Selasa, 02 Desember 2008

HUKUM, INSTITUSI SOSIAL, DAN STRATIFIKASI HUKUM

o



HUKUM, INSTITUSI SOSIAL, DAN STRATIFIKASI HUKUM


oleh:

Dhamiry El Ghazaly





A. Institusi Sosial

1. Pengertian

Dalam bahasa Inggris di jumpai dua istilah yang mengacu pada pengertian institusi (lembaga), yaitu institute dan institution. Istilah pertama menekankan kepada pengertian institusi sebagai sarana dan organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah kedua menekankan pada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan

Istilah lembaga kemasyarakatan merupakan pengalih bahasaan dari istilah Inggris, social institution. Akan tetapi Soejono Soekanto menjelaskan bahwa sampai saat ini belum ada kata sepakat mengenai istilah Indonesia yang khas dan tepat untuk menjelaskan istilah tersebut. Ada yang mengatakan bahwa padanan yang tepat untuk istilah itu ialah pranata sosial yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat. Pranata sosial yang di tuturkan oleh Koentjaraningrat, adalah suatu sistem tata kelakuan dan tata hubungan yang berpusat pada sejumlah aktivitas masyarakat[1].dengan demikian menurut beliau, lembaga kemasyarakatan ialah sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi kebutuhan. Ahli sosiologi lain berpendapat bahwa ari social institution ialah bangunan sosial.

Pengertian-pengertian social institution yang dikutip oleh Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut.

Menurut Robert Mac Iver dan Charles H. Page, social institution ialah tata cara atau prosedur yang telah diciptakan untuk mengatur manusia yang berkelompok dalam suatu kelompok kemasyarakatan.

Howard Becker mengartikan social istitution dari sudut fungsinya. Menurutnya ian merupakan jaringan dari proses hubungan antar manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi meraih dan memelihara kehidupan hidup mereka.

Summer melihat social institution dari sisi kebudayaan. Menurut dia, ini merupakan perbuatan, cita-cita, sikap dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sifat kekal yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dari paparan singkat mengenai institusi, dapat disimpulkan bahwa institusi mempunyai dua pengertian: pertama , sistem norma yang mengandung arti pranata; kedua, bangunan. Menurut Summer, sebagaiman dikutipoleh Selo Soemarjan dan Soelaeman soemardi,yaitu an institution consist a concept idea, nation, doctrin, interest and a structure (suatu institisi terdiri atas konsep tentang cita-cita,minat, doktrin, kebutuhan, dan struktur).

Sebagai sebuah norma institusi bersifat mengikat. Ia merupak aturan yang mengatur warga kelompok dimasyarakat. Di samping itu ia pun merupakan pedoman dan tolak ukur untuk membandingkan dan mengukur sesuatu.

Norma-norma yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, berubah sesuai dengan keperluan dan kebutuhan manusia. Maka lahirlah umpanya, kelompok norma yang menimbulkan institusi keluarga dan institusi perkawinan; kelompok norma pendidikan yang menghasilkan insstitusi pendidikan;kelompok norma hukum yamg membentuk institusi hukum; seperti peradilan; kelompok norma agam yang membentuk institusi keagamaan.

Dilihat dari daya mengikatnya, secara sosiologis norma-norma tersebut dapat dibedakan menjadi empat macam; pertama, tingkatan cara (usage); kedua, kebiasaan (folkways); ketiga, tata kelakuan (mores); keempat, adapt istiadat (custom)

Usage menunjuk pada suatu bentuk perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Kekuatan mengikat norma ini paling lemah dibandingkan dengan ketiga norma yang lainnya. Folkways merupakan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama; menggambarkan bahwa kegiatan tersebut disenabgi banyak orang. Daya ikat norma ini lebih kuat daripada usage; contohnya memberi hormat kepada yang lebih tua. Tidak memberi hormat kepada yang lebih tua dianggap suatu penyimpangan.

Apabila suatu kebiasaan dianggap sebagaicara berprilaku, bahkan dianggap dan diterima sebagai norma pengatur, maka kebiasaan meningkat menjadi tahapan mores. Ia merupakan alat pengawas bagi perilaku masyarakat yang daya ikatnya lebih kuat daipada folkways dan usage.

Norma tata kelakuan yang terus menerus dalakukan sehingga integrasinya menjadi sangat kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat, daya ikatnya akan lebih kuat dan meningkat ketahapan custom. Dengan demikian, warga masyarakat yang melanggar custom akan menderiata karena mendapat sanksi yang keras dari masyarakat[2].

Di dalam uraian telah disinggung, bahwa pergaulan hidup dalam masyarakat diatur oleh kaidah-kaidah dengan tujuan untuk mencapai tata tertib. Di dalam perkembangan selanjutnya kaidah tersebut berkelompok-kelompok berbagai keperluan pokok dari kehidupan manusia seperti kebutuhan hidup kekerabatan, kebutuhan pencarian hidup, kebutuhan akan pendidikan, kebutuhan untuk menyatakan keindahan, kebutuhan jasmaniiah diri, manusia, dan lain sebagainya.

Dari contoh yang telah diuraikan dapat diambil suatu kesimpulan bahwa lembaga-lembaga kemayarakatan terdapat didalam setiap masyarakat, karena setiap masyarakat tentu mempunyai kebutuhan-kebutuhan pokok ynag apabila dikelompokkan, terhimpun menjadi lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam berbagai bidan kehidupan.dengan demikian maka suatu lembaga kemasyarakatan merupakan himpuna daripada kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, maka lembaga-lembaga kemasyarakatan mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

1. Untuk memberikan pedoman kepada masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan pokok.

2. Untuk menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan

3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial[3].

Dari penjelasan singkat tersebut terlihat nyata, bahwa tidak semua kaidah merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan,hanya yang mengatur kebutuhan pokok saja yang merupakan lembaga kemasyarakatan. Artinya bahwa kaidah-kaidah tersebur harus mengalami proses pelembagaan (institution nalization) terlebih dahulu, yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu kaidah yang baru untuk menjalanu bagian salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksud disini ialah agar kaidah tadi diketahui, dimengerti, ditaati, dan dihargai dalam kehidupan sehari-hari. Proeses pelembagaan sebenarnya tidak berhenti demikian saja, akan tetapi dapt berlangsung lebih jauh sehingga suatu kaidah tidak saja melembaga akan tetapi bahkan menjiwai bahkan mendarah daging pada masyarakat.

B. Stratifikasi Sosial dan Hukum

Stratifikasi sosial merupakan suatu konsep dalam sosiologi yang melihat bagaimana anggota masyarakat dibedakan berdasarkan status yang dimilikinya. Status yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat ada yang didapat dengan suatu usaha (achievement status) dan ada yang didapat tanpa suatu usaha (ascribed status). Stratifikasi berasal dari kata stratum yang berarti strata atau lapisan dalam bentuk jamak.

Pitirin A. Sorokin mendefinisikan stratifikasi sebagai pembedaan penduduk atau anggota masyarakat ke dalam kelas-kelas secara hierarkis. Sedangkan menurut Bruce J. Cohen sistem stratifikasi akan menempatkan setiap individu pada kelas sosial yang sesuai berdasarkan kualitas yang dimiliki.

Stratifikasi dapat terjadi dengan sendirinya sebagai bagian dari proses pertumbuhan masyarakat, juga dapat dibentuk untuk tercapainya tujuan bersama. Faktor yang menyebabkan stratifikasi sosial dapat tumbuh dengan sendirinya adalah kepandaian, usia, sistem kekerabatan, dan harta dalam batas-batas tertentu.

Mobilitas sosial merupakan perubahan status individu atau kelompok dalam stratifikasi sosial. Mobilitas dapat terbagi atas mobilitas vertikal dan mobilitas horizontal. Mobilitas vertikal juga dapat terbagi dua, mobilitas vertikal intragenerasi, dan mobilitas antargenerasi.

Berkaitan dengan mobilitas ini maka stratifikasi sosial memiliki dua sifat, yaitu stratifikasi terbuka dan stratifikasi tertutup. Pada stratifikasi terbuka kemungkinan terjadinya mobilitas sosial cukup besar, sedangkan pada stratifikasi tertutup kemungkinan terjadinya mobilitas sosial sangat kecil.

Untuk menjelaskan stratifikasi sosial ada tiga dimensi yang dapat dipergunakan yaitu : privilege, prestise, dan power. Ketiga dimensi ini dapat dipergunakan sendiri-sendiri, namun juga dapat didigunakan secara bersama.

Karl Marx menggunakan satu dimensi, yaitu privilege atau ekonomi untuk membagi masyarakat industri menjadi dua kelas, yaitu kelas Borjuis dan Proletar. Sedangkan Max Weber, Peter Berger, Jeffries dan Ransford mempergunakan ketiga dimensi tersebut. Dari penggunaan ketiga dimensi tersebut Max Weber memperkenalkan konsep : kelas, kelompok status, dan partai.

Kelas sosial merupakan suatu pembedaan individu atau kelompok berdasarkan kriteria ekonomi. Untuk mendalami kelas sosial ini Soerjono Soekanto memberikan 6 kriteria tradisional.

Menurut Horton and Hunt keberadaan kelas sosial dalam masyarakat berpengaruh terhadap beberapa hal, diantaranya adalah identifikasi diri dan kesadaran kelas sosial, pola-pola keluarga, dan munculnya simbol status dalam masyarakat.

Bentuk stratifikasi dapat dibedakan menjadi bentuk lapisan bersusun yang diantaranya dapat berbentuk piramida, piramida terbalik, dan intan. Selain lapisan bersusun bentuk stratifikasi dapat juga diperlihatkan dalam bentuk melingkar. Bentuk stratifikasi melingkar ini terutama berkaitan dengan dimensi kekuasaan.

Ada tiga cara yang dapat kita lakukan untuk bisa mengetahui bentuk dari stratifikasi sosial. Ketiga cara tersebut adalah dengan pendekatan objektif, pendekatan subyektif, dan pendekatan reputasional.

Stratifikasi sosial disini diartikan sebagai perbedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat atau secata hierarkis. Oleh karena itu, para ahli sosiologi hukum biasanya mengemukakan suatu hipotesis bahwa semakain komplek stratifikasi sosial dalam masyarakat, semakin banyak hukum yang mengaturnya. Statifikasi sosial yang dimaksud, diartikan sebagai suatu keadaan yang mempunyai tolak ukur yang banyak atau ukuran yang dipergunakan sebagai indicator untuk mendudukan seseorang kedalam posisi sosial tertentu.

Sudah menjadi kenyataan yang tidak asing lagi, bahwa hukum merupaka salah satu gejala sosial sama halnya dengan ekonomi, politik, pendidikan, dan seterusnya. Bahwa telah disadari hukum dan gejala sosial lainnya saling mempengaruhi. Namun, disatu pihak, hukum dapat hukum dapat dipelajari tersendidri terlepas dari gejala sosial lainnya dan di pihak lain ada yang lebih senang mempelajari hukun dan kaitannya dengan gejala sosial lainnya.

Dalam setiap masyarakat pasti ada sesuatu yang dihargai. Sesuatu yang dimaksud akan melahirkan suatu system sosial yang berlapis-lapis atau stratifikasi sosial pada masarakat yang dimaksud. Stratifikasi sosial ialah perbedaan penduduk secara bertingkat-tingkat berdasarkan hierarkinya. Suatu contoh: masyarakat Bali mempunyai beberapa kasta. Kasta-kasta dimaksud, antara satu dengan yang lainnya tidak pernah sederajat. Selain itu dapat pula diungkapkan bahwa dalam masyarakat di Sulawesi Tengah tampak adanya masyarakat yang kaya, miskin, dan masyarakat menengah.

C. Hubungan Institusi Sosial, Stratifikasi Sosial dengan Hukum

Masalah yang dapat timbul darihubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan dengan hukum ialah pertama-tama, dapatkah hukum dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan? Dengan melihat bahwa hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah yang bertujuan untuk mencapai suatu kedamaian, maka dapat dikatakan bahw hukum daharapkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketertban dan ketentraman, yang merupakan suatu kebutuhan pokok masyarakat. Bahwa hukum merupakan lembaga kemasyarakatan, karena disamping sebagai gejala sosial (das sein), hukm juga mengandung unsure-unsur yang ideal (das sollen). Apabila telah dicapai kesepakatan bahwa hukum dakatakan sebagai lembaga kemasyarakatan, maka pertanyaan berikutnya ialah apakah hubungan hukum dengan lembaga kemasyarakatan lainnya?

Pertanyaan tersebut diatas dapat dijawab dengan menelaah macam-macam lembaga kemasyarakatan yang dapat dijumpai dalam lingkungan masyarakat. Bernacam-macam lembaga kemasyarakatantersebut antara lain disebabkan karena adanya klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan. Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan tersebut dapat diklasifikasikan dari berbagai sudut. Menurut Gillin dan Gilin adalah sebagai beriut :

  1. Dari sudut perkembangannya dikenal dengan adanya crescive institution dan enacted institution. Crescive institution merupakan lembaga utama yang dengan sendririnya tumbuh dari adapt istiadat masyarakat. Sebaliknya, enacted institution, dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, tetapi yang tetap didasari pada kebiasaan-kebiasaan di dalam masyarakat. Pengalaman di dalam melaksanakan kebiasaan tersebut kemudian disistemanisir yang kemudian diatur dan dituangkan kedalam lembaga yang di sahkan oleh penguasa.
  2. Dari sudut system nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atau basic institution dan subsidiary institution. Basic instiution dianggap lembaga kemasyarakatan yang amat pentibg untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Sebaliknya subsidiary institution dianggap kurang penting, misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi. Ukuran apa yang embedakan apakah suatu lembaga masyarakat dianggap sebagai basic atau subsidiary berbeda pada masing-masing masyarakat dan ukuran tersebut juga tergantung pada masyarakat hidup.
  3. Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan antara approved atau socilly sanctioned institution dengan unsanctioned institution. Yang pertama merupakan lembaga yang diterima oleh masyarakat, sedangkan yang kedua merupakan lembaga yang ditolak oleh masyarakat, walaupun kadang-kadang masyarakat tidak berhasil untuk memberantasnya.
  4. Perbedan anatara general institution dengan restricted institution terjadi apabila klasifikasi didasarkan pada factor penyebarannya.
  5. Dari sudut fungsinya, terdapat perbedaan antara operative instistution dengan regulative institution. Yang pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata catra yang dipeerlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, sedangkan yang kedua bertujun untuk mengawasi tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak dari lmbaga itu sendiri

Setiap masyarakat yang mempunya system nilai-nilai yang menentukan lembaga kemasyarakatan manakah yang dianggap sebagai pusat dari pergaulan hidup masyarakat yang kemudian dianggap sebagai lembagai sebagai posisi teratas.

Dengan melihat uraian diatas, maka tidak mudah untuk menentukan hubungan hukum denga lembaga kemasyakatan yang lain terutama dal menentukan hubungan timbale baik yang ada. Hal ini bergantung pada nilai masyarakat dan pusat perhatian penguasa terhadap aneka lembaga kemasyarakatan. Dan sedikit banyaknya ada pengaruh dari anggapan-anggapan tentang kebutuhan apa yang pada suatu saat merupakan kebutuhan pokok.

Lembaga kemasyarakatan yang ada pada suatu waktu mendapat penilaian tertinggi dari masyarakat, mungkin lembaga kemayarakatan yang mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap lembaga-lembaga lainnya. Namun demikian, lembaga kemasyarakatan yang primer dal, suatu masyarakat apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. sumber hukum tersebut mempunyai wewenang (authority) dan wibawa (prestigeful)

2. hukum tadi jelas secara yridis, folosofis maupun sosiologis;

3. penegak hukum dapat dijadikan telada bagi factor kepatuhan terhadap hukum;

4. diperhatikannya factor pengendapan hukm di dalam jiwa pada masyarakat;

5. sanksi-sanksi yang negative maupun positif dapat dipergunakan untuk menunjang hukum;

6. para penegak dan pelaksana hukum harus merasa diriny terikat pada hukum yang diterapkan dan membuktikannya di dalam pola perilakunya;

7. perlindungan yang efektif terhadap mereka yang terkena aturan hukum.

Paul Bohannan menyatakan sebagiamana dikutip oleh Soerjono Soekanto bahwa, suatu lembaga hukum merupakan suatu alat yang dipergunakan oleh warga masyarakat untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi dan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan daripada aturan yang terhimpun dalam berbagai lembaga kemasyarakatan.

Bohannan selanjutnya mengatakan, bahwa hukum terdiri atas aturan dan kebiasaan yang telah mengalami proses pelembagaan kembali (reinstitutionialized) artinya, kebiasaan-kebiasaan dari lemaga kemasyarakatan tertentu diubah sedemikian rupa sehingga dapat dipergunakan oleh lembaga-lmebaga kemasyarakatan lainnya yang memang dibentu untuk maksud tersebut. Lembaga-lembaga hukum berbeda dengan lembaga kemasyarakatan lainnya atas 2 (dua) dasar criteria, yaitu pertama-pertama, lembaga hukum memberi ketentuan tentang tata cara menyelesaikan perselisihan yang timbul dalam hubungannya dengan tugas-tugas kemasyarakatan lainnya. Selain itu lembaga hukum mencakup dua jenis aturan, yakni penerapan kembali daripada aturan-aturan lembaga nonhukum (yaitu hukum substantife) dan aturan yang menatur daripada lembaga-lembaga hukum itu sendiri (yaitu hukum ajektif).

Hubungan antar kekuasaan, lapisan social dan hukm dikatan Mclver sebagai berikut:

“Every conferment of right, civil of political, and an originally subjeck class narrows the distances between rules dan ruled and involves a change not only in the distribution, but also in the distribution, but also in the character of power. The investment of a subjeck class with right is conferment of degree of a power on them, the power top pursue new apportunities, to seek new objectives, to give ekspresioan to their opinions”

Melalui system hukum, hak dan kewajiban ditetapkan untuk warga masyrakat yang menduduki posisi tertentu kepada seluruh masyarakat. Hak dan kewajiban mempunyai sifat timbal balik, artinya hak seseorang menyebabkan timbulnya kewajiban pada pihak lain dab sebaliknya. Sejalan dengan itu, kebebasan yang diberikan kepada golongan-golonagn tertentu, menyebabkan pembatasan pada golongan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakna bahwa hukum merupakan refleksi dri pembagian kekuasaan dan memberi pengaruh terhadap lapisan social dalam masyarakat.

System lapisan social ada yang dibentuk secara sengaja, seperti yang terdapat pada institusi-institusi, lembaga-lembaga yang ada pada pemerintah dan lembaga lainya. Suatu lapisan social yang tidak sengaja dibentuk, menghasilkan hak dan kewajiban tertentu bagi warganya, antara lain dapat dijumpai pada masyarakat tani daerah pedesaan di Jawa. Para petani biasaya membedakan antar wong baku, lapisan tertinggi yang terdiri dari orang-orang yang prtama tingal untuk menetap di desa yan bersangkutan, kemudian lapisan kedua yang disebut kuli gandok atau lindung yang terdiri lak-laki yang telah berkeluarga dan lapisan ketiga yang terdiri dari bujangan yang dinamakan joko atu sinoman. Masing-masing lpisan tadi mempunyai hak dan kewajiban yang dengan tegas dibedakan sera dipertahankan melalui system pengendalian social yang ada.

Sehubungan yang telah dijelaskan, dapatlah ditemukan paling sedikit dua hipotesis, yakni:

  1. semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi, semakin sedikit hukum yang mengaturnya
  2. semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi semakin banyak huku yang mengaturnya.






Dalam uraian yang telah dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa melihat bahwa hukum merupakan kumpulan kaidah-kaidah yang bertujuan untuk mencapai suatu kedamaian, maka dapat dikatakan bahw hukum daharapkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketertban dan ketentraman, yang merupakan suatu kebutuhan pokok masyarakat. Bahwa hukum merupakan lembaga kemasyarakatan, karena disamping sebagai gejala sosial (das sein), hukum juga mengandung unsur-unsur yang ideal (das sollen). Apabila telah dicapai kesepakatan bahwa hukum dakatakan sebagai lembaga kemasyarakatan,kemudian kita lihat hubungan hukum dengan lembaga kemasyarakatan lainnya dengan cara menelaah macam-macam lembaga kemasyarakatan yang dapat dijumpai dalam lingkungan masyarakat. Bermacam-macam lembaga kemasyarakatan tersebut antara lain disebabkan karena adanya klasifikasi tipe-tipe lembaga kemasyarakatan. Setiap masyarakat yang mempunya system nilai-nilai yang menentukan lembaga kemasyarakatan manakah yang dianggap sebagai pusat dari pergaulan hidup masyarakat yang kemudian dianggap sebagai lembagai sebagai posisi teratas.

Para sarjana hukum dan sosiologi telah mencoba untuk menelaah antar struktur social dan hukum. Walaupun tidk secara mendalam, telah pula diusahakan untuk mengemukakan persoalan apakah hukum yang lebih penting dari struktur ssosial atau sebaliknya. Dari sekian banyak usaha yamh telah dilakukan melalui keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan yang didasarkan pada kegunaan menelaah hubungan antara struktur dengan hukum.

Bagi para sosiolog, nyata bahwa hukum merupakan lembaga kemasyarakatan fungsional yang berhubungan dan saling pengaruh mempengaruhi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya.hukum dan kedaan tertentu menyesuaikan diri dengan struktur ssosial, tetapi dalam keadaan lain hal sebaliknya terjadi. Dan gejala ini merupakan bagian dari proses socialyang terjadi secara menyeluruh.

Para ahli atau sarjana hukum, hubungan antara sruktur social dengan hukum memberikan pengertian yang lebih mendalam tentang lingkungan social-budaya dimana hukum berlaku. Disamping itu, merek pun mendapat menelaah dalam keadaan-keadaan apakah hukum meruakan depedent variabl dan bilamana hukum meupakan independent variabl di dalam hubungan dengan gejala social lainny. Dengan mempelajari struktur social, disamping pengetahuan hukum.

Melalui system hukum, hak dan kewajiban ditetapkan untuk warga masyrakat yang menduduki posisi tertentu kepada seluruh masyarakat. Hak dan kewajiban mempunyai sifat timbal balik, artinya hak seseorang menyebabkan timbulnya kewajiban pada pihak lain dab sebaliknya. Sejalan dengan itu, kebebasan yang diberikan kepada golongan-golonagn tertentu, menyebabkan pembatasan pada golongan lainnya. Dengan demikian dapat dikatakna bahwa hukum merupakan refleksi dri pembagian kekuasaan dan memberi pengaruh terhadap lapisan social dalam masyarakat.

Sehubungan yang telah dijelaskan, dapatlah ditemukan paling sedikit dua hipotesis, yakni;(1) semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi, semakin sedikit hukum yang mengaturnya; (2) semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi semakin banyak hukum yang mengaturnya.

DAFTAR PUSTAKA

Atang Abd. Hakim,Jaih Mobarok.

1999.Metodologi studi Islam.Bandung:PT. Remaja Rosda Karya

Soelaiman,Munandar.

1986.Ilmu social Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial.Bandung:Refika Aditama

Soerjono,Soekanto.

1980.Pokok-Pokok Sosiologi Hukum.Bandung:Raja Grafindo Persada

Soemarjan,Selo dan soelaiman Soemardi.

1964. Setangkai Bunga Sosiologi.Jakarta:Fakultas Ekonomi UI


[1] Atang Abd Hakim,Jaih Mubarok.Metodologi Studi Islam. (Bandung:Remaja Rosda Karya,1999)hlm.130

[2] Selo Soemarjan dan Soelaiman Soemardi. Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta:Fakultas Ekonomi UI,1964) hlm. 61.

[3] Soerjono Soekanto. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta:Grafindo Persada,1980) hlm. 78.

Tidak ada komentar: