Senin, 14 Juni 2010

Pidana Penjara, Pidana Tutupan, dan Pidana Kurungan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Unfortunately, as is often the case in sociology, the more we research into a problem, the less clear out things become. Ungkapan terkenal dari Peter Aggleton yang sangat dikenal dalam kriminologi modern seolah menggambarkan kepada kita betapa sulitnya untuk memahami dengan jelas tentang sebab-sebab suatu permasalahan kriminalitas. Apalagi dalam hal ini untuk meyakinkan adanya potensi atau kemungkinan (possibility) seorang koban kejahatan (victim) yang telah menderita justru menjadi salah satua faktor causa terjadinya kejahatan.
Sahetapy menyatakan bahwa masalah kausa kejahatan selalu merupakan masalah yang menarik, baik sebelum maupun sesudah kriminologi mengalami pertumbuhan dan perkembangan seperti dewasa ini. Dari satu sisi pemahaman ini seolah tidak adil dan tidak menunjukkan empati pada korban kejahatan tersebut. Sejak zaman Orde baru dahulu masalah stabilitas nasional termasuk tentunya di bidang penegakan hukum telah menjadi komponen utama pembangunan. Salah satu unsur dalam trilogi Pembangunan yang didengung-dengungkan dulu adalah ingin diwujudkannya dalam usaha pembangunan nasional adalah “terciptanya stabilitas nasional yang aman dan dinamis”. Namun sampai era reformasi dewasa ini pekerjaan tersebut tidak pernah selesai.
Padahal adanya kondisi penegakan hukum yang mewujudkan stabilitas nasional tersebut merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Dengan adanya stabilitas nasional yang aman dan dinamis itu akan memungkinkan negara dan rakyat hidup dalam keadaan aman dan damai, bebas dari segala ancaman dan rongrongan. Namun dalam kenyataannya dalam usaha untuk mewujudkan cita-cita nasional tersebut terdapat kendala-kendala yang dijumpai dalam kehidupan masyarakat baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam masyarakat itu sendiri.
Salah satu kendala atau hambatan itu adalah prilaku individu atau sekelompok individu yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, baik norma yang tidak tertulis seperti norma kesusilaan, kesopanan, adat istiadat, agama maupun dalam konteks ini terutama norma hukum pidana yang sifatnya tertulis yang oleh masyarakat disebut sebagai kejahatan.
Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomis materil maupun yang bersifat immateril yang menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Secara tegas dapat dikatakan bahwa kejahatan merupakan tingkah laku yang anti sosial (a-sosial).
Bukanlah tanpa alasan, jika usaha manusia untuk memberlakukan hukum sudah berusia setua dirinya. Paling sedikit manusia memerlukan hukum untuk mengatur perilaku dirinya dalam hubungan dengan manusia lain. Aturan itu diperlukan, karena hubungan antarmanusia itu berbeda dari hubungan dalam sekawanan kijang atau serigala. Perbedaan itu terletak terutama dalam kenyataan bahwa hubungan antarmanusia itu merupakan akibat dari tindakan yang dilatarbelakangi oleh pengertian (akal) dan kebebasan kehendak dan bukanya digerakan oleh naluri semata.
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas, Rumusan masalah dibawah ini akan memaparkan tentang berbagai macam bentuk pidana dan pemidanaan yang berlaku dalam hukum yang ada Di Indonesia dengan mengambil Judul ”Pidana Penjara, Pidana Tutupan, dan Pidana Kurungan”. Penulis pun mencoba memberikan batasan -batasan masalah dalam penulisan makalah ini diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan Pidana Penjara, Pidana Tutupan dan Pidana Kurungan?
2. Bagaimana Perbedaan antara ketiganya?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin penulis capai dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memperluas wacana keilmuan tentang dunia tulis menulis dan mengasah keterampilan penulis sebagai mahasiswa.
Diharapkan dengan penulisan makalah ini memperkokoh keyakinan dan khazanah keilmuan penulis dalam mata kuliah Hukum Panintensier sebagai mata kuliah yang lebih spesifik dijurusan Ilmu Hukum untuk memperkuat dasar keilmuan dalam bidang hukum khususnya untuk pembahasan ”Pidana Penjara, Pidana Tutupan, dan Pidana Kurungan”.
D. Metode Penulisan
Sistem yang digunakan dalam penulisan makalah ini sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dan seperti penulisan buku-buku lainnya, mulai dari cover, kemudian kata pengantar dan daftar isi yang diteruskan dengan bab pendahuluan, setelah itu dilanjutkan bab pembahasan dan diakhiri dengan bab penutup.
Metode yang digunakan untuk menyusun makalah ini adalah metode deskriptif atau kepustakaan dengan cara mengumpulkan beberapa buku yang sesuai dengan judul yang diambil sebagai literatur atau sumber bacaan. Dan sebagian penulis dapatkan dari media informasi salah satunya teknologi internet. Juga sebagai bahan acuan yang paling penting dalam proses penulisan makalah ini penulis juga berdiskusi dengan beberapa teman tentang tema yang diangkat.


























BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Hukum Panintensier Hukuman Utama dan Teori-Teori Hukuman
Hukum Panintensier ialah segala peraturan positif mengenai “Sistem Hukuman (=Strafstelsel) dan “Sistem Tindakan” (=Matregelstelsel); dan merupakan sebagian hukum positif, yakni bagian yang menentukan jenis sanksi atas pelanggaran, beratnya sanksi, lamanya sanksi dan cara serta tempat sanksi tersebut dilaksanakan.
Sanksi itu dapat berupa “hukuman” atau “tindakan” dan semuanya merupakan suatu sistem: dan ilmu hukum Panintensier mempelajari sistem tersebut. Setelah zaman kemerdekaan RI maka WvS tahun 1915 sebanyak mungkin disesuaikan dengan keadaan dan kepentingan suatu negara nasional, kemudian beberapa ketentuan yang bersifat colonial dicabut berdasarkan Undang-Undang RI 1946 nomor 1, Berita RI Tahun II Nomor 9 ( tanggal 15 Maret 1946).
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang RI tahun 1946 Nomor 20, Berita RI Tahun II Nomor 24 (tanggal 1 dan 15 nopember 1946), ditambah lagi satu jenis hukuman utama, yaitu “Hukuman Tutupan”, sehingga hukuman itu sekarang semuanya menjadi lima jenis:
Hukuman Utama Menurut KUHPidana ialah sebagaimana diatur dalam :
Pasal 10
Pidana Terdiri atas:
a. Pidana Pokok :
1. Pidana Mati ;
2. Pidana Penjara ;
3. Pidana Kurungan;
4. Pidana Denda ;
5. Pidana Tutupan.
b. Pidana Tambahan :
1. Pencabutan hak – hak tertentu;
2. Perampasan barang – barang tertentu;
3. Pengumuman putusan hakim.
Disini dapat dilihat bahwa undang-Undang membedakan dua macam hukuman yaitu: hukuma Pokok (utama) dan hukuman tambahan, dan lagi satu kejahatan atau pelanggaran hanya boleh dijatuhkan satu hukuman pokok (utama) saja, kecuali dalam perkara Tindak Pidana Ekonomi (Undang – Undang No. 7/Drt/1955) dan tindak Pidana Subversi (Undang – Undang No. 11/PnPs/1963) maka kumulasi hukuman pokok dapat dijatuhkan, yaitu hukuman badan dan hukuman denda sekaligus.
Adapun hukuman tambahan gunanya untuk menambah hukuman pokok jadi tidak mungkin dijatuhkan hukuman tambahan “sendirian”. Dalam KUHPidana ada beberapa Kejahatan yang diancam dengan Hukuman Mati, misalnya:
a. Makar membunuh Kepala Negara, pasal 104
b. Mengajak Negara asing guna menyerang RI, Pasal 111 ayat (2),
c. Membunuh Kepala Negara Sahabat, Pasal 140 ayat (3),
d. Pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu, Pasal 140 ayat (3) dan 340,
e. Pencurian dengan kualifikasi (gequalificeerde diefstall) Pasal 365 ayat (4),
f. Pembajakan di laut, di pantai, di kali sehingga ada orang mati, Pasal 444,
g. Dalam waktu perang mengkhianati dan menyerahkan kepada musush, membinasakan tempat penjagaan, alat perhubungan, gudang, sesuatu bekal perang; dan menyebabkan huru – hara, pemberontakan atau melarikan diri di kalangan tentara; Pasal 124 ayat (3),
h. Dalam waktu perang menipu waktu menyampaikan keperluan angkatan perang, Pasal 127 dan 129,
i. Pemerasan dengan pemberatan, Pasal 368 ayat (2).
Pasal 11 KUHPidana mengatur tentang pelaksanaan hukuman mati yaitu dijalankan oleh algojo di tempat penggantungan, akan tetapi oleh karena ketentuan termaksud sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan situasi Kemerdekaan RI maka dengan penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964 pelaksanaan Pidana Mati dilaksanakan dengan ditembak sampai mati disuatu tempat dalam daerah hukuman pengadilan yang menjatuhkan hukuman dalam tingkat pertama.
Ada beberapa teori tentang hukuman itu, ialah :
1. Teori Pembalasan (=Vergeldingstheorie)
Pepatah Kuno mengatakan :”Siapa yang membunuh harus dibunuh”.
2. Teori menakut-nakuti (=Afschrikingstheorie)
Hukuman harus membuat orang menjadi takut untuk melakukan kejahatan.
3. Teori Memperbaiki (=Verbenteringstheorie)
Dengan hukuman itu dimaksudkan untuk memperbaiki akhlak orang yang telah berbuat kejahatan.
4. Teori Gabungan (=Vermengistheorie)
Dengan hukuman itu di samping sebagai pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukanya, juga bermaksud untuk mencegah kejahatan, menakut-nakuti agar orang tidak berbuat kejahatan, memperbaiki akhlak orang yang telah melakukan kejahatan, juga untuk mempertahankan tata tertib dalam kehidupan bersama.

B. Pengertian Pidana Penjara
A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah(2006:284) menegaskan bahwa pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan .
Ruslan shaleh (1989:,62, bahwa pidanapenjarapidana utama didalam pidana kehilangan kemerdekaan, dan pidana penjara ini dapat dijatuhkan seumur hidup atau sementara waktu). Sedangkan menurut PAF Lamintang (1988: 69) bentuk pidana penjara adalah merupakan suatu pidana berupa pembatasan kebebbasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam sebuah lembaga pemasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tatatertib yang berlaku dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.
Dr. Andi hamzah sh (1993:38) menyatakan : Pidana penjara disebut pidana hilang kemerdekaan, bukan saja dalam arti sempit bahwa ia tidak merdeka berpergiaan tatapi juga narapidana itu kehilangan hak-hak tertentu seperti :
a) Hak untuk memilih dan dipilih.
b) Hak muntuk memangku jawaban pablik
c) Hak untuk bekerjapada perusahaan-perusahaan
d) Hak untuk mendapatkan perizinan-perizinan tertentu seperti izin usaha dan izin praktek
e) Hak untuk mengadakan asuransi hidup
f) Hak untuk tetap dalam ikatan perkawinan
g) Hak untuk kawin, dan
h) Beberapa hak sipil lainnya.
Pasal 12 KUHPidana
(1) Hukuman penjara itu lamanya seumur hidup atau untuk sementara.
(2) Hukuman penjara sementara itu sekurang-kurangnya satu hari dan selama – lamanya lima belas tahun berturut – turut.
(3) Hukuman penjara sementara boleh dijatuhkan selama-lamanya dua puluh tahun berturut – turut, dalam hal kejahatan yang menurut pilihan hakim sendiri boleh dihukum mati, penjara seumur hidup, dan penjara sementara, dan dalam hal lima belas tahun itu dilampaui, sebab hukuman ditambah, karena ada gabungan kejahatan atau karena berulang-ulang, karena ada gabungan kejahatan atau karena berulang-ulang membuat kejahatan atau karena aturan pasal 52.
(4) Lamanya hukuman penjara sementara itu sekali- kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun.
Pasal 13 KUHPidana
Orang yang dihukum penjara di bagi atas beberapa kelas .
Jadi para terhukum penjara di bagi atas empat kelas : yang terberat masuk KI.I, kemudian K1.II, K1. III dan akhirnya K1.IV.

Pasal 14 KUHPidana
Orang yang dihukum penjara wajib melakukan pekerjaan yang diperintahkan kepadanya, menurut peraturan untuk menjalankan Pasal 29.

C. Sejarah Perkembangan Pidana Penjara
Pidana penjara dikenal sejak abad XVI atau abad XVII tatapi berbeda dengan penjara pidana dewasa kini, sejak abad 17 dimana-mana orang mulai membangun apa yang disebut tuchthuizen (lembaga penertiban) dan apa yang disebut werkplaatsen (lembaga-lembaga lerja) mula di amsterdam kemudian di hendesteden atau semua negara dibelanda dan kemudian disusul dengan lembaga-lembaga yang sejenis hampir diseluruh eropa, antara lain apa yang disebut verberterhuis atau lembaga untuk memperbaiki anak laki-laki di roma tahun 1703 dan apa yang disebut tuchtuis (lembaga penertiban di gened tahun 1972.
Sejak saat itu, orang menghendaki agar pidana penjara itu mempunyai tujuan yang tersindiri yaitu bukan maksud untuk menutup dan membuat jera para terpidana melainkan juga memperbaiki para terpidana dengan mewajibkan mereka mentaati peraturan-peraturan tata tertib dan mendidik mereka secara sisitematis untuk melakukan pekerjaan. Tuchthuis adalah rumah penertiban yaitu rumah penjara yang bersifat berat sedangkan raphuis adalah rumah penjara dimana para terpidana diberikan pelajran tentang bagimana melicinkan permukaan dari kayu dengan menggunakan ampelas dan spinhuis adalah rumah penjara dimana kepada para terpidana diberikan pelajaran bagamana menguntai benang.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah lembaga permasyarakatan diindonesia adalah ordonasi 10 Desember 1917. No 708 yang dikenal dengan sebutan gestichtent reglement. Menurtketentuan pasal 24 jo to pasal 29 KUHP terpidana penjara wajib mengerjakan semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya dan mengenai hal itu termasuk perbedaan tempat menjalani pidana penjara, kurungan atau kedua-dunaya. Untuk para justiabel peradilan umum diatur dalam gestichtenreglemnt yang antara lain mengatur :
a. Dirumah-rumah penjara atau pemansyarakatan ditempatkan tahanan, dan yang dimaksud dengan tahanan atau devenangenen adalah :
1) Mereka yang yang menjalani pidana penjara dan kurungan
2) Mereka yang dikenakan penahanan sementara
3) Orang-orang yang disandara
4) Orang-orang lain yang bukan menjalani pidana perampasan kemerdekaan akan tatapi ditahan berdasakna undang-undang
b. Rumah-rumahpemasyarakatan berada dibawah penguassaan dann pengawasan menteri kehakiman dan pelaksanaan pengawasan dan penguasan itu dijalankan oleh kepala rumah-rumah pemasyarakatan yang bersangkutan
c. Kepala rumah pemasyarakatan hanya dapat menerima seseorang untuk ditahan berdasarkan putusan hakim surat perintah atau penentapan yang dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang.
d. Ketentuan-ketentuan yang mengenai pengunjungan rumah pemasyarakatan selain dari pegawai
e. Mereka yang menjalani pidana penjara dibagi dalam empat kelas yaitu :
1) Kelas I
a) Yang menjalani pidana seumur hidup
b) Yang menjalani pidana penjara terbatas yang bandel atau berbahaya
2) Kelas II
Mereka yang dipidana penjara lebih dari 3bulan
Terpidana kelas satu yang diturunkan kekelas ii
Terpidana kelas iii yang dikembalikan ke kelas ii
3) Kelas III
Mereka yang diturunkan dari kelas ii karena selama 6 bulan berturut-turut telah menunjukan kelakuan baik
4) Kelas IV
Mereka yang dipidana 3 bulan atau kurang.
a. Para terpidana perampasan kemerdekaan wajib mengerjakan pekerjaan yang dibebankan kepada mereka baik dalam tembok penjara maiupun diluar tembok penjara
b. Mereka yang disandra, ditahan sementara dan yang menjalani pidana kuraungan dapat memperbaiki makanan dan tempat tidurnya atas biaya sendiri

D. Pidana kurungan
Sama halnya dengan pidana penjara, pidana kurungan juga merupakan suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang melanggar peraturan tersebut.
Lembaga pidana kurungan sebenarnya berasal dari lembaga mprisonnement pour contravention depoliceuang terdapat dalam kode penal prancis dan mempunyai pengertian yang sama dengan half dijerman. Adapun jangka waktu pidana kurungan sebagamana diatur dala pasal 18 KUHP : Paling sedikit satu hari paling lama setahun dan jika ada pemberatan karena gabungan atau pengulangan dan karena ketentuan pasal 52 dapat ditambah menjadi 1 tahun 4 bulan. Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih daaaaaaaari satu tahun empat bulan.
Beberapa pasal dalam gestichtenreclement ternyata telah menentukana adanya bebrapa keistimewaan kemudahan bagi orang-orang yang menjalankan pidana kurungan didalam lembaga pemasyrakatan dibandingkan orang-orang yang menjalankan pidana penjara.
Beberapa ketentuan mengenai keistimewaan bagi terpidana yang menjalankan kurungan, yaitu :
1) Para terpidana memunyai HAK PISTOLE yaitu atas biaya sendiri dapat mengusahakan kemudahan-kemudahan bagi hidupnya selama dalam lembaga pemasyrakatan misalnya mengurusi makanan dan atau alat-alat tidur dengan melalui petugas lembaga pemasyarakatan (pasal 93 ayat 1 GR).
2) Para terpidana diberikan pekerjaan wajib yang sifatnya lebih ringan dubandingkan dengan orang yang menjalankan pidana penjara (pasal 57 ayat 2 GR)
3) Dengan persetujuan kepada lembaga pemasyarakatan terpidana kerungan didalam lembaga pemasyarakatan dapat dibenarkan untuk memakai pakaian mereka sendiri
4) Maksimum ancaman pidana kurungan adalah 1 tahun dan dapat diperberat menjadi 1 tahun 4 bulan dalam hal perbarengan, pengulangan atau karena ketentuan pasal 52 dan dan 52a KUHP
5) Apabila para terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalankan pidana, masing-masing dalam suatu tempat lembaga pemasyaraktan maka terpidana kurungan harus terpisah tempatnya.
6) Pidana kurungan dilaksanakan dalam daerah terpidana sendiri.
Dari sudut pembuiatan undang undang lazimnya pidana kurungan di ancam kepada:
1) Kejahatan kejahatan culpa. Dean dalam hal terhadap kejahatan tersebut di pandang wajar untuk diancamkan dengan pidana penjara maka ancaman pidana itu di susun secara alternatif antara ancaman pindana penjara dan kurungan dan mungkin juga dengan pidana penjara dan kurungfan dan mungkin juga dengan pidana denda. Dalam hal; lain dialternatifkan antara pihak kurungan dengan denda. Dari sudut penjatuhan pidana biasanya yang dijatuhkan adalah pidana kurungan namun apabila karena keadaan pelaku atau diluar pelaku dipandang sebagai pemberatan maka dijatuhkan pidana penjara dan jika dipandang sebagai sangatmerigankan dijatuhkan pidana denda.
2) Pelanggaran yang biasanya diancamkan secara alternatifdengan pidana denda. Bahkan untuk beberapa pelanggaran justru pidana denda tersebut yang lebih menonjol.
Lamanya hukuman kurungan minimal satu hari dan maksimal satu tahun, dengan catatan bahwa maksimal ini dapat ditambah hingga menjadi satu tahun empat bulan, apabila terdapat:
a. Gabungan perbuatan (=samenloop);
b. Berulangnya melakukan kejahatan (=recidive)
c. Melanggar ketentuan dalam Pasal 52 KUHPidana;
Pasal 18 KUHPidana
(1) Lamanya hukuman kurungan (hechtenis) serendah – rendahnya satu hari dan selama – lamanya satu tahun (KUHPidana 97);
(2) Hukuman itu boleh dijatuhkan selama-lamanya satu tahun empat bulan dalam hal dimana hukuman ditambah lantaran ada beberapa kejahatan yang dilakukan berulang-ulang atau karena hal yang ditentukan pada pasal 52 tempo yang satu tahun itu dilalui (KUHPidana 65,70,488)
(3) Hukuman itu sekali-kali tidak boleh lebih lama dari satu tahun empat bulan
E. Perbedaan Antara Hukuman Kurungan dengan Penjara
Perbedaan yang penting antara hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah :
1) Hukuman penjara dapat dijalankan dalam penjara dimana saja sedangkan hukuman kurungan dengan tidak semaunya terhukum tidak dapat dijalankan diluiar daerah, dimana ia bertempat tinggal atau berdiam waktu hukuman itu dijatuhkan
2) Orang yang dihukum penjara pekerjaanya lebih berat dari pada yang dihukum kurungan
3) Orang yang dihukum kurungan mempunyai hak pistol, hak untuk memperbaiki keadaannya di rumah penjara dengan ongkos sendiri, sedang yang dihukum penjara tidak punya (pistole) adalah uang lama Prancis yang dapat dipakai untuk membeli barang-barang.
Pasal 19 KUHPidana
1) Orang yang dihukum kurungan wajib mengerjakan pekerjaan orang diperintahkan kepadanya, sesuai dengan peraturan untuk menjalankan pasal 29
2) Kepadanya diwajibkan pekerjaan yang lebih ringan dari pada yang diwajibkan kepada orang yang dihukum penjara
Pasal 20 KUHPidana
1) Dalam keputusan hakim boleh ditentukan, bahwa jaksa boleh mengizinkan kepasa orang hukuman penjara atau kurrungan selama-lamanya satu bulan, untuk ada dalam kemerdekaan sehabis waktu kerja
2) Jika si terhukum yang mendapat kemerdekaan tersebut, tidak dating pada waktu ditempat yang ditentukan untuk mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan kepadanya, maka selanjutnya hukuman itu harus dijalankan bagamana biasa, kecuali kalauia tidak datang itu karena ada sebabnya yang tidak tergantung kepada kemauannya.
3) Yang ditentukan dalam ayat pertama tidak dapat dilakukan jika pada waktu melakukan perbuatan itu belum lalu dua tahun, sejak si tersalah itu habis menjalani hukuman penjara atau hukuman kurungan.
Pasal 22 KUHPidana
Hukuman kurungan dijalani daidalam daerah (gewest) tempat kediaman si terhukum, waktu keputusan hakim dijalankan atau bila ia tidak bertempat kediaman, didalam daerah tempat ia ada pada waktu itu kecuali kalau atas permohonannya menteri kehakiman mengizinkan akan menjalani hukuman itu ditempat lain
Pasal 22 KUHPidana
1) Hukuman kurungan yang harus dijalani oleh seorang hukuman yang sedang menjalani hukuman kemerdekaan (vrijheidsstraf) dalam sebuah rumah penjara untuk menjalani hukuman penjara atau hukuman kurungan atau keduanya, boleh atas permintaan siterhukum terus dijalani dalm rumah penjara itu juga sesudah hukuman kemerdekaan itu habis.
2) Hukuman kurungan yang karena itu dijalani dalam rumah penjara yang semata-mata untuk menjalani hukuman penjara tidak berubah sifat dari sebab itu.
Pasal 23 KUHPidana
Orang hukuman kurungan boleh memperbaiki nasibnya dengan ongkosnya sendiri menurut peraturan yang akan ditetapkan dalam ordonasi (KUHPidana).
Pasal 24 KUHPidana
Orang hukuman penjara dan orang hukuman kurungan boleh diwajibkan bekerja, baik didalam maupun diluar tembok penjara tempat orang hukuman (KUHPidana).
Pasal 25 KUHPidana
Kerja diluar tembok penjara demikian tidak diperintahkan kepada :
a. Orang hukuman seumur hidup
b. Perempuan
c. Orang hukuman yang menurut pemeriksaan dokter nyata tidak kuat badanya untuk pekerjaan itu (KUHPidana)
Sebagai penjelasan dikemukakan bahwa narapidana yang dihukum seumur hidup tidak diperkenankan bekerja diluar tenbok karena dikhawtirkan akan lari, sedangkan narapidana wanita tidak diperkenankan juga bekerja diluar tembok lembaga pemasyarakatan kerena pertimbangan kesusilaan
Pasal 26 KUHPidana
Jika menurut timbangan hakim berhubungan dengan keadaan dari dan kedudukan masyarakat, si terhukum itu ada alasanya maka ditentukan dengan putusan hakim bahwa orang hokum an itu tidak akan diwajibkan bekerja diluar tembok penjara tempat orang hukuman (KUHPidana 24 s)
Pasal 27 KUHPidana
Lamanya hukuman penjara semnetara dan hukuman kurungn itu ditentukan dalam keputusan hakim dengan menyebut banyak nya hari, minggu, bulan dan tahun tidak menyebut bagian-bagian dari itu (KUHPidana 97)
Pasal 28 KUHPidana
Hukuman penjara dan hukuman kurungan boleh dijalani dalam rumah penjara itu juga, asal saja dalam bahagianya sendiri sendiri
Pasal 29 KUHPidana
(1) Tentang menunjukan tempat (gedung), dimana hukuman penjara atau hukuman kurungan atau kedua macam hukuman itu dijalani, demikian jiga tentang peraturan dan urusan tempat itu, tentang membagi-bagi orang hukuman atas beberapa kelas, tentang pekerjaan, tentang upah kerja tentang pemondokan orang-orang yang dihukum, yang tinggal diluar rumah penjara, tentang perkara pengerjaan, tentang melakukan agama, tentang siasat, ketertiban, tempat tidur, tentang makanan dan tentang pakaian, ditentukan dalam ordonansi yang sesuai dengan kitab undang-undang ini.
(2) Jika perlu, peraturan rumah tangga kepenjaraan itu ditetapkan oleh mentri kehakiman

F. Pidana Tutupan
Hukuman tutupan merupakan perkembangan jenis pidana baru yang pembentukannnya berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 1946 tentang hukuman tutupan sehingga ditambahkan jenis – jenis pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 10 KUHP dengan satu pidana baru. Adapun maksud ditetapkannya Undang-undang No. 20 tahun 1946 K. Wantjik Saleh menyatakan bahwa dari ketentuan Pasal 1 dan 2 Undang Undang No. 20 tahun 1946 dapat disimpulkan sebagai berikut:
“Hukuman tutupan dimaksud dapat menggantikan hukuman penjara dalam hal orang yang melakukan kejahatan diancam dengan hukuman penjara karena terdorong pleh maksud yang patut dihormati. Tetapi hal itu tergantung pada hakim.
Kalau menurut pendapat hakim perbuatan yang merupakan kejahatan atau acara melakukan perbuatan itu atau akibat perbuatan itu hukuman penjara lebih pada tempatnya, maka hakim menjatuhkan hukuman penjara.”
Diadakannya hukuman tutupan itu dimaksudkan untuk kejahatan-kejahatan yang bersifat politik sehingga orang-orang yang melakukan kejahatan politik itu akan dibedakan dengan kejahatan biasa.
Hubungannya diadakan undang-undang No. 20 tahun 1946 dengan politik kiranya dapat dilihat konsiderannya yang menyebutkan maklumat Wakil Presiden No. X yakni tentang anjuran pendirian partai politik. Selanjutnya ditentukan bahwa:
“Semua peraturan yang mengenai hukuman penjara juga berlaku terhadap hukuman tutupan jika peraturan-peraturan itu tidak bertentangan dengan sifat atau pereturan khusus tentang hukuman tutupan.
Tentang tempat, cara, dan segala sesuatu yang perlu untuk melaksanakan undang-undang ini masih akan diatur dengan suatu peraturan-pemerintahan sedangkan peraturan mengenai tatausaha atau tata tertib bagi rumah untuk menjalankam hukuman tutupan diatur oleh Menteri kehakiman dengan persetujuan Menteri Pertahanan”
Didalam praktik pidana tutupan selama ini baru satu kali dijatuhkan yaitu pada perkara yang dinamakan “Peristiwa 3 juli 1946”. Perkara tersebut diadili oleh MahkamahTentara Agung RI pada tanggal 27 Mei 1948dengan Majelis Hakim Agung yang tertdiri dari:
1) Mr.Dr.Kusuma Atmadja {ketua}
2) Mr. Wirjono Projodikoro {anggota}
3) Letjen Sukono Djojopratiknjo {anggota}
4) Djendral Mayor Sukarnen Martosikusumo {anggota}
5) Djendral Mayor Didi Kartasasmita {anggota}
6) Mr. Subekti{panitera}
7) Mr. Tirtawinata {jaksa Tentara Agung}

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hukum Panintensier ialah segala peraturan positif mengenai “Sistem Hukuman (=Strafstelsel) dan “Sistem Tindakan” (=Matregelstelsel); dan merupakan sebagian hukum positif, yakni bagian yang menentukan jenis sanksi atas pelanggaran, beratnya sanksi, lamanya sanksi dan cara serta tempat sanksi tersebut dilaksanakan.
2. A.Z. Abidin Farid dan A. Hamzah(2006:284) menegaskan bahwa pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan.
3. Ruslan shaleh (1989:,62, bahwa pidanapenjarapidana utama didalam pidana kehilangan kemerdekaan, dan pidana penjara ini dapat dijatuhkan seumur hidup atau sementara waktu). Sedangkan menurut PAF Lamintang (1988: 69) bentuk pidana penjara adalah merupakan suatu pidana berupa pembatasan kebebbasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam sebuah lembaga pemasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tatatertib yang berlaku dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.
4. Pidana kurungan juga merupakan suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku dalam lembaga pemasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang melanggar peraturan tersebut.
5. Hukuman tutupan merupakan perkembangan jenis pidana baru yang pembentukannnya berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 1946 tentang hukuman tutupan sehingga ditambahkan jenis – jenis pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 10 KUHP dengan satu pidana baru. Diadakannya hukuman tutupan itu dimaksudkan untuk kejahatan-kejahatan yang bersifat politik sehingga orang-orang yang melakukan kejahatan politik itu akan dibedakan dengan kejahatan biasa.
6. Perbedaan yang penting antara hukuman kurungan dengan hukuman penjara adalah :
a. Hukuman penjara dapat dijalankan dalam penjara dimana saja sedangkan hukuman kurungan dengan tidak semaunya terhukum tidak dapat dijalankan diluiar daerah, dimana ia bertempat tinggal atau berdiam waktu hukuman itu dijatuhkan
b. Orang yang dihukum penjara pekerjaanya lebih berat dari pada yang dihukum kurungan
c. Orang yang dihukum kurungan mempunyai hak pistol, hak untuk memperbaiki keadaannya di rumah penjara dengan ongkos sendiri, sedang yang dihukum penjara tidak punya (pistole) adalah uang lama Prancis yang dapat dipakai untuk membeli barang-barang.

Tidak ada komentar: