewajiban terhadap para pihak.
2) Kekayaan; maksudnya ukuran-ukuran yang dipakai bisa dinilai dengan uang maupun tidak, namun bila terjadi wanprestasi dan agar rasa keadilan tetap terjaga, akibat hukum berupa konsekwensi material.
3) Para pihak sebagai subjek hukum yaitu pihak kreditur ( berhak menuntut prestasi) dan pihak debitur (berkewajiban memenuhi prestasi)
4) Prestasi sebagai objek hukum.
Pasal 1234 KUHPdt “Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu”
Atas dasar pasal pasal 1234 KUHPdt tersebut diatas prestasi dapat dibedakan:
1) Memberikan sesuatu
2) Berbuat sesuatu
3) Tidak berbuat sesuatu
3.SUMBER PERIKATAN:
Pasal 1352 KUHPdt menyatakan” Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang timbul dari undang-undang saja, atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang”
Pasal 1353 KUHPdt. menyatakan” Perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang, terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad)
Sumber perikatan berupa :
3.1 Terjadi karena undang-undang semata
Terlepas dari kemauan pihak-pihak yang bersangkutan.contoh
1) Lampau waktu (verjaring) bisa mendapatkan sesuatu atau melepaskan sesuatu.
2) Kematian, hak dan kewajiban yang meninggal beralih kepada akhli waris
3) Kelahiran; timbul kewajiban orang tua memelihara anaknya, demikian sebaliknya setelah orang tua uzur anak wajib mengurusnya (alimentasi,) Pasal 1321 KUHPdt menyatakan “ Tiap-tiap anak wajib memberi nafkah kepada orang tuanya dan pada keluarga sedarahnya dalam garis keatas, apabila mereka dalam keadaan miskin”
3.2 Terjadi karena undang-undang sebagai akibat perbuatan orang (baik perbuatan halal maupun melawan hukum.) Contoh:
1) Melakukan kesepakatan (perjanjian), secara tertulis maupun lisan
2) Mengurus kepentingan orang lain secara sukarela (zaakwarneming).Pasal 1354 KHHPdt menyatakan” Jika seseorang dengan sukarela, tanpa mendapat perintah untuk itu, mengurus urusan orang lain, maka ia berkewajiban untuk meneruskan menyelsaikan urusan tersebut hingga orang yang diwakili kepentingsannya dapat mengurus sendiri urusan itu.Pihak yang kepentingannya diwakili diwajibkan memenuhi perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh si wakil atas namanya, dan mengganti semua pengeluaran yang sudah dilakukan oleh siwakil tadi”.
3) Perbuatan melawan hukum. Seseorang melakukan sesuatu tanpa sengaja yang mengakibatkan kerugian pihak lain maka yang bersangkutan diwajibkan mengganti kerugian karena perbuatan tersebut, perikatan tersebut lahir diluar kemauan kedua orang tersebut (diatur pasal 1365 KUHPdt).
Catatan: Schuld adalah kewajiban seorang debitur membayar utang-utangnya, Haftung adalah kewajiban seorang debitur membiarkan kreditur mengambil harta kekayaannya sebesar kewajiban pelunasan hutangnya.


B. JENIS-JENIS PERIKATAN.
1. PENGELOMPOKAN PERIKATAN
a. Perikatan dilihat dari prestasinya (untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu).
b. Perikatan dilihat dari subjeknya (perikatan tanggung-menanggung, perikatan pokok dan tambahan).
c. Perikatan dilihat dari daya kerjanya ( perikatan dengan ketetapan waktu,.dan perikatan bersyarat).
d. Pembedaan perikatan berdasar undang-undang.terdiri dari:
1) perikatan untuk memberikan , berbuat dan tidak berbuat sesuatu
2) perikatan bersyarat
3) perikatan dg ketetapan waktu
4) perikatan manasuka (alternative)
5) perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk, solidair, renteng)
6) perikatan dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
7) perikatan dengan ancaman hukuman.
2. SECARA SKEMA, PENGELOMPOKAN PERIKATAN SBB:
-Memberikan sesuatu
-Berbuat sesuatu
-Tidak berbuat sesuatu
-Manasuka (alternative)
Berdasar prestasinya
-Fakultatif
-Generik & spesifik
-Dpt dibagi & tdk dpt dibagi
Sepintas lalu & Kontinue


-Tanggung-menanggung
Berdasar Subjeknya -Pokok
JENIS PERIKATAN: Tambahan
-Dg. Ketetapan waktuBerdasar daya kerjanya
-Bersyarat
-M’berikan, Berbuat & Tidak
Berbuat bsesuatu.
-Bersyarat
-Dg Ketetapan waktu
Berdasar Undang-Undang -Manasuka
-Tanggung-menanggung
-Dpt dibagi & Tdk dpt dibagi
-Dg ancaman hukuman.
3 PERIKATAN BERDASAR UNDANG-UNDANG.
3.1. Perikatan Memberikan sesuatu:
Undang-undang tidak merumuskannya secara sempurna, hanya dapat disimpulkan berdasar pasal 1235 KUHPdt bahwa memberikan sesuatu adalah perikatan untuk menyerahkan (leveren) dan merawat benda (prestasi) sampai pada saat penyerahan dilakukan.
3.2. Perikatan Bersyarat:
Perikatan dikatakan bersyarat apabila ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa yang dimaksudkan maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.. Perikatan bersyarat ini dapat dibagi dua yaitu
a. Dengan suatu syarat tangguh, contoh A akan memenuhi permintaan B untuk menyewa rumah A, jika A jadi pindah kerja ke luar negeri.
b. Perikatan dengan suatu syarat batal, jenis perikatan ini sebenarnya telah timbul, justru jika syarat yang ditentukan terjadi maka perjanjian berakhir selsai atau batal. Contoh:B boleh terus tinggal dan menyewa rumah A, sepanjang A belum pensiun dari pekerjaannya.
3.3. Perikatan dengan Ketetapan Waktu:
Perikatan ini menangguhkan pelaksanaannya atau menentukan lama waktu berlakunya suatu perjanjian atau perikatan. Contoh A menyewakan rumah kepada B selama 2 ( dua) tahun, setelah dua tahun B harus pindah atau memperpanjang sewa kontraknya.
3.4. Perikatan Manasuka (alternative).
Perikatan ini memberikan kebebasan kepada debitur (orang berhutang) untuk memilih salah satu cara melunasi kewajibannya kepada kreditur (orang ber-piutang) hak memilih ada pada debitur (siberhutang) tetapi tidak boleh dipaksakan. Contoh A punya utang kepada B, dan A boleh melunasinya dengan sejumlah uang atau barang tertentu yang sama nilainya.
3.5. Perikatan Tanggung-menanggung.
Perikatan ini terdiri dari pihak kreditur di satu pihak dan terdapat beberapa orang debitur dipihak lain. Masing-masing debitur berkewajiban menanggung seluruh hutang, namun jika hutang telah dilunasi seseorang, membebaskan kewajiban debitur lainnya.(satu untuk semua, semua untuk satu, disebut juga tanggung jawab renteng).
3.6. Perikatan yang dapat dibagi dan Tidak dapat dibagi :
Yang dimaksud dapat dan tidaknya dibagi, adalah prestasinya. Jika sesorang berkewajiban menyerahkan seekor kuda, tentu kuda tak dapat dipecah, lain halnya jika yang harus diserahkan satu ton beras, tentu bisa diserahkan sebagian dulu, sisanya bisa menyusul sesuai kesepakatan. Contoh lain kontrak pemborongan pengaspalan 10 km jalan merupakan satu paket perjanjian yang tidak dipecah-pecah, namun penyelsaian pengaspalan jalan bisa dibagi kepada dua pemborong masing-masing 5 km.
3.7. Perikatan dengan ancaman hukuman.
Perikatan ini menentukan si berhutang (debitur) untuk memenuhi kewajibannya sesuai kesepakatan, jika tidak (wanprestasi) akan dikenakan sanksi. Contoh keterlambatan penyelsaian proyek oleh pelaksana pemborongan, dikenakan denda 1 (satu) permil dari nilai proyek pe-hari keterlambatan.
AZAS HUKUM PERJANJIAN.
Hukum perjanjian menganut sistem terbuka artinya setiap orang boleh membuat perjanjian atau kesepakatan perihal apa saja sepanjang tidak dilarang dan melanggar ketentuan Undang-undang.Kesepakan yang dibuat oleh dua pihak bersifat “ Facta Sunt Servanda”, berdasar azas tersebut perjanjian atau kesepakatan merupakan undang-undang yang harus ditaati oleh masing-masing pihak
C. SYARAT SYAHNYA SUATU PERJANJIAN.
Untuk syahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUHPdt diperlukan empat syarat:
1. Ada kesepakatan diantara mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk membuat perjanjian
3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
Dua syarat pertama disebut syarat subjektif, karena mengenai subjek / pelaku, sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif, kerena mengenai objek yang disepakati.
Kesepakatan merupakan “perizinan” diantara pelaku, menyatakan adanya persetujuan mengenai hal yang diperjanjikan.
Cakap dalam hal ini dimaksudkan orang yang secara hukum mampu melakukan perjanjian. Pasal 1330 KUHPdt menyatakan orang yang tidak cakap melakukan perjanjian adalah:
o orang yang belum dewasa
o mereka yang ditaruh dibawah pengampuan ( curatele)
o orang perempuan dalam hal-hal yg ditetapkan UU dan orang yang oleh UU dilarang melakukan perjanjian.
Mengenai Hal tertentu, maksudnya dalam membuat suatu perjanjian harus mengenai objek yang jelas perihal yang diperjanjikan
Causa yang halal dimaksudkan objek yang telah ditentukan tersebut harus halal secara hukum tidak mengenai sesuatu yang dilarang baik oleh hukum tertulis maupun kebiasaan.
1. BATAL DEMI HUKUM DAN DAPAT DIBATALKAN.
Tidak terpenuhinya dua syarat pertama (syarat subjektif) perjanjian bisa dibatalkan, artinya perjanjian tersebut tidak dengan sendirinya batal, tetapi bila ada pihak-pihak yang merasa keberatan bisa dibatalkan dengan kesepakatan pula.
Tidak terpenuhinya dua syarat terakhir (syarat objektif) perjanjian batal demi hukum, artinya dengan sendirinya perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.
2. EMPAT MACAM AKIBAT KELALAIAN DEBITUR
Karena kelalaian tersebut mempunyai akibat hukum yang penting, maka kelalaian tersebut harus ditetapkan dahulu, jika disangkal oleh debitur harus dibuktikan didepan pengadilan. Memang tidak mudah menyatakan kelalaian, karena kadang-kadang perjanjian tidak jelas baik yang menyangkut waktu maupun prestasinya.Namun bila terbukti lalai debitur harus menerima sanksi berupa:
1) Bayar ganti rugi
2) Pembatalan perjanjian
3) Perlihan risiko ( segala risiko akibat kelalaian ditanggung debitur sendiri)
4) Membayar biaya perkara ( bila sampai pengadilan)
Ganti rugi bisa diperinci dalam tiga unsur berupa: biaya, rugi dan bunga.
Biaya yaitu segala sesuatu pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh satu pihak.
Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang milik kreditur yang diakibatkan kelalaian debitur.
Bunga adalah kerugian yang diakibatkan oleh kehilangan keuntungan yang sudah dikalkulasikan sebelumnya.
Pembatalan perjanjian bisa sangat merugikan bagi debitur, misal kontrak pesanan seragam untuk satu batalion prajurit, berapa besar keuntungan yang akan diperoleh debitur bila kontrak bisa diselsaikan dengan baik.
Risiko adalah kerugian yang terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan para pihak, namun jika ternyata peristiwa tersebut terkait dengan kelalaian salah satu pihak, maka pihak yang lalai menanggungnya.
Biaya perkara sudah merupakan ketentuan hukum ( pasal 181b ayat 1 HIR) yang kalah dalam pengadilan harus membayar biaya perkara.
Pasal 1267 KUHPdt. menyatakan bahwa sorang kreditur dapat menuntut pemenuhan prestasi oleh debitur lalai berupa:
1) Pemenuhan perjanjian
2) Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi
3) Ganti rugi saja
4) Pembatalan perjanjian
5) Pembatalan disertai ganti rugi.
3. PEMBELAAN DEBITUR YANG DITUDUH LALAI
Seorang debitur yang dituduh lalai bisa membela diri dengan mengemukakan alasan untuk membebaskan dirinya dari tuduhan lalai. Pembelaan tersebut ada tiga macam yaitu:
1) Mengajukan tuntutan berupa keadaan memaksa ( overmacht, force majeur)
2) Mengajukan bahwa sebenarnya si kreditur juga telah lalai yang justeru mengakibatkan debitur tak bisa penuhi kewajibannya, misalnya terlambat mengirim barang.
3) Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi, misalnya sipembeli pernah menyatakan puas dengan kualitas barang yang diterimanya.
D.CARA HAPUSNYA SUATU PERIKATAN.
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3. Pembaharuan hutang
4. Perjumpaan utang atau konpensasi
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Musnahnya barang yang terutang
8. Pembatalan perjanjian
9. Berlakunya suatu syarat batal
10. Lewat waktu.(daluwarsa).
1. Pembayaran: dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela. Dalam hal kasus jual beli misalnya yang dimaksud pembayaran adalah pemenuhan kewajiban masing-masing pihak, pembeli melunasi sejumlah harga tertentu dan penjual menyerahkan barang dalam keadaan baik sebagaimana disepakati.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan atau penyimpanan, Kasusnya sebagai contoh berikut, jika si kreditur menolak pembayaran, maka notaris atau juru sita datang ketempat kreditur menawarkan pembayaran berupa uang atau barang, jika si kreditur tetap menolak, yang bersangkutan diminta menanda tangan berita acara (proses verbal) kemudiaN notaris atau juru sita datang ke pengadilan untuk menitipkaN uang atau barang sebagai pembayaran kepada kreditur tersebut, setelah resmi barang atau uang diterima pengadilan, maka lunaslah kewajiban debitur, selanjutnya terserah kreditur mau diterima atau tidak, dengan menanggung sejumlah biaya tertentu sehubungan dengan barang atau uang yang dititipkan.
3. Pembaharuan Hutang atau Novasi; menurut pasal 1413 KUHPdt ada tiga macam jalan melakukan pembaharuan hutang yaitu:
- Membuat perjanjian baru menggantikan perjanjian lama.
- Seorang berutang baru ditunjuk mengggantikan orang berutang lama, yang oleh kreditur (si berpiutang) dibebaskan dari perikatannya.
- Seorang kreditur baru, ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa siberhutang dibebaskan dari perikatannya.
4. Perjumpaan hutang.atau konpensasi, yaitu cara melusai hutang dengan cara “mempertemukan hutang-pihutang dengan perhitungan” antara kreditur dan debitur, sehingga lunas.
5. Percampuran utang; bila kedudukan seorang debitur dan kreditur berkumpul pada satu orang. Misalnya dalam kasus terjadi perkawinan dengan percampuran harta antar kreditur dan debitur atau seorang kreditur meninggal dan satu-satunya pewaris adalah debitur.
6. Pembebasan hutang, yaitu kreditur secara sukarela membebaskan tagihannya dan secara hukum bisa dikatakan lunas apabila si debitur sendiri menerima keputusan kreditur membebaskan hutangnya.
7. Objek barang terhutang musnah, dengan syarat hilang atau musnahnya barang tersebut diluar kesalahan debitur.
8. Batal / pembatalan, jika suatu perikatan batal karena dibatalkan atau batal demi hukum maka tidak ada lagi perikatan hukum yang dilahirkan karena pembatalan tersebut..
9. Berlakunya syarat batal. Dalam hal perikatan bersyarat, maka jika terpenuhi syarat batal dengan sendirinya perikatan hapus.
10. Lewat waktu ( daluwarsa), pasal 1946 KUHPdt menyatakan, lewat waktu atau daluwarsa adalah upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu, dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Perkembangan Ketatanegaraan Islam Masa Rasulullah SAW

Oleh:

Dhamiry El-Ghazaly

Perkembangan Ketatanegaraan Islam

Masa Rasulullah SAW

Madinah merupakan negara yang baru terbentuk yang tidak memiliki harta warisan sedikit pun.Oleh karena itu Rasulullah harus memikirkan jalan untuk mengubah keadaan secara perlahan-lahan dengan mengatasi berbagai masalah utama tergantung pada faktor keuangan. Dalam hal ini strategi yang di lakukan oleh Rasulallah adalah dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

Membangun Masjid

Setibanya di kota Madinah,tugas pertama yang di lakukan oleh Rasulallah Saw.adalah mendirikan masjid yang merupakan asas utama dan terpenting dalam pembentukan masyarakat Muslim. Rasulullah menyadari bahwa komitmen terhadap system, akidah dan tatanan Islam baru akan tumbuh dan berkembang dari kehidupan sosial yang dijiwai oleh semangat yang lahir dari aktivitas masjid. Kaum muslim akan sering bertemu dan berkomunikasi sehingga tali ukhuwwah dan mahabah semakin terjalin kuat dan kokoh.

Merehabilitas Kaum Muhajirin

Setelah mendirikan masjid tugas berikutnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw adalah memperbaiki tingkat kehidupan sosial dan ekonomi kaum Muhajirin (penduduk Makkah yang berhijrah ke Madinah). Kaum muslimin yang melakukun hijrah pada masa ini berjumlah sekitar 150 keluarga baik yang sudah tiba di Madinah maupun yang masih dalam perjalanan dan berada dalam kondisi yang memprihatinkan karena hanya membawa sedikit perbekalan di kota Madinah.

Sumber mata pencaharian mereka hanya bergantung pada bidang pertanian dan pemerintah belum mempunyai kemampuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada mereka.
Membangun Konstitusi Negara

Setelah mendirikan masjid dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar tugas berikutnya yang di lakukan Rasulullah Saw adalah menyusun konstitusi negara yang menyatakan tentang kedaulatan Madinah sebagai sebuah negara. Dalam konstitusi negara Madinah ini, pemerintah menegaskan tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga Negara baik Muslim maupun non-Muslim, serta pertahanan dan keamanan negara.

Sesuai dengan prinsip-prinsip Islam setiap orang di larang melakukan sebagai aktivitas yang dapat mengganggu stabilitas kehidupan manusia dan alam.

Meletakan Dasar-Dasar Sistem Keuangan Negara

Setelah melakukan berbagai upaya stabilitas di bidang sosial, politik serta pertahanaan dan keamanan negara, Rasulallah meletakan dasar-dasar sistem keuangan negara sesuai dangan ketentuan-ketentuan Al Qur’an,seluruh paradigma berpikir di bidang ekonomi serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari yang tidak sesuai dengan ajaran Islam di hapus dan di gantikan dengan paradigma baru yang sesuai dengan nilai-nilai Qurani, yakni persaudaran, persamaan, kebebasan dan keadilan.

Sistem Ekonomi

Seperti di Madinah merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi.Oleh karena itu,peletakan dasar-dasar sistem keuangan negara yang di lakukan oleh Rasulallah Saw.merupakan langkah yang sangat signifikan,sekaligus berlian dan spektakuler pada masa itu,sehingga Islam sebagai ssebuah agama dan negara dapat brkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Sistem ekonomi yag di terapkan oleh Rasulallah Saw.berakar dari prinsip-prinsip Qur’ani.Alqur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah(petunjuk)bagi umat manusia dalam aktivitas di setiap aspek kehidupannya, termasuk di bidang ekonomi.Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasan tertinggi hanya milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi, Dalam pandangan Islam,kehidupan manusia tidak bisa di pisahkan menjdai kehidupan ruhiyah dan jasmaniyah,melainkan sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak terpisahkan,bahkan setelah kehidupan dunia ini,Dengan kata lain,Islam tidak mengenal kehidupan yang hanya memikirkan materi duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhirat.

Sistem Keuangan Dan Pajak

Sebelum Nabi Muhamad s.a.w diangkat sebagai rasul dalam masyarakat jahilyah sudah terdapat lembaga politik semacam dewan perwakilan rakyat untuk ukuran masa itu yang disebut Darun Nadriah. Di dalamnya para tokoh Mekkah berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan suatu keputusan etika dilantik sebagai rasul mengadakan semacam lembaga tandingan untuk itu yaitu darul arqam

Perkembangan lembaga ini terkendala karena banyaknya tantangan dan rintangan sampai akhirnya Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Ketika beliau hijrah ke Madinah maka yang pertama kali didirikan Rasulullah adalah Masjid (Masjid Quba). Yang bukan saja merupakan tempat beribadah tetapi juga sentral kegiatan kaum muslimin. Kemudian beliau masuk ke Madinah dan membentuk “lembaga”persatuan di antara para sahabatnya yaitu persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini di ikuti dengan pembangunan mesjid lain yang lebih besar (Mesjid nabawi) yang kemudian yang menjadi sentral pemerintah.

Untuk selanjutnya pendirian (lembaga) dilanjutkan dengan penertiban pasar. Rasulullah diriwayatkan menolak membentuk pasar yang baru yang khusus untuk kaum muslimin. Karena pasar merupakan sesuatu yang alamiah dan harus berjalan dengan sunatullah. Demikian halnya dalam penentuan harga dan mata uang tidak ada satupun bukti sejarah yang menunjukan bahwa nabi Muhamad membuat mata uang sendiri.

Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan kaum musimin secara bergotong royong dan sukarela. Mereka memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya sendiri. Mereka memperoleh pendapatan dari bebagai sumber yang tidak terikat.

Tidak hanya masa sekarang saja adanya sumber anggaran negara semisal pajak, zakat, kharaj dsb tetapi di Madinah juga pada masa rasulullah sudah ada yang namanya sumber anggaran pendapatan negara semisal pajak, zaka, kharaj dsb.
Pajak (dharibah) itu sebenarnya merupakan harta yang di fardhukan oleh Alloh kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Dimana Alloh telah menjadikan seorang imam sebagai pemimpin bagi mereka yang bisa mengambil harta dan menafkahkannya sesuai dengan objek-obyek tertentu.

Dalam mewajibkan pajak tidak mengenal bertambahnya kekayaan dan larangan tidak boleh kaya dan untuk mengumpulkan pajak tidak akan memperhatikan ekonomi apapun. Namun pajak tersebut dipungut semata berdasarkan standar cukup. Tidak hanya harta yang ada di baitul mal, untuk memenuhi seluruh keperluan yang dibutuhkan sehingga pajak tersebut di pungut berdasarkan kadar kebutuhan belanja negara.

Karakteristik pekerjaan masih sangat sederhana dan tidak memerlukan perhatian penuh. Rasulullah sendiri adalah seorang kepala negara yang merangkap sebagai ketua mahkamah agung, mufti besar, panglima perang tertinggi, serta penanggungjawab seluruh administrasi negara. Ia tidak memperoleh gaji dari negara atau masyarakat, kecuali hadiah-hadiah kecil yang pada umumnya berupa bahan makanan.

Majelis syura terdiri dari para sahabat terkemuka yang sebagian dari mereka bertanggung jawab mencatat wahyu. Pada tahun keenam hijriah, sebuah sekretariat sederhana telah dibangun dan ditindak lanjuti dengan pengiriman duta-duta negara ke berbagai pemerintahan dan kerajaan.

Masa Abu Bakar Ash-Shiddiq ra

Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.

Sedang kebijaksanaan politik yang diilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya yaitu:

1. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW.

Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).

2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :

a. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.

b. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya.

Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.

3. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu Bakar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan.

Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9). Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.

Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:

1. Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah

Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.

2. Amanat Baitul Mal

Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.

3. Konsep Pemerintahan

Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah ! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.

4. Kekuasaan Undang-undang

Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undang-undang. Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.

Masa Umar bin Khatthab ra

Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:

1. Majelis Syura (Diwan Penasihat), ada tiga bentuk :

a. Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair.

b. Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.

c. Dewan antara Penasihat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus.

2. Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.

3. Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.

4. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.

5. Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.

6. Departemen Pendidikan dan lain-lain (Ali Khan, 1978:122-123).

Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya (Hasjmy , 1995:61-69).

Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik

Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas” Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Ilahiyah (syariat) sebagai code (kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa beliaulah pendiri daulah islamiyah (tanpa mengabaikan jasa-jasa Khalifah sebelumnya).

Banyak metode yang digunakan Umar dalam melakukan perluasan wilayah, sehingga musuh mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum Muslim. Di situlah letak kekuatan politik terjadi. Dari usahanya, pasukan kaum Muslim mendapatkan gaji dari hasil rampasan sesuai dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk Diwanul Jund (Majid, 1978:86). Sedangkan untuk pegawai biasa, di samping menerima gaji tetap (rawatib), juga menerima tunjangan (al-itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar menggajinya sebesar 200dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan untuk Imar bin Yasar, diberi 60 dinar disamping tunjangan (al-jizyaat) karena hanya sebagai kepala daerah (al-amil).

Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk Gubernur (oramg Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di antaranya adalah :

1. Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.

2. Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibu kota Mekkah.

3. Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran, dengan ibu kota Basrah.

4. Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibu kota Kufah.

5. Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibu kota Fustat.

6. Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibu kotai Jerussalem.

7. Umair bin Said, Gubernur jazirah Mesopotamia, dengan ibu kota Hims.

8. Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.

9. Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah (Suaib, 1979:185)..

Tentang ghanimah, harta yang didapat dari hasil perang Islam setelah mendapat kemenangan, dibagi sesuai dengan syariat Islam yang berlaku. Setelah dipisahkan dari as-salb, ghanimah dimasukkan ke baitul maal. Bahkan ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam mengelola harta tersebut, tidak seperti zaman Nabi yang membagi menurut ijtihad beliau (Ridha, 1993:47).

Khalifah Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu direvisi dan dirubah. Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al-muallafatu qulubuhum) (Syalabi, 1997;263-264).

Di samping itu, Umar juga mengadakan “dinas malam” yang nantinya mengilhami dibentuknya as-syurthah pada masa kekhalifahan Ali. Disamping itu Nidzamul Qadhi (departemen kehakiman) telah dibentuk, dengan hakim yang sangat terkenal yaitu Ali bin Abu Thalib. Dalam masyarakat, yang sebelumnya terdapat penggolongan masyarakat berdasarkan kasta, setelah Islam datang, tidak ada lagi istilah kasta tersebut (thabaqatus sya’by). Kedudukan wanita sangat diperhatikan dalam semua aspek kehidupan. Istana dan makanan Khalifah dikelola sesederhana mungkin. Terhadap golongan minoritas (Yahudi-Nasrani), diberikan kebebasan menjalankan perintah agamanya. Tidak ada perbedaan kaya-miskin. Hal ini menunjukkan realisasi ajaran Islam telah nampak pada masa Umar.

Mengenai ilmu keislaman pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang, dimana penduduk Arab, terutama Badui, merupakan masyarakat yang terbelakang dalam masalah ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.

Di samping ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil (imarah madaniyah), bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan militer (imarah harbiyah), mengalami kemajuan yang cukup pesat pula.

Kota-kota gudang ilmu, di antaranya adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah seakan menjadi idola ulama dalam menggali keberagaman dan kedalaman ilmu pengetahuan.

Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yait :

1. Al ulumul islamiyah atau al adabul islamiyah atau al ulumun naqliyah atau al ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan (lughat), fikih, dan sejarah (tarikh).

2. Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah (retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat pada masa permulaan Islam.

3. Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, tehnik, falak, dan filsafat.Pada saat itu, para ulama berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan karena:

a. Mereka mengalami kesulitan memahami Al Qur’an

b. Sering terjadi perkosaan terhadap hukum

c. Dibutuhkan dalam istimbath (pengambilan) hukum

d. Kesukaran dalam membaca Al Qur’an.

Oleh karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa itu didorong oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu pengetahuan. Apabila ada orang menyebut, “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa permulaan Islam, berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.

Masa Utsman bin Affan ra

Pembangunan Angkatan Laut

Pembangunan angkatan laut bermula dari adanya rencana Khalifah Ustman untuk mengirim pasukan ke Afrika, Mesir, Cyprus dan Konstatinopel Cyprus. Untuk sampai ke daerah tersebut harus melalui lautan. Oleh karena itu atas dasar usul Gubernur di daerah, Ustman pun menyetujui pembentukan armada laut yang dilengkapi dengan personil dan sarana yang memadai (Ali K, 1997:98).

Pada saat itu, Mu’awiyah, Gubernur di Syiria harus menghadapi serangan-serangan Angkatan Laut Romawi di daerah-daerah pesisir provinsinya. Untuk itu, ia mengajukan permohonan kepada Khalifah Utsman untuk membangun angkatan laut dan dikabulkan oleh Khalifah. Sejak itu Muawiyah berhasil menyerbu Romawi.

Mengenai pembangunan armada itu sendiri, Muawiyah tidaklah membutuhkan tenaga asing sepenuhnya, karena bangsa Kopti, begitupun juga penduduk pantai Levant yang berdarah Punikia itu, ramai-ramai menyediakan dirinya untuk membuat dan memperkuat armada tersebut. Itulah pembangunan armada yang pertama dalam sejarah Dunia Islam.

Selain itu, Keberangkatan pasukan ke Cyprus yang melalui lautan, juga mendesak ummat Islam agar membangun armada angkatan laut. Pada saat itu, pasukan di pimpin oleh Abdullah bin Qusay Al-Harisy yang ditunjuk sebagai Amirul Bahr atau panglima Angkatan Laut. Istilah ini kemudian diganti menjadi Admiral atau Laksamana. Ketika sampai di Amuria dan Cyprus pasukan Islam mendapat perlawanan yang sengit, tetapi semuanya dapat diatasi hingga sampai di kota Konstatinopel dapat dikuasai pula.

Di samping itu, serangan yang dilakukan oleh bangsa Romawi ke Mesir melalui laut juga memaksa ummat Islam agar segara mendirikan angkatan laut. Bahkan pada tahun 646 M, bangsa Romawi telah menduduki Alexandria dengan penyerangan dari laut. Penyerangan itu mengakibatkan jatuhya Mesir ke tangan kekuasan bangsa Romawi. Atas perintah Khalifah Ustman, Amr bin Ash dapat mengalahkan bala tentara bangsa Romawi dengan armada laut yang besar pada tahun 651 M di Mesir (Misbach,1984:10-11).

Berawal dari sinilah Khalifah Ustman bin Affan perlu diingat sebagai Khalifah pertama kali yang mempunyai angkatan laut yang cukup tangguh dan dapat membahayakan kekuatan lawan.

Masa Ali bin Abi Thalib ra

Setelah Ali dibaiat menjadi Khalifah, ia mengeluarkan dua kebijaksanaan politik yang sangat radikal yaitu:

1. Memecat kepala daerah angkatan Ustman dan menggantikan dengan gubenur baru.

2. Mengambil kembali tanah yang dibagi–bagikan Ustman kepada famili–familinya dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah.

Menanggapi kebijakan yang dilakukan okleh Ali tersebut, ada yang berpendapat bahwa kebijaksanaan Ali itu terlalu radikal dan kurang persuasive, sehingga menimbulkan perlawanan politik dari gubenur khususnya gubenur Syiria (Bani Ummayyah) yang tidak mau tunduk pada Khalifah Ali, terbukti ia menolak kehadiran gubenur yang baru diangkat Ali.

Penulis memandang bahwa tindakan politik Ali yang radikal itu kendati strategis tapi tidak taktis, sebab pada masa Khalifah Ustman konflik etnis antara Bani Ummayyah dan Bani Hasyim sudah ada, terbukti ketika Ustman terbunuh secara misterius Bani Ummayyah mengeksploitasi tuduhan pada Ali, karena didasari Bani Umayyah yang memang ambisi menjadi Khalifah.

Semestinya gerakan radikal Ali untuk mengusir elite Bani Umayyah dilakukan secara bertahap, sebab walau bagaimanapun elite baru yang telah lama berkuasa seperti Muawiyah sulit ditundukkan, sedangkan Ali yang mengandalkan idealisme dan dukungan masyarakat bawah beberapa kelompok tua terlalu intelektual tapi kurang pengalaman dalam menyelesaikan konflik dalam pemerintahan, sehingga dengan demikian yang muncul dalam pemerintahan bukan integrasi tetapi disintegrasi yang ditandai dengan lahirnya perang saudara yang pertama kali dalam Islam, yakni perang jamal.

Masa Bani Umayyah

Kekuasaan Muawiyah menjadi awal kekuasaan Bani Umayyah. Pemerintahan yang bersifat demokratis di masa khulafa ur Rasyidin berubah menjadi kerajaan turun temurun. Kekhalifahan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid.

Muawiyah bermaksud mencontoh monarkhi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.”

Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah:

· Muawiyah ibn Abi Sufyan

· Abd al-Malik ibn Marwan

· Al-Walid ibn Abdul Malik

· Umar ibn Abd al-Aziz

· Hasyim ibn Abd al-Malik

Masa Muawiyah ibn Abi Sufyan

Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan, sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel.

Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan pencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis di bidangnya.

Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Masa Yazid Ibn Muawiyah

Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, kelompok Syi’ah melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali.

Perlawanan terhadab Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak nengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbala, sebuah daerah di dekat Kufah. tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala (wilayah Iraq sekarang).

Perlawanan orang-orang Syi’ah tidak padam dengan terbunuhnya Husein. Gerakan mereka bahkan menjadi lebih keras, lebih gigih dan tersebar luas. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi’ah terjadi.

Masa Abd al-Malik ibn Marwan

Pada masa ini, pemberontakan-pemberontakan kaum Syiah masih berlanjut. Yang termasyhur di antaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685 – 687 M. Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali, yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua.

Mukhtar terbunuh dalam peperangan melawan gerakan oposisi lainnya, yaitu gerakan Abdullah ibn Zubair. Namun, ibn Zubair juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi’ah.

Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Mekah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung Mekah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan terhenti karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd al-Malik. Tentara Bani Umayyah dipimpin al-Hajjaj berangkat menuju Thaif, kemudian ke Madinah dan akhirnya meneruskan perjalanan ke Mekah. Ka’bah diserbu. Keluarga Zubak dan sahabatnya melarikan diri, sementara ibn Zubair sendiri dengan gigih melakukan perlawanan sampai akhirnya terbunuh pada tahun 73 H / 692M.

Selain gerakan di atas, gerakan-gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan-gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol.

Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand.Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat me¬nguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Khalifah Abd al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan Khalifah Abd al-Malik diikuti oleh puteranya al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan mesjid-mesjid yang megah.

Pada masanya, Abd al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab.

Pada masa ini, Imam Abu Hanifah rhm (80 – 150 H/699-767 M), pengazas madzab Hanafi dilahirkan di kota Kufah (Iraq sekarang).

Masa Al-Walid ibn Abdul Malik

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid ibn Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannyayang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Marokko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan benua dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.

Pada masa ini, Imam Malik rhm (93 – 179 H/ 713 -798 M ) lahir di Kota Madinah. Namun ada literatur menyebut beliau lahir pada era Sulaiman ibn Abd al-Malik. Wallahu a’lam.

Masa Umar ibn Abd al-Aziz

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.

Di zaman Umar ibn Abd al-Azis serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abd al-Rahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperanganyang terjadi di luar kota Tours, al-Qhafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.

Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (98 – 101 H / 717 – 720 M). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri.

Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, dia berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.

Masa Yazid ibn Abd al-Malik

Sepeninggal Umar ibn Abd al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah berada di bawah khalifah Yazid ibn Abd al-Malik (720-724 M). Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid ibn Abd al-Malik.

Masa Hisyam ibn Abd al-Malik

Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Khalifah berikutnya, Hisyam ibn Abd al-Malik (724-743 M). Bahkan di zaman Hisyam ini muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini, mampu menggulingkan dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan dinasti baru, Bani Abbas. Sebenarnya Hisyam ibn Abd al-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi terlalu kuat, khalifah tidak berdaya mematahkannya.

Sepeninggal Hisyam ibn Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi.

Masa Marwan bin Muhammad

Akhirnya, pada tahun 132H/750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke mesir, ditangkap dan dibunuh di sana.

Masa Bani Abbasiyah

Nama Bani Abbasiyah diambil dari nama Abbas bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah. Pada awalnya, keturunan Abbas tidak menghendaki jabatan Khalifah, bahkan mereka selalu membantu keturunan Ali bin Abi Thalib dalam setiap upaya mengambil kekuasaan dari tangan bani Ummayah. Akan tetapi, sejak pertengahan abad kedua, mereka berusaha turut merebut kekuasaan dari tangan bani Ummayah.

Sepeninggal Ibrahim bin Muhammad, dinobatkanlah Abu Abas (bergelar As Saffah yang artinya penumpah darah) menjadi khalifah pertama bani Abbasiyah dengan ibu kotanya yang pertama Kufah, namun kemudian dipindahkan ke Damaskus. Di masa daulat bani Abbasiyah, pemerintah tidak terlalu banyak melakukan perluasan wilayah kekuassan islam, bahkan hal yang terjadi adalah munculnya kerajaan-kerajaan kecil seperti bani Ummayyah II di Andalusia, bani Saljuk, bani Fatimiyah, dan lain-lain.

Sejarah mencatat, di masa bani Abbasiyah banyak terjadi kemajuan yang menakjubkan dalam perkembangan intelektual yaitu dalam haI ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kemajuan ini tidak terjadi di masa bani Umayyah. Bagdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada waktu itu, kemudian menjalar ke kota Kufah dan Basrah di Mesopotamia, Isfahan dan Nisyafur di Persia, Bukhara dan Samarkand di Transoxiana, Kairo di Mesir, Tunis, Toledo dan Cordova di Andalusia. Kota-kota tersebut menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia pada saat itu.

Beberapa contoh perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang terjadi dimasa bani Abbasiyahantara lain sebagai berikut:

  1. Menerjemahkan buku-buku dari bahasa asing (Yunani, Syiria, Ibrani, Persia, India, Mesir , dan lain-lain) ke dalam bahasa Arab. Buku-buku yang diterjemahkan meliputi ilmu kedokteran, mantiq (logika), filsafat, aljabar, pesawat, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia. ilmu hewan, dan ilmu falak.
  2. Pengetahuan keagamaan seperti fikih, usul fikih, hadis, mustalah hadis, tafsir, dan ilmu bahasa semakin berkembang karena di zaman Bani Umayyah usaha ini telah dirintis Pada masa ini muncul ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Bukhari, Imam Muslim, Hasan Al Basri, Abu Bakar Ar Razy, dan lain-lain.
  3. Sejak upaya penerjemahan meluas kaum muslim dapat mempelajari ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut memperluas peyelidikan ilmiah, memperbaiki atas kekeliruan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan pendapat-pendapat atau ide-ide baru. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai berikut :
    1. Al Kindi (Abu Yusu Ya’kub bin Ishak Al Kindi).
    2. Al Farabi (Abu Nashar Muhammad bin muhammad bin ‘Uzlaq bin twirkhan Al Farabi).
    3. Ibnu Sina (Abdullah bin Sina).
    4. Al Ghazali ( Abu Hamid Muhammad Al Gazali).
    5. Ibnu Bajah ( Abu Bakar Muhammad bln Yahya).
    6. Ibnu Rusyd ( Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd)
    7. Ibnu Khaldun, Ibnu Haltum, Al Hazen, Ibnu Zuhr.
  4. Sejak Akhir abd ke-10, muncul sejumlah tokoh wanita dibidang ketatanegaraan dan politik seperti Khaizura, Ulayyah, Zubaidah, dan Bahrun. Di bidang kesusastraan dikenal Zubaidah dan Fasi. Di bidang Sejarah, muncul Shalikhah Shuhda. Di bidang kehakiman, muncul Zainab Umm Al Muwayld. Di bldang seni Musik, Ullayyah dikenal dan sangat tersohor pada waktu itu.
  5. masa bani Abbasiyah, Juga terjadi kemajuaan di bidang perdagangan dan melalui ketiga kota ini dilakukan usaha ekspor impor, Hasil industri yang diekspor ialah permadani, sutra, hiasan, kain katun, satin, wool, sofa, perabot dapur atau rumah tangga, dan lain-lain.
  6. Dibidang pendidikan mendapat perhatian yang sangat besar. Sekitar 30.000 masjid di Bagdad berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangan pendidikan pada masa bani abbasiyah dibagi 2 tahap, yaitu:
    1. Tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai dengan ke-10 M) perkembangan secara alamiah disebut Juga sebagai system pendidikan khas Arabia.
    2. Tahap kedua (abad ke 11) kegiatan pendidikan dan pengajaran diatur oleh pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-Arab.

Kemajuan Yang Dicapai Pada Masa Bani Abbasiyah

1. Dalam Bidang Kedokteran

Cuaca panas seperti di Irak, dan daerah Islam lainnya sehingga meyebabkan penyakit mata, maka fokus kedokteran paling awal diarahkan untuk menangani penyakit itu. Dari tulisan Ibnu Masawayh, kita mendapat sebuah risalah sistematik berbahasa Arab paling tua tentang optalmologi (gangguan pada mata). Minat orang Arab terhadap ilmu kedokteran di ilhami oleh hadis Nabi yang membagi pengetahuan ke dalam dua kelompok: teologi dan kedokteran.

Dengan demikian, seorang dokter sekaligus merupakan seorang ahli metafisika, filosof, dan sufi.Dengan seluruh kemampuannya itu ia juga memperoleh gelar hakim (orang bijak). Kisah tentang Jibril Ibnu Bajhtisyu, dokter khalifah al-Rasyid, al Ma’mun, juga keluarga Barmark, dan diriwayatkan telah mengumpulkan kekayaan sebanyak 88.000.000 dirham, memperlihatkan bahwa profesi dokter bisa menghasilkan banyak uang. Sebagai dokter pribadi al-Rasyid, Jibril menerima 100 ribu dirham dari khalifah yang mesti berbekam dua kali setahun, dan ia juga menerima Jumlah yang sama karena Jasanya memberikan obat penghancur makanan diusus. Keluarga Bakhtiarsyu melahirkan enam atau tujuh generasi dokter ternama hingga paruh pertama abad ke-11. Dalam hal penggunaan obat-obatan untuk penyembuhan, banyak kemajuan berarti yang dilakukan orang Arab pada masa itu.

Merekalah yang membangun apotik pertama, mendirikan sekolah farmasi pertama, dan menghasilkan buku daftar obat-obatan. Mereka telah menulis beberapa risalah tentang obat-obatan, dimulai dengan risalah karya Jabir Ibn Hayyan, bapak kimia Arab, yang hidup sekitar 776 H. Pada masa awal pemerlintah al-Mamun dan al- Mutashlm, para ahli obat-obatan harus menjalani semacam ujian. Seperti halnya ahli obat-obatan, para dokter juga harus mengikuti tes.

Para penulis utama bidang kedokteran setelah babak penerjemahan besar itu adalah orang Persia yang menulis dalam bahasa Arab: Ali al-Thabari, Al-Razi, Ali Ibn al-Abbas al-Majusi, dan Ibn Sina. Gambar dua orang diantara mereka, Al-Razi dan Ibn Sina, menghiasi ruang besar Fakultas Kedokteran dl Universitas Paris.

Al-Razi merupakan dokter muslim terbesar dan penulis paling produktif. Ketika mencari tempat baru untuk membangun rumah sakit besar di Baghdad, tempat ia kemudian menjabat sebagai kepala dokter, diriwayatkan bahwa ia kemudian menjabat sebagai kepala dokter, diriwayatkan bahwa ia menggantung sekerat daging di termpat-tempat yang berbeda untuk melihat tempat mana yang paling sedikit menyebabkan pembusukan. ia juga dianggap sebagai penemu prinsip seton dalam operasi. Diantara monografinya, yang paling terkenal adalah risalah tentang bisul dan cacar air (ai-judari wa at-hashbah), dan menjadi karya pertama dalam bidang tersebut, serta dipandang sebagai mahkota dalam literature kedokteran Arab. Di dalamnya kita menemukan catatan Klinis pertama tentang penyakit bisul.

Ibnu Sina yang biasa disebut sebagi al-syaikh al-ra’is. “pemimpin” (orang terpelajar) dan “pangeran” (para pejabat). Al Razi lebih menguasai kedokteran daripada ibn Sina, namun ibn Sina lebih menguasai filsafat daripada al-Razi. Dalam diri seorang dokter, filosof, dan penyair inilah ilmu pengetahuan arab mencapat titik puncaknya dan berinkarnasi.

2. Dalam Bidang Astronomi dan Matematika

Kajian ilmiah tentang perbintangan dalam islam mulai dilakukan seiring dengan masuknya pengaruh buku India, Siddharta. Al-ma’mun melakukan salah satu perhitungan paling rumit tentang luas permukaan bumi. Tujuan perhitungan itu adalah untuk menentukan ukuran bumi, dan kelilingnya dengan asumsi bahwa bumi berbentuk bulat . Panjang lingkar burni adalah 20.400 mil dan diameternya adalah 6500 mil.

Seorang ahli astronomi lainnya yang terkenal pada masa itu adalah Abu al-Abbas Ahmad al-Farghani dari Fargana Transoxiana. Karya utama al-Fafghani, al-Mudkhil ila Ha ‘ilm Haya’ah al-Aflak diterjemahkan ke bahasa latin oleh John dari Seville dan Gerard dari Cremona, dan ke bahasa Ibranl. Dalam versi bahasa Arab, buku itu ditemukan dengan Judul yang berbeda.

Abu Abdullah Muhammad Ibn Jabir al-Battani, seorang penganut Sabiin dari Harran, dan seorang ahli astronomi bangsa Saba yang terbesar pada masanya, bahkan yang terbesar pada masa islam, telah melakukan berbagai observesi dan kajian di Raqqah. Al-Battani adalah seseorang peneliti kawakan. la mengoreksi beberapa kesimpulan Ptolemius dalam karya-karyanya.dan memperbaiki perhitungan orbit bulan. Juga beberapa planet, la membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin, menentukan sudut ekliptik bumi dengan tingkat keakuratan yang lebih besar, dan mengemukakan berbagai teori orisinal tentang kemungkinan munculnya bulan baru.

Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi adalah tokoh utama dalam kajian matematika Arab. Sebagai seorang pemikir islam terbesar, ia telah memengaruhi pemikiran dalam bidang matematika yang hingga batas tertentu lebih besar daripada penulis Abad Pertengahan lainnya. Di samping menyusun table astronomi tertua al-Khwarizmi juga menulis karya tertua tentang aritmatika, yang hanya diketahui lewat terjemahannya, dan tentang al-Jabar. Salah satu karyannya adalah “Hisab al-Jahr wa alt-Muqabalah”.

3. Dalam Bidang Sosiologi (Kajian Hukum dan Etika Islam)

Setelah orang Romawi, orang Arab adalah satu-satunya bangsa pada Abad Pertengahan yang melahirkan ilmu yurisprudensi, dan darinya berkembang sebuah sistem yang independen. Sistem tersebut yang mereka sebut Fikih, pada prinsipnya didasarkan atas Alquran dan hadis, yang disebut ushut. dan dipengaruhi oleh sistem Yunani-Romawi. Fikih adalah iImu perintah Allah sebagaimana tertuang dalam Alquran, dan diuraikan dalam hadis, yang diwariskan pada generasi berikutnya.

Yurisprudensi islam, selain berprinsip pada Alquran dan Hadis, Juga berpedoman pada analogi dan konsensus. Adapun tentang ra’y, yaltu penalaran rasional, meskipun sering dijadikan sandaran, hal tersebut hampir tidak pernah dipandang sebagai sumber hukum kelima.

Karena perbedaan kondisi sosial dan latar belakang budaya dan pemikiran setiap wilayah, pemikiran hukum Islam, pada gilirannya, berkembang dalam sejumlah mazhab pemikiran yang berbeda. Mazhab pemikiran Irak, misalnya, lebih menekankan pada penggunaan pemikiran spekulatif dalam hukum ketimbang mazhab Madinah, yang bersandar pada hadis, Antara mazhab Irak yang liberal, dan mazhab lain yang konservatif, muncul mazhab lain yang mengklaim telah membangun jalan tengah: menerima pemikiran spekulatif dengan Catatan tertentu. Mazhab ini didirikan oleh Muhammad Ibn Idris al-Syafi’i.

Mazhab keempat sekaligus yang terakhir adalah mazhab Hambali, yang dianut oleh komunitas Islam, selain Syiah, yang mengambil nama pendirinya, Ahmad ibn Hanbal, pengusung Ketaatan mutlak terhadap hadtis. Konservatisme Ibn Hanbal merupakan benteng ortodoks di Baghdad terhadap berbagai bentuk inovasi kalangan Muktazilah. Beliau tetap teguh tegar dalam menghadapi serangan cercaan, makian bahkan pelecehan dari kalangan yang menentang mazhabnya.

Sementara itu, aturan hukum yang didiskusikan diatas mengatur seorang muslim dalam berbagai aspek kehidupan keagamaan, politik, dan sosialnya. Semua perilaku manusia dikelompokkan ke dalam lima kategori hukum:

  1. Perbuatan yang dipandang sebagai kewajiban mutlak (fardh), yang jika dilaksanakan akan mendapat pahala, dan jika dilanggar akan mendapat hukuman;
  2. Perbuatan yang disarankan atau dipuji (mustahab), yang jika dilaksanakan akan mendapat pahala, namun jika dilanggar tidak dikenai sangsi;
  3. Perbuatan yang dibolehkan (mubah), yang secara hukum dibiarkan;
  4. Perbuatan tercela (makruh), yang tidak dibenci namun tidak meendatangkan hukuman;
  5. Perbuatan yang terlarang (haram), yang Jika dilaksanakan akan mendapat sanksi.

Karya-karya etika yang didasarkan atas Alquran dan hadis, tidak mendominasi semua literatur berbahasa Arab tentang moral (Akhlaq). Setidaknya terdapat tiga Jenis karya etika. Karya-karya semacam itu membahas tatanan moral yang paripurna, serta peningkatan kualitas semangat dan perilaku. Contohnya ialah, At-Durrah al-Yatimah karya ibn al-Muqaffa, sarat akan kata-kata bijak.

Karya lainnya, diawali dengan karya Aristoteles, Nichomachean Ethnics, yang sarat akan filosofi-filosofi Yunani.

4. Dalam Bidang Filsafat

Bagi orang Arab, filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran dalam arti yang sebenarnya, sejauh hal itu bisa dipahami oleh pikiran manusia. Secara khusus, nuansa filsafat mereka berakar pada tradisi filsafat Yunani, yang dimodifikasi dengan pemikiran para penduduk di wilayah taklukan, serta pengaruh-pengaruh timur lainnya, yang disesuaikan dengan nilai-nilai islam, dan diungkapkan dalam bahasa Arab.

Filosof pertama, al-Kindi atau Abu Yusuf Ibn Ishaq, ia memperoleh gelar “filosof bangsa Arab”, dan ia memang merupakan representasi pertama dan terakhir dari seorang murid Aristoteles di dunia Timur yang murni keturunan Arab. Sistem pemikirannya beraliran ekletisisme, namun Al-Kindi menggunakan pola Neo-Platonis untuk menggabungkan pemikiran plato dan arlistoteles, serta menjadikan metematika neo-Pythagoren sebagai landasan ilmu.

Proyek harmonisasi antara filsafat Yunani dengan islam, yang dimulai oleh al-Kindi, seorang keturunan Arab, dilanjutkan oleh al-Farabi, seorang keturunan Suriah. Di samping sejumlah komentar terhadap Aristoteles dan filosof Yunani lainnya, al-Farabi juga menulis berbagai karya tentang psikologi, politik, dan metafisika. Salah satu karya terbaiknya adalah Risalah Fushush al-Hakim (Risalah Mutiara Hikmah) dan Risalah fi Ara Ahl al-Madinah al-Fadhilah (Risalah tentang pendapat penduduk kota ideal).

Masa Bani Abbasiyah II

Dalam periode ini, kekuasaan politik dari Daulah Islamiyah mulai menurun dan terus menurun, terutama kekuasaan politik sentral, karena negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak begitu menghiraukan lagi Pemerintahan Pusat, kecuali pengakuan secara politis saja. Lantaran itu, kekuasaan "Militer Pusat" pun mulai berkurang daya pengaruhnya, sebab masing-masing panglima di daerah-daerah pun telah membentuk tentara sendiri.

Dalam periode ini, putuslah ikatan-ikatan politik antara wilayah-wilayah Islam, demikian tulis Khudary Bek. Apabila kita menoleh ke sebelah barat, akan kita dapati Bani Umayyah telah menampilkan Abdurrahman Nassir menjadi Amiril Mukminin di Andalusia, karena dilihatnya kelemahan Daulah Abbasiyah.

Di Afrika Utara kita dapati Syi'ah Ismailliyah telah membentuk kerajaannya dengan nama Daulah Fathimiyah, dengan mengangkat Ubaidullah al-Mahdi menjadi Amirul Mukminin dan kota Mahdiyah dekat Tunis dijadikan pusat kerajaannya. Di Mesir kita dapati Muhammad Ikhsyid berkuasa atas nama Bani Abbas; demikian pula di Halab dan Musil Bani Hamdan bertindak. Di Yaman, Syi'ah Zaidiyah semakin kuat kedudukannya, sementara di ibu kota Negara Baghdad Daulah Bani Buwaihi berkuasa dalam praktek dan Bani Abbas hanya nama saja.

Bila kita melihat ke sebelah timur, akan kita dapati Daulah Samaaniyah yang berkedudukan di Bukhara berpengaruh besar. Demikianlah, Dunia Islam telah putus mata rantai sambungannya, tidak ada lagi kesatuan politik, sehingga akhirnya datanglah Hulako dengan tentara Tartarnya menghancurkan kota Baghdad, dan berakhirnya Daulah Abbasiyah.

Masa Bani Utsmani

Politik di sini dibagi jadi dua. Pertama politik dalam negeri, yang maksudnya ialah penerapan hukum Islam di wilayahnya; mengatur mu'amalat, menegakkan hudud dan sanksi hukum, menjaga akhlak, mengurus urusan rakyat sesuai hukum Islam, menjamin pelaksanaan syi'ar dan ibadah. Semua ini dilaksanakan dengan tatacara Islam. Arti kedua adalah politik luar negeri,

Ada 2 faktor yang membuat khilafah Turki Utsmani mundur:

  • Pertama, buruknya pemahaman Islam.
  • Kedua, salah menerapkan Islam.

Sebetulnya, kedua hal di atas bisa diatasi saat kekholifahan dipegang orang kuat dan keimanannya tinggi, tapi kesempatan ini tak dimanfaatkan dengan baik. Suleiman II-yang dijuluki al-Qonun, karena jasanya mengadopsi UU sebagai sistem khilafah, yang saat itu merupakan khilafah terkuat-malah menyusun UU menurut mazhab tertentu, yakni mazhab Hanafi, dengan kitab Pertemuan Berbagai Lautan-nya yang ditulis Ibrohimul Halabi (1549). Padahal khilafah Islam bukan negara mazhab, jadi semua mazhab Islam memiliki tempat dalam 1 negara dan bukan hanya 1 mazhab.

Dengan tak dimanfaatkannya kesempatan emas ini untuk perbaikan, 2 hal tadi tak diperbaiki. Contoh: dengan diambilnya UU oleh Suleiman II, seharusnya penyimpangan dalam pengangkatan kholifah bisa dihindari, tapi ini tak tersentuh UU. Dampaknya, setelah berakhirnya kekuasaan Suleimanul Qonun, yang jadi khalifah malah orang lemah, seperti Sultan Mustafa I (1617), Osman II (1617-1621), Murad IV (1622-1640), Ibrohim bin Ahmed (1639-1648), Mehmed IV (1648-1687), Suleiman II (1687-1690), Ahmed II (1690-1694), Mustafa II (1694-1703), Ahmed III (1703-1730), Mahmud I (1730-1754), Osman III (1754-1787), Mustafa III (1757-1773), dan Abdul Hamid I (1773-1788)[5]. Inilah yang membuat militer, Yennisari-yang dibentuk Sultan Ourkhan-saat itu memberontak (1525, 1632, 1727, dan 1826), sehingga mereka dibubarkan (1785). Selain itu, majemuknya rakyat dari segi agama, etnik dan mazhab perlu penguasa berintelektual kuat. Sehingga, para pemimpin lemah ini memicu pemberontakan kaum Druz yang dipimpin Fakhruddin bin al-Ma'ni

Ini yang membuat politik luar negeri khilafah-dakwah dan jihad-berhenti sejak abad ke-17, sehingga Yennisari membesar, lebih dari pasukan dan peawai pemerintah biasa, sementara pemasukan negara merosot. Ini membuat khilafah terpuruk karena suap dan korupsi. Para wali dan pegawai tinggi memanfaatkan jabatannya untuk jadi penjilat dan penumpuk harta. Ditambah dengan menurunnya pajak dari Timur Jauh yang melintasi wilayah khilafah, setelah ditemukannya jalur utama yang aman, sehingga bisa langsung ke Eropa. Ini membuat mata uang khilafah tertekan, sementara sumber pendapatan negara seperti tambang, tak bisa menutupi kebutuhan uang yang terus meningkat.

Paruh kedua abad ke-16, terjadilah krisis moneter saat emas dan perak diusung ke negeri Laut Putih Tengah dari Dunia Baru lewat kolonial Spanyol. Mata uang khilafah saat itu terpuruk; infasi hebat. Mata uang Baroh diluncurkan khilafah tahun 1620 tetap gagal mengatasi inflasi. Lalu keluarlah mata uang Qisry di abad ke-17. Inilah yang membuat pasukan Utsmaniah di Yaman memberontak pada paruh kedua abad ke-16. Akibat adanya korupsi negara harus menanggung utang 300 juta lira.

Dengan tak dijalankannya politik luar negeri yang Islami-dakwah dan jihad-pemahaman jihad sebagai cara mengemban ideologi Islam ke luar negeri hilang dari benak muslimin dan kholifah. Ini terlihat saat Sultan Abdul Hamid I/Sultan Abdul Hamid Khan meminta Syekh al-Azhar membaca Shohihul Bukhori di al-Azhar agar Allah SWT memenangkannya atas Rusia (1788). Sultanpun meminta Gubernur Mesir saat itu agar memilih 10 ulama dari seluruh mazhab membaca kitab itu tiap hari[.

Sejak jatuhnya Konstantinopel di abad 15, Eropa-Kristen melihatnya sebagai awal Masalah Ketimuran, sampai abad 16 saat penaklukan Balkan, seperti Bosnia, Albania, Yunani dan kepulauan Ionia. Ini membuat Paus Paulus V (1566-1572) menyatukan Eropa yang dilanda perang antar agama-sesama Kristen, yakni Protestan dan Katolik. Konflik ini berakhir setelah adanya Konferensi Westafalia (1667). Saat itu, penaklukan khilafah terhenti. Memang setelah kalahnya khilafah atas Eropa dalam perang Lepanto (1571), khilafah hanya mempertahankan wilayahnya. Ini dimanfaatkan Austria dan Venezia untuk memukul khilafah. Pada Perjanjian Carlowitz (1699), wilayah Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan Venezia dan Habsburg. Malah khilafah harus kehilangan wilayahnya di Eropa pada Perang Krim (abad ke-19), dan tambah tragis setelah Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887).

Menghadapi kemerosotan itu, khilafah telah melakukan reformasi (abad ke-17, dst). Namun lemahnya pemahaman Islam membuat reformasi gagal. Sebab saat itu khilafah tak bisa membedakan IPTek dengan peradaban dan pemikiran. Ini membuat munculnya struktur baru dalam negara, yakni perdana menteri, yang tak dikenal sejarah Islam kecuali setelah terpengaruh demokrasi Barat yang mulai merasuk ke tubuh khilafah. Saat itu, penguasa dan syaikhul Islam mulai terbuka terhadap demokrasi lewat fatwa syaikhul Islam yang kontroversi. Malah, setelah terbentuk Dewan Tanzimat (1839 M) semakin kokohlah pemikiran Barat, setelah disusunnya beberapa UU, seperti UU Acara Pidana (1840), dan UU Dagang (1850), tambah rumusan Konstitusi 1876 oleh Gerakan Turki Muda, yang berusaha membatasi fungsi dan kewenangan khalifah.