Senin, 28 Desember 2009

RESUME KAIFIYATUL MUJADALAH

BAB 3 : KONSEPSI MUJADALAH
A. DEFINISI TAQSIM
Taqsim adalah pengelompokan sesuatu (Genera) atas dasar persamaan dan pemilahannya atas adasar perbedaan. Atau bisa pula diartikan kegiatan menentukan persamanan dan perbedaan.
Persamaan adalah apabila yang satu dari dua hal adalah yang lain dalam nilainya. Hubungan tersebut dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Hubungan Identitas Logis, yaitu hubungan kesamaan antara dua hal dalam hakikatnya (mahiyahnya). Contohnya : hubungan kesamaan antara Ahmad dan Salim. Hakikatnya sama yaitu keduanya merupakan manusia dan keduanya sama-sama memerlukan makanan.
2. Hubungan Similiritas, adalah hubungan kesamaan antara dua hal dalam segi kualitasnya. Misalnya, si Nasrudin Hoja sama dengan Abu nawas, karena keduanya mempunyai kesamaan kualitas. Yaitu sama sama mempunyai sifat lucu, cerdik dan membela rakyat lemah.
3. Hubungan ekualitas, ialah hubungan kesamaan antara dua hal dalam segi kuantitasnya. Misalnya Fatimah sama dengan Aisyah. Kesamaan keduanya dilihat dari segi aspek umur, tinggi, perawan, dan lain-lain.
Sedangkan perbedaan ialah hubungan ketidaksamaan antara dua hal dalam kualitasnya, atau tidak adanya hubungan similaritas antara dua hal dan perbedaan ini juga sering disebut diferensi. Adapun yang disebut pembedaan ialah hubungan ketidaksamaan antara dua hal dalam hakikat (esensi).
B. JENIS JENIS TAQSIM
1. Taqsim Esensial (Taqsim Al-Kully Illa Ajzahaihi) adalah pembagian sesuatu menjadi bagian bagianya. Orientasi taqsim ini diarahkan ke dalam (intern) yang menjadi unsur sesuatu yang dibagi.
2. Taqsim Asidental (taqsim al-kully illa juziyatihi) adalah pembagian sesuatu atas satuan-satuannya. Taqsim ini ditujukan pada kelompok yang merupakan bentuk keragaman dari perwujudan suatu yang dibagi. Oleh karena itu, orientasi pembagian ini lebih bersifat horisontal arah satuan satuannya.
C. ATURAN PEMBUATAN TAQSIM
Dalam suatu jinis terdapat suatu persamaan yang menyeluruh, melalui cara berpikir taqsimi. Hal itu diupayakan pembagiannya berdasarkan pembedaan yang dimilikinya. Dan adapun Aturan aturan taqsim itu adalah:
ü Taqsim didasarkan atas satu dasar perspektif tertentu, dalam satu level, tidak bisa dari berbagai sudut pandang. Begitu pula , hasil taqsim harus harus lebih khusus daripada yang dibaginya.
ü Taqsim harus bersifat jam’i atau taqsim itu harus lengkap dan sempurna. Artinya tercakup seluruh bagian dari hal yang dibagi/muqassam. Apabila diambil bersama ama seluruh bagian tersebut haruslah sebangun dengan muqassam. Tidak ada satupun komponen yang harus ditinggalkan
ü Taqsim harus bersifat membatasi( Man’i), Artintya tidak memasukan komponen komponen luar sehingga tidak terjadi tumpang tindih.
ü Taqsim harus bisa menampilkan tabayyun,irsyad, tadbir dan tatwir.
ü Taqsim itu harus jelas persamaannya.
D. MUJADALAH DALAM TAQSIM
1. Mujadalah taqsim karena tidak lengkap.
2. Mujadalah taqsim karena tidak membatasi.
3. Mujadalah taqsim karena tak jelas bedanya.
4. Mujadalah tentang taqsim kulli ila ajzaihi (aksidental).

BAB 4 : KONSEPSI MUJADALAH
A. PENGERTIAN TASHDIQ
Tashdiq atau sintesis adalah pengertian mengenai nisbat antara sesuatu terhadap sesuatu yang lain, baik berupa hubungan pembenaran maupun hubungan pembatalan. Contohnya:
Muhammad adalah utusan allah(Tashdiq)
Ø Muhammad sebagai obyek(S)
Ø Utusan allah sebagai predikat(P)
Kemudian, benarkah Muhamad itu utusan Allah?
(kalimat ini memiliki nilai kualitas yang mengandung pembenaran atau pembatalan)
Untuk menentukan benar atau batalnya, lebih lanjut dapat diketahui dalam pembahasan berikutnya.
B. OBYEK KAJIAN DAN SASARAN TASHDIQ
Tashdiq ini mencakup proposisi (qodiyah), argumentasi, serta komposisi yang lain sebagai penguat argumentasi, seperti teori. Semua itu pada dasarnya merupakan penuturan gagasan yang utuh, yang terbuka bersedia untuk diperdebatkan dan diuji kebenarannya.
Sasaran tashdiq ialah mengupayakan keutuhan dan kekokohan konstruk pernyataan maupun sangkalan yang mendukung terbangunnya argumentasi pada setiap kalimat, secara lisan maupun dalam tulisan. Hal ini merupakan kesinambungan lebih maupn dari tashawur yang sasarannya mengkokohkan kata dan merupakan unsur terpenting bagi pembentukan kalimat. Kekokohan kalimat ini sangat diperlukan karena ia menjadi landasan mendasar bagi pembentukan kerangka argmentasi tersebut.
1. Qadhiyah (Proporsi) Dalam Tashdiq
Qadhiyah merupakan unit terkecil dari pemikiran yang mengandung maksud sempurna. Walaupun proporsi ini masih dapat dianalisis lagi menjadi kata-kata. Kata-kata hanya menghasilkan pengertian sesuatu, bukan maksud atau pemikiran sesuatu. Macam-macam Qadhiyah/proposisi:
1. Proposisi kategorik (proposisi yang mengandung pernyataan tanpa adanya syarat).
2. Proposisi hipotetik (proposisi yang kebenarannya dinyatakan dengan digantungkan pada syarat tertentu).
3. Proposisi Disyungtif (proposisi yang kebenarannya digantungkan pada syarat tertentu, namun memiliki alternatif pilihan).
Pernyataan muda’i berupa tashdiq, bukan hanya dapat dilihat oleh sail dari bentuk atau strukturnya, melainkan lebih dari itu dapat dilihat dari nilai isi atau kualitas ogisnya, sehubungan dengan itu, tashdiq, baik yang berbentuk Qadhiyah hamliyah maupn Qadhiyah syartiyah, jika ditinjau dari nilai isinya atau kualitas logisnya, dapat dikategorikan pada dua bagian, yaitu:
1. Tashdiq Badhihi (kualitas logisnya berkisar : 0-50 %) ialah suatu yang didalamnya terdapat relasi antar subjek dan predikat, yang dapat dibenarkan atau disangkal secara pasti dan niscaya tanpa memerlukan dalil sebab sudah jelas. Dalil tersebut bertumpu kepada:
ü Ma’qulat yang murni, yaitu pengetahuan yang terdapat pada akal manusia secara potensial tanpa adanya konotasi tambahan yang menjadi penopang untuk mengafirmasikannya, melainkan secara niscaya akal budi akan mengakinya, sehingga kita dapat menjelaskan sejak kapan kita tahu dan bagaina proses kita tahu terhadap kesimpulan tersebut.
ü Mahsusat (Indrawi), yaitu pengetahuan manusia terhadap sesuatu objek melalui pengindraan langsung tanpa melalui perantaan lain.
ü Mujarabat (Empiris), yaitu pengetahuan manusia terhadap sesuatu objek melalui indra dan dibantu dengan keberulang-ulangan kejadian atau pengalaman.
ü Qiyas (silogisme), yaitu sesuatu yang proposisi- proposisinya terkandung dalam dirinya
ü Mutawatirat, yaitu sesuatu pengetahuan yan didapatkan dari banyak orang yang tidak mngkin berdusta.
ü Hudasiyat, yaitu pengetahuan kita terhadap suatu obyek melaui intuisi yang kuat, sehingga kita meyakini kebenarannya.
2. Tashdiq Nazhari (kualitas logisnya antara 50-100 %) ialah tashdiq yang kebenarannya diketahui dengan perantaraan dali(argumen). Tashdiq ini dibagi dua, yaitu ghair mudalal (tidak disertai dalil) dan mudalal (disertai dalil).
Bentuk ghair mudalal bisa diubah menjadi mudalal, apabila telah dijelaskan sebab dan alasannya.
2. Argumentasi Dalam Tashdiq
Argumentasi yang dipakai didalam mujadalah adalah argumentasi yang kuat, baik berupa fakta, dalil, teori, dan sebagainya. Karena argumentasi yang lemah akan mudah dilawan atau disangkal.
3. Teori Alasan Pendukung
Pengertian teori dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya:
Ø Dari aspek pembentukan, merupakan hubungan sistematis antara fenomena sosial maupun alami yang hendak dibahas, dikaji, atau diteliti
Ø Dari aspek bentuk, merupakan rangkaian logis dari satu proposisi ata lebih
Ø Dari aspek proses pembentukan, merupakan informasi ilmiah yang diperoleh dengan meningkatkan abstraksi pengertian maupun hubungan hubungan pada proposisi
Ø Dari aspek kegunaan, merupakan pemberian jawaban atas pertanyaan.
Jadi, setidaknya ada tiga tingkatan teori :
1. Teori Umum(Grand Theory), yaitu satu pernyataan apabila ia benar maka ia benar secara universal,
2. Teori Tengah (Midle Theory), yaitu satu pernyataan apabila ia benar, maka ia benar terkait secara universal dan menjadi pnghubung dengan fakta fakta yang khusus, dan
3. Teori Khusus (Lower Theory), yaitu teori yang berkaitan dengan sejumlah fakta yang partikular.

BAB 5 : KONSEPSI MUJADALAH
A. TEKNIK MUJADALAH (Membangun, Menguji, dan Mempertahankan Argumentasi)
1. Tugas Muda’i (Mengemukakan Da’wa)
Tugas seorang muda’i adalah menyusun semua fakta, pendapat, atau evidensi secara kritis dan logis, serta harus mengadakan selekis atas fakta fakta atau autoritas yang dapat dipergunakannya dan mana yang harus didingkirkannya.
Setelah pengumpulan data data, selanjtnya muda’i harus mempersiapkan metode yang terbaik untuk menyajikannya dalam suatu bentuk atau rangkaian yang logis dan meyakinkan. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh muda’i yaitu:
a. Bagian pendahuluan. Muda’i perlu yakin bahwa maksud bagian pendahuluan tidak lain dari upaya menarik perhatian lawan/sa’il, memusakan perhatian mereka pada argumen argumen yang akan disampaikan, serta menunjukan dasar dasar mengapa argumentasi itu perl dikemukakan dalam kesempatan tersebut.
b. Bagian Tubuh Argumen. Seluruh proses penyusunan argumen terletak pada kemahiran dan keahlian muda’i. Hal yang harus diperhatikan antara lain:
- Kecermatan mengadakan seleksi fakta yang benar
- Penyusunan bahasa secara baik dan teratur
- Kekritisan dalam prosese berfikir
- Penyuguhan fakta
- Kesaksian
- Premis, dan sebagainya
c. Bagian Kesimpulan. Muda’i harus menjaga agar konklusi yang disimpulkannya tetap memelihara tujuan dan menyegarkan kembali ingatan sa’il tentang apa yang telah dicapai dan mengapa konklusi itu diterima sebagai sesuatu yang logis.
2. Tugas Sa’il (Menaggapi Da’wa)
Tugas sa’il yaitu:
ü Man’u (Meminta Penjelasan)
ü Naqdhu
ü Mu’aradah


3. Tugas Muda’i (Menanggapi Sa’il)
Ketika da’waan muda’i di man’u oleh sa’il, maka tugas muda’i adalah mengonfirmasi dan menanggapinya sebagai jawaban atas tuntutan sa’il jawaban yang harus dilakukan muda’i adakalanya langsung dan adakalanya tidak langsung.
B. MAN’U TERHADAP TAQRIB
Taqrib ialah uraian mengenai hubungan keniscayaan antara dalil dan muda’a. Dengan kata lain, ia adalah aplikasi dalil terhadap da’wa. Taqrib akan sempurna apabila dalil dapat menghantarkan pada kesimpulan da’wa atau pengertian yang sejajar dengan da’wa atau Yng lebih khusus dari da’wa. Apabila dalil menyimpulkan pengertian yang lebih umum daripada da’wa, tidak terdapat taqrib. Hal tersebut dapat dibuktikan, apabila da’wa berbentuk universal afirnatif, sedang dalil terbentuk partikular afirmatif.
C. NAQDHU DALAM TASHDIQ
1. Pengertian Naqdhu
Naqdhu berarti melepas tal dan kadang berarti merusak, ingkar, dan sebagainya. Dalam istilah kaifiyah ialah penda’waan sa’il, dalil malil yang menyebutkan bahwa ia tidak relevan dengan kesimpuannya. Dalam naqdhu, sa’il dengan langsung menuduh ketidakcocokan dalil muallil karena tidak relevan dengan kesimpulan. Tidak adanya relevansi disin diakibatkan adanya dua kemungkinan:
Ø Jiryan (keberlakuan)
Ø Takhalluf (selisih)
2. Tugas Mallil Dan Naqidh
Muallil dapat mempertahankan dalilnya dengan menjawab da’wanya dengan dengan dalil lain walaupun hal ini terkadang dianggap ifham, atau menentang kemustahilan daur dan tasalsul apabila berupa daur man’u atau tasalsul fi al-ummur al-i’tibariyah.
3. Macam Macam Naqdhu
ü Naqdhu ijmali (batalnya dalil menyebabkan batalnya salah satu dari premis-premisnya.
ü Naqdhu Maksur (apabila naqidh meninggalkan sebagian sifat dalil muallil ketika mengaggap bahwa dalil muallil mengandung jiryan.
ü Naqdhu terhadap reaksi (membatalkan ungkapanmuda’i karena susunan redaksinya tidak sesuai dengan aturan aturan ilm nahw dan sharaf, ata tidak sesuai dengan kaidah EYD,atau grammar.




BAB 6 : KONSEPSI MUJADALAH
A. ETIKA MUJADALAH
Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, yang secara langsung tidak menghasilkan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebihmendasar dan kritis. Jadi, etika bkan sumber tambahan moral, melainkan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran ajaran moral. Dengan kata lain etika adalah ajaran moral.
Dengan demikian, adanya etika dalam bermujadalah pada dasarnya merupakan langkah kritis kita sebagai manusia dalam upaya menata sikap yang baik dalam penyelenggaraan mujadalah.
Dalil Al-Qur’an:
1. QS. Al-Baqarah ayat 83
2. QS. Al-Hajj ayat 24
3. QS. Qaf ayat 18
4. QS. Al-Mukminun ayat 3
B. MENYANGKUT SPIRITUAL QUOTIENTS
ü Meluruskan Niat
ü Jujur Kembali Pada Rujukan
ü Berpegang teguh pada kebenaran
C. MENYANGKUT INTELLIGENCE QUETIONS
ü Ilmu: sumber, modal dan dicari
ü Pemikir dan pemikirannya
ü Manusia itu beragam
ü Mengakui adanya perbedaan pendapat
ü Memperhatikan titik persamaan dan perbedaan
ü Mencapai keberhasilan
D. MENYANGKUT EMOSIONAL QUOTIENTS
ü Tidak bermujadalah dalam keadaan kekenyangan, kelaparan kehausan dam keletihan
ü Tidak bermujadalah dengan yang disegani atau ditakuti
ü Tidak merasa kurang dan lebih
ü Memilih situasi kondusif
ü Memperhatikan diri
ü Sportivitas
ü Menghormati pihak lain
ü Senantiasa memilih yang lebih baik
ü Perbedaan dan Kasih Sayang
ü Tidak Emosional
ü Tidak Menampakan Kurang Perhatian
ü Ketika logika tidak lagi diperankan
E. MENYANGKUT TEKNIK QUOTIENTS
ü Tidak menggunakan kata I’jaz
ü Tidak menggunakan kata Ithnab
ü Tidak menggunakan kata Mujmal
ü Tidak menggunakan kata Gharib
ü Tidak menggunakan ungkapan Absurd
ü Tidak keluar dari pokok persoalan
ü Tidak menyanggah sebelum paham benar apa yang akan disanggah
ü Menyimak dengan baik
ü Mengungkapkan bahasa dengan jelas
ü Menggunakan ilustrasi
ü tidak mengeraskan suara berlebihan
ü menyerang dan mematahkan dengan baik
ü menjaga kesopanan
ü menjaga suasana tenang dan kondusif
ü menutup mujadalah dengan baik

BAB 7 : DISKUSI
1. PENGERTIAN
Diskusi dikenal dalam bahasa arab dengan mujadalah, yang artinya perbincangan. Al- Qur’an secara tersirat banyak menyebut kata jadal atau mujadalah. Jadala secara bahasa artinya kuat atau keras. Sedangkan sinonimnya munajaah, mnajarah, muhawarah, dan mughalabah. Kata kata ini memiliki persamaan, namun memiliki ciri khas tersendiri.
Dengan kata lain diskusi itu ialah:
Ø Suatu proses tukar pikiran, pendapat atau pengalaman antara dua orang lebih atau lebih untuk memecahkan permasalahan.
Ø Perbincangan suatu masalah dalam sebuah pertemuan dengan jalan bertukar pendapat diantara beberapa orang
Ø Suatu percakapan terarah yang berbentuk pertukaran pemikiran antara dua orang atau lebih secara lisan untuk mendapatkan kesepakatan atau kecocokan dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi
2. TUJUAN DISKUSI
1. Tujuan dan kebutuhan logis. Menjadi tempat konsultasi untuk menambah pengetahuan, mendapat informasi, meluaskan pengalaman dan membuka pandangan.
2. Tujuan dan kebutuhan manusia. Menjadi tempat untuk mendapatkan pengakuan atau penghargaan, menampilkan kelompok atau individu, menyatakan partisipasi, memberikan dan mendapatkan informasi serta menunjukan informasi.
3. Tujuan dan kebutuhan diskusi itu sendiri. Dalam hal ini, diskusi menjadi tempat tukar informasi, tempat mempertajam argumentasi, dan lain lain.
3. KEUTAMAAN DAN KELEMAHAN DISKUSI
a. Keutamaan Diskusi
ü Sebagai pelaksana demokrasi.
ü Pengujian sikap toleransi.
ü Pengembanagan kebebasan pribadi.
ü Pengembahan latihan berfikir.
b. Kelemahan Diskusi
ü Diskusi melebihkan waktu yang lebih banyak dibandingkan belajar biasa.
ü Diskusi menyita banyak waktu.
ü Anggota yang kurang aktif karena pendiam dan pemalu sering kurang mendapatkan kesempatan berbicara, karena tidak jarang diskusi didominasi oleh orang orang tertentu saja.
4. JENIS JENIS DISKUSI
v Diskusi kelompok
v Forum
v Diskusi panel
v Simposium
v Seminar
v Jenis kotak surat masuk (in Basket Method)
v Jenis cawan ikan (Fish Bowls)
v Jenis pro-kontra
v Jenis rembuk sejati
v Jenis momentum
v Jenis urun pendapat (brain storming Method)
v Foto Novellas
v Jenis Buzz Group
v Jenis pemeranan
5. UNSUR UNSUR DISKUSI
ü Masalah yang menuntut diskusi
ü Moderator atau pemimpin diskusi
ü Peserta atau pelaku diskusi
ü Notulis
ü Kelengkapan fasilitas
ü Suasana
ü Prosedur
6. MODEL MODEL POSISI DISKUSI
Ø Posisi diskusi panel
Ø Simposium
Ø Posisi seminar
7. PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN DISKUSI
· Memilih Dan Merumuskan Masalah
· Menentukan para peserta dan pengundangnya
· Memilih para peserta dan pengundangnya
· Mengadakan pertemuan dan perencanaan
· Mempersiapkan Fasilitas yang diperlukan
· Mempersiapkan bagan diskusi
· Mempersiapkan bahan untuk diskusi
· Mempertimbangkan publikasi

BAB 8 : DEBAT
A. PENGERTIAN DEBAT
Debat adalah suat keterampilan beragumentasi dengan menbandingkan pendapat secara berhadap hadapan. Debat ini merupakan keteramoilan mempertahankan pendapat dan berusaha menolak pendapat lawan dengan menggunakan alasan alasan yang masuk akal.
B. TUJUAN DEBAT
- Mempertahankan pendapat sendiri dengan melemahkan pendapat lawan
- Berusaha membuktikan kebenaran pendapat atau pernyataan
- Bertujuan mengubah pendapat pendengar agar mendukung pendapat pembicara sekaligus menolak pendapat lawan
C. PEMILIHAN MATERI DEBAT
Pemilihan Materi Debat dapat dilakukan dan dirumuskan secara bersama sama. Sebaiknya, materi debat yang dipilih harus aktual, dan menyangkut kehidupan orang banyak serta memiliki nilai guna pengembangan ilmu dan kualitas kehidupan
D. PERUMUSAN MASALAH DEBAT
Perumusan Masalah Debat ialah meunjukan sifat yang akan dipertahanakan oleh muda’i. Urusan rumusannya sebagai berikut:
ü Masalahnya diajukan dalam bentuk pertanyaan.
ü Masalahnya perlu dirumuskan sedikit mungkin.
ü Masalah yang diperdebatkan harus jelas dan tegas, serta tidak dapat ditafsirkan beragam.
ü Kata katanya menggelitik perhatian.
E. TAHAPAN PROSES DEBAT
Ø Tugas moderator
Ø Tugas muda’i: mengemukakan da’wa
Ø Tugas sa’il: menaggapi da’wa
F. PENILAIAN DALAM BERDEBAT
v Keluasan wawasan dan ketajaman argumentasi
v Kualitas gaya bahasa dan retorika
v Penampilan Sikap dan sportivitas

BAB 9 : POLEMIK
1. PENGERTIAN POLEMIK
Polemik yang berasal dari bahasa inggris”polemic” yang artinya debat melalui tulisan. Lebih khas lagi berarti pembatahan (debat) melalui tulisan dalam surat kabar dan sebagainya.
2. TUJUAN POLEMIK
a. Aspek teoretis polemik:
ü Memberi sarana bagi pencari kebenaran
ü Memberi sarana untuk penguji “kebenaran”
ü Memberi sarana untuk amar ma’ruf nahyi munkkkar
b. Aspek Lingkup Praktis:
ü Sarana pengakuan kualitas seseorang
ü Cermin kebebasan akademis
ü Cermin masyarakat demokratis
c. Khusus
ü Memberikan informasi yang lebih dalam dan komprehensif tentang apa yang tampak dan terungkap dalam tulisan yang ditanggapi
ü Mengajak pembaca lain untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena
ü Memberikan pertimbangan lain kepada pembaca
3. KEUTAMAAN POLEMIK
Ø Menambah wawasan
Ø Menambah daya kritis
Ø Semakin banyak mendidik masyarakat, disadari atau tidak, ia semakin banyak dikenal oleh masyarakat pembacanya.
4. UNSUR-UNSUR POLEMIK
v Penulis dan tulisan (muda’i) yang ditanggapi
v Penulis Polemik (sa’il)
v Media Massa (Washilah)
5. KARAKTERISTIK MUJADALAH MELAUI POLEMIK
a. Karakter media cetak:
ü Disajikan melalui tulisan, bukan pembicaraan
ü Bersifat selektif
ü Bersifat Massa
ü Terabadikan dan terasipkan
6. TEKIK MEMBANGUN PENOLAKAN
· Menyerang autoritas
· Mengemukakan prabukti
· Menunjukan kesalahan dalam penalaran

Tidak ada komentar: