Senin, 14 Juni 2010

Pengertian Hukum Panintensier Hukuman Utama dan Teori-Teori Hukuman

Pengertian Hukum Panintensier Hukuman Utama dan Teori-Teori Hukuman
Hukum Panintensier ialah segala peraturan positif mengenai “Sistem Hukuman (=Strafstelsel) dan “Sistem Tindakan” (=Matregelstelsel); dan merupakan sebagian hukum positif, yakni bagian yang menentukan jenis sanksi atas pelanggaran, beratnya sanksi, lamanya sanksi dan cara serta tempat sanksi tersebut dilaksanakan.
Sanksi itu dapat berupa “hukuman” atau “tindakan” dan semuanya merupakan suatu sistem: dan ilmu hukum Panintensier mempelajari sistem tersebut. Setelah zaman kemerdekaan RI maka WvS tahun 1915 sebanyak mungkin disesuaikan dengan keadaan dan kepentingan suatu negara nasional, kemudian beberapa ketentuan yang bersifat colonial dicabut berdasarkan Undang-Undang RI 1946 nomor 1, Berita RI Tahun II Nomor 9 ( tanggal 15 Maret 1946).
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang RI tahun 1946 Nomor 20, Berita RI Tahun II Nomor 24 (tanggal 1 dan 15 nopember 1946), ditambah lagi satu jenis hukuman utama, yaitu “Hukuman Tutupan”, sehingga hukuman itu sekarang semuanya menjadi lima jenis:
Hukuman Utama Menurut KUHPidana ialah sebagaimana diatur dalam :
Pasal 10
Pidana Terdiri atas:
a. Pidana Pokok :
1. Pidana Mati ;
2. Pidana Penjara ;
3. Pidana Kurungan;
4. Pidana Denda ;
5. Pidana Tutupan.
b. Pidana Tambahan :
1. Pencabutan hak – hak tertentu;
2. Perampasan barang – barang tertentu;
3. Pengumuman putusan hakim.
Disini dapat dilihat bahwa undang-Undang membedakan dua macam hukuman yaitu: hukuma Pokok (utama) dan hukuman tambahan, dan lagi satu kejahatan atau pelanggaran hanya boleh dijatuhkan satu hukuman pokok (utama) saja, kecuali dalam perkara Tindak Pidana Ekonomi (Undang – Undang No. 7/Drt/1955) dan tindak Pidana Subversi (Undang – Undang No. 11/PnPs/1963) maka kumulasi hukuman pokok dapat dijatuhkan, yaitu hukuman badan dan hukuman denda sekaligus.
Adapun hukuman tambahan gunanya untuk menambah hukuman pokok jadi tidak mungkin dijatuhkan hukuman tambahan “sendirian”. Dalam KUHPidana ada beberapa Kejahatan yang diancam dengan Hukuman Mati, misalnya:
- Makar membunuh Kepala Negara, pasal 104
- Mengajak Negara asing guna menyerang RI, Pasal 111 ayat (2),
- Membunuh Kepala Negara Sahabat, Pasal 140 ayat (3),
- Pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu, Pasal 140 ayat (3) dan 340,
- Pencurian dengan kualifikasi (gequalificeerde diefstall) Pasal 365 ayat (4),
- Pembajakan di laut, di pantai, di kali sehingga ada orang mati, Pasal 444,
- Dalam waktu perang mengkhianati dan menyerahkan kepada musush, membinasakan tempat penjagaan, alat perhubungan, gudang, sesuatu bekal perang; dan menyebabkan huru – hara, pemberontakan atau melarikan diri di kalangan tentara; Pasal 124 ayat (3),
- Dalam waktu perang menipu waktu menyampaikan keperluan angkatan perang, Pasal 127 dan 129,
- Pemerasan dengan pemberatan, Pasal 368 ayat (2).
Pasal 11 KUHPidana mengatur tentang pelaksanaan hukuman mati yaitu dijalankan oleh algojo di tempat penggantungan, akan tetapi oleh karena ketentuan termaksud sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan situasi Kemerdekaan RI maka dengan penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964 pelaksanaan Pidana Mati dilaksanakan dengan ditembak sampai mati disuatu tempat dalam daerah hukuman pengadilan yang menjatuhkan hukuman dalam tingkat pertama.
Ada beberapa teori tentang hukuman itu, ialah :
1. Teori Pembalasan (=Vergeldingstheorie)
Pepatah Kuno mengatakan :”Siapa yang membunuh harus dibunuh”.
2. Teori menakut-nakuti (=Afschrikingstheorie)
Hukuman harus membuat orang menjadi takut untuk melakukan kejahatan.
3. Teori Memperbaiki (=Verbenteringstheorie)
Dengan hukuman itu dimaksudkan untuk memperbaiki akhlak orang yang telah berbuat kejahatan.
4. Teori Gabungan (=Vermengistheorie)
Dengan hukuman itu di samping sebagai pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukanya, juga bermaksud untuk mencegah kejahatan, menakut-nakuti agar orang tidak berbuat kejahatan, memperbaiki akhlak orang yang telah melakukan kejahatan, juga untuk mempertahankan tata tertib dalam kehidupan bersama.
Pasal 12
(1) Hukuman penjara itu lamanya seumur hidup atau untuk sementara.
(2) Hukuman penjara sementara itu sekurang-kurangnya satu hari dan selama – lamanya lima belas tahun berturut – turut.
(3) Hukuman penjara sementara boleh dijatuhkan selama-lamanya dua puluh tahun berturut – turut, dalam hal kejahatan yang menurut pilihan hakim sendiri boleh dihukum mati, penjara seumur hidup, dan penjara sementara, dan dalam hal lima belas tahun itu dilampaui, sebab hukuman ditambah, karena ada gabungan kejahatan atau karena berulang-ulang, karena ada gabungan kejahatan atau karena berulang-ulang membuat kejahatan atau karena aturan pasal 52.
(4) Lamanya hukuman penjara sementara itu sekali- kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun.
Pasal 13
Orang yang dihukum penjara di bagi atas beberapa kelas .
Jadi para terhukum penjara di bagi atas empat kelas : yang terberat masuk KI.I, kemudian K1.II, K1. III dan akhirnya K1.IV.
Pasal 14
Orang yang dihukum penjara wajib melakukan pekerjaan yang diperintahkan kepadanya, menurut peraturan untuk menjalankan Pasal 29.
HUKUMAN KURUNGAN
Lamanya hukuman kurungan minimal satu hari dan maksimal satu tahun, dengan catatan bahwa maksimal ini dapat ditambah hingga menjadi satu tahun empat bulan, apabila terdapat:
a. Gabungan perbuatan (=samenloop);
b. Berulangnya melakukan kejahatan (=recidive)
c. Melanggar ketentuan dalam Pasal 52 KUHPidana;
Pasal 18
(1) Lamanya hukuman kurungan (hechtenis) serendah – rendahnya satu hari dan selama – lamanya satu tahun (KUHPidana 97);
(2) Hukuman itu boleh dijatuhkan selama-lamanya satu tahun empat bulan dalam hal dimana hukuman ditambah lantaran ada beberapa kejahatan yang dilakukan berulang-ulang atau karena hal yang ditentukan pada pasal 52 tempo yang satu tahun itu dilalui (KUHPidana 65,70,488)
(3) Hukuman itu sekali-kali tidak boleh lebih lama dari satu tahun empat bulan
Perbedaan yang penting antara hokuman kurungan dengan hukuman penjara adalah :
Hukuman penjara dapat dijalankan dalam penjara dimana saja sedangkan hukuman kurungna dengan tidak semaunya terhukum tidak dapat dijalankan diluiar daerah, dimana ia bertempat tinggal atau berdiam waktu hukuman itu dijatuhkan
Orang yang dihukum penjara pekerjaanya lebih berat dari pada yang dihukum kurungan
Orang yang dihukum kurungan mempunyai hak pistol, hak untuk memperbaiki keadaannya di rumah penjara dengan ongkos sendiri, sedang yang dihukum penjara tidak punya (pistole) adalah uang lama prancis yang dapat dipakai untuk membeli barang-barang.
Pasal 19
Orang yang dihukum kurungan wajib mengerjakan pekerjaan orang diperintahkan kepadanya, sesuai dengan peraturan untuk menjalankan pasal 29
Kepadanya diwajibkan pekerjaan yang lebih ringan dari pada yang diwajibkan kepada orang yang dihukum penjara
Pasal 20
Dalam keputusan hakim boleh ditentukan, bahwa jaksa boleh mengizinkan kepasa orang hukuman penjara atau kurrungan selama-lamanya satu bulan, untuk ada dalam kemerdekaan sehabis waktu kerja
Jika si terhukum yang mendapat kemerdekaan tersebut, tidak dating pada waktu ditempat yang ditentukan untuk mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan kepadanya, maka selanjutnya hukuman itu harus dijalankan bagamana biasa, kecuali kalauia tidak datang itu karena ada sebabnya yang tidak tergantung kepada kemauannya.
Yang ditentukan dalam ayat pertama tidak dapat dilakukan jika pada waktu melakukan perbuatan itu belum lalu dua tahun, sejak si tersalah itu habis menjalani hukuman penjara atau hukuman kurungan.
Pasal 22
Hukuman kurungan dijalani daidalam daerah (gewest) tempat kediaman si terhukum, waktu keputusan hakim dijalankan atau bila ia tidak bertempat kediaman, didalam daerah tempat ia ada pada waktu itu kecuali kalau atas permohonannya menteri kehakiman mengizinkan akan menjalani hukuman itu ditempat lain
Pasal 22
Hukuman kurungan yang harus dijalani oleh seorang hukuman yang sedang menjalani hukuman kemerdekaan (vrijheidsstraf) dalam sebuah rumah penjara untuk menjalani hukuman penjara atau hukuman kurungan atau keduanya, boleh atas permintaan siterhukum terus dijalani dalm rumah penjara itu juga sesudah hukuman kemerdekaan itu habis.
Hukuman kurungan yang karena itu dijalani dalam rumah penjara yang semata-mata untuk menjalani hukuman penjara tidak berubah sifat dari sebab itu
Pasal 23
Orang hukuman kurungan boleh mempebaiki nasibnya dengan ongkosnya sendiri menurut peraturan yang akan ditetapkan dalam ordonasi (KUHPidana)
Pasal 24
Orang hukuman penjara dan orang hukuman keurungan boleh diwajibkan bekerja, baik didalam maupun diluar tembok penjara tempat orang hukuman (KUHPidana)
Pasal 25
Kerja diluar tembok penjara demikian tidak diperintahkan kepada :
Orang hukuman seumur hidup
Perempuan
Orang hukuman yang menurut pemeriksaan dokter nyata tidak kuat badanya untuk pekerjaan itu (KUHPidana)
Sebagai penjelasan dikemukakan bahwa narapidana yang dihukum seumur hidup tidak diperkenankan bekerja diluar tenbok karena dikhawtirkan akan lari, sedangkan narapidana wanita tidak diperkenankan juga bekerja diluar tembok lembaga pemasyarakatan kerena pertimbangan kesusilaan
Pasal 26
Jika menurut timbangan hakim berhubungan dengan keadaan dari dan kedudukan masyarakat, si terhukum itu ada alasanya maka ditentukan dengan putusan hakim bahwa orang hokum an itu tidak akan diwajibkan bekerja diluar tembok penjara tempat orang hukuman (KUHPidana 24 s)
Pasal 27
Lamanya hukuman penjara semnetara dan hukuman kurungn itu ditentukan dalam keputusan hakim dengan menyebut banyak nya hari, minggu, bulan dan tahun tidak menyebut bagian-bagian dari itu (KUHPidana 97)
Pasal 28
Hukuman penjara dan hukuman kurungan boleh dijalani dalam rumah penjara itu juga, asal saja dalam bahagianya sendiri sendiri
Pasal 29
(1) Tentang menunjukan tempat (gedung), dimana hukuman penjara atau hukuman kurungan atau kedua macam hukuman itu dijalani, demikian jiga tentang peraturan dan urusan tempat itu, tentang membagi-bagi orang hukuman atas beberapa kelas, tentang pekerjaan, tentang upah kerja tentang pemondokan orang-orang yang dihukum, yang tinggal diluar rumah penjara, tentang perkara pengerjaan, tentang melakukan agama, tentang siasat, ketertiban, tempat tidur, tentang makanan dan tentang pakaian, ditentukan dalam ordonansi yang sesuai dengan kitab undang-undang ini.
(2) Jika perlu, peraturan rumah tangga kepenjaraan itu ditetapkan oleh mentri kehakiman

Tidak ada komentar: