Sabtu, 09 Januari 2010

LEMBAGA KEMENTERIAN NEGARA

KEMENTRIAN NEGARA

oleh
Dhamiry El-Ghazaly

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbincangan mengenai kelembagaan pemerintah di Indonesia saat ini tidak lagi sekedar mengulas segi-segi struktural organisasi pemerintahan, tetapi telah menukik pada dasar filosofis, sosiologis dan yuridis ketatanegaraan republik ini yang telah tertuang dalam empat amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal yang perlu diperhatikan dalam perubahan struktur ketatanegaraan yang baru tersebut adalah diadopsinya prinsip-prinsip baru mengenai pemisahan kekuasaan dan ‘check and ballances’ sebagai pengganti sistem supremasi parlemen.
Konsekuensinya, telah terjadinya perubahan peran, tugas dan fungsi lembaga negara dalam penyelenggaraan negara. Salah satu hal menarik terkait dengan perubahan struktur ketatanegaraan tersebut adalah amandemen terhadap Pasal 17 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang saat ini menjadi berbunyi sebagai berikut:
(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan 5 (lima) kesepahaman yang disepakati oleh DPR dengan Pemerintah untuk menetapkan Undang-Undang tentang Kementerian Negara yang diperlukan sebagai batu acuan (milestone) dalam menyusun kelembagaan pemerintahan?
2. Sebutkan Kelembagaan kementerian yang dilandasi klasifikasi urusan sebagaimana disebut dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara?
3. Bagaimana susunan organisasi kementerian Negara pada umumnya?
4. Kapan Implementasi Undang-undang Kementerian Negara akan dapat dirasakan?





BAB II
PEMBAHASAN
A. Kelembagaan Kementerian Negara Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 17 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada dasarnya mengatur tentang keberadaan “penyelenggara negara” yang mempunyai peran strategis dalam mewujudkan tujuan negara. Penyelenggara negara itu mengarah pada Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar dan dalam menjalankan kekuasaanya tersebut, Presiden dibantu oleh sejumlah menteri.
Dalam perjalanan kehidupan bangsa baru kali inilah, terjadi kesepakatan antara DPR dengan Pemerintah untuk menetapkan Undang-Undang tentang Kementerian Negara. Peraturan perundang-undangan tersebut diperlukan sebagai batu acuan (milestone) dalam menyusun kelembagaan pemerintahan. Sebagai bagian dari semangat reformasi birokrasi, Undang-Undang tentang Kementerian Negara dibangun di atas pondasi akuntabilitas publik yang lebih jelas. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya lima kesepahaman antara DPR dengan Pemerintah.
Pertama, Undang-Undang tentang Kementerian Negara menegaskan kembali bahwa Presiden dibantu oleh para menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Oleh karena itu, juga ditegaskan bahwa Presiden memiliki hak prerogatif dalam menyusun kementerian negara yang akan membantunya dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan.
Hadirnya Undang-Undang ini akan memudahkan Presiden dalam menyusun kelembagaan kementerian negara, karena secara jelas dan tegas Undang-Undang ini mengatur mengenai kedudukan, tugas, fungsi, dan susunan organisasi kementerian negara. Presiden juga diberikan payung hukum yang kuat dalam membentuk dan mengubah Kementerian melalui kriteria-kriteria yang diperlukan dalam melakukan pembentukan dan pengubahan Kementerian, Misalnya suatu kementerian dibentuk dengan pertimbangan adanya perkembangan lingkungan global.
Sedangkan pengubahan suatu kementerian dapat dilakukan dengan pertimbangan adanya kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri.
Kedua, meskipun memberikan ruang bagi penggunaan hak prerogatif Presiden, Undang-Undang ini tidak mengesampingkan peranan DPR. Oleh karena itu, Undang-Undang ini mengatur bahwa jika Presiden hendak melakukan pengubahan dan pembubaran kementerian negara, maka Presiden perlu terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari DPR.
Sedangkan persetujuan DPR diperlukan apabila ada kebutuhan dari Presiden untuk membubarkan kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan dan keamanan. Di sisi lain, Presiden tidak dapat membubarkan kementerian luar negeri, dalam negeri dan pertahanan sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Ketiga, dengan didasari semangat untuk mendorong dilakukannya reformasi birokrasi guna terwujudnya struktur pemerintahan yang efisien dan efektif, Undang-Undang ini mengatur pembatasan jumlah kementerian negara yang dapat dibentuk oleh Presiden, yaitu paling banyak 34 (tiga puluh empat) kementerian negara. Namun demikian, perlu dipahami bahwa seluruh urusan pemerintahan sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi harus tetap dijalankan oleh kementerian negara dalam jumlah yang paling efisien, yaitu paling banyak 34 (tiga puluh empat) kementerian negara atau kurang dari jumlah tersebut.
Meskipun ada pembatasan, Undang-Undang ini tetap memberikan keleluasaan kepada Presiden untuk mewadahi suatu urusan pemerintahan dalam satu kementerian dan/atau menggabungkan dua atau lebih urusan pemerintahan dalam suatu kementerian negara tertentu.
Keempat, Undang-Undang ini tidak mencantumkan nomenklatur/penamaan kementerian negara secara definitif, tetapi menggunakan pendekatan urusan-urusan pemerintahan yang harus dijalankan oleh Presiden secara menyeluruh dalam rangka pencapaian tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Prinsip dalam pendekatan urusan ini adalah bahwa seluruh urusan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara harus ditampung dalam kementerian sehingga satu kementerian dapat menangani satu atau lebih urusan pemerintahan (vide Pasal 6) sesuai dengan pengorganisasian yang diserahkan kepada Presiden.
Hal ini juga memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi Presiden dalam menyusun kementerian negara. Pendekatan urusan-urusan pemerintahan tersebut dimaksudkan untuk lebih menitikberatkan pada upaya mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien serta mampu meningkatkan pelayanan publik yang prima.
Kelima, Undang-undang ini mengatur pula mengenai hubungan fungsional antara Kementerian dengan Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang selama ini dikenal sebagai Lembaga Pemerintah NonDepartemen. Sebagai lembaga pelaksana tugas khusus yang dimandatkan oleh Presiden, Lembaga Pemerintah NonKementerian berada di bawah koordinasi Menteri yang bersesuaian dengan bidang tugasnya.
Pengaturan mengenai hal ini penting mengingat pembentukan kementerian negara semestinya didasarkan pada konsep pembagian habis urusan pemerintahan guna mewujudkan visi, misi dan strategi yang telah ditetapkan.
B. Kelembagaan Kementerian Negara Berdasarkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008
Undang Undang tentang Kementerian Negara yang terdiri atas 9 (sembilan) BAB dan 28 (dua puluh delapan) Pasal merupakan titik tolak bagi penataan kelembagaan pemerintahan yang selama ini diatur dalam tingkatan perundang-undangan Presiden. Ada perubahan yang cukup mendasar dalam konfigurasi jenis kementerian negara yang semula terdiri dari 3 (tiga) jenis kementerian yaitu Kementerian Koordinator, Departemen, dan Kementerian Negara menjadi hanya satu jenis yaitu dengan sebutan Kementerian.
Keberadaan Undang Undang ini mengisyaratkan adanya tanggung jawab bersama dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (good governance) antara Pemerintah/Presiden, sektor swasta, dan masyarakat. Hal ini terlihat misalnya pada pelarangan rangkap jabatan bagi Menteri yang menjadi komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta. Menteri juga tidak boleh merangkap jabatan menjadi pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD.
Kelembagaan kementerian dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dilandasi klasifikasi urusan sebagaimana disebut dalam Pasal 4 ayat (2), yang terdiri atas:
a. Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
b. Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, HAM, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, social, ketenagakerjaan, industry, perdagangan, pertambangan, energy, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
c. Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi: urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur Negara, kesekretariatan Negara, BUMN, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, UKM, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, oleh raga, perumahan, dan pembangungan kawasan atau daerah tertinggal.
Pembedaan urusan pemerintahan yang ditangani tersebut akan menentukan bentuk susunan organisasi dari kementerian negara yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008.
Namun demikian, pada umumnya susunan organisasi kementerian Negara terdiri atas: unsur pemimpin (Menteri), unsur pembantu pemimpin (Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian), unsur pelaksana (Direktorat Jenderal atau Deputi), unsur pengawas (Inspektorat Jenderal atau Inspektorat), serta unsur pendukung (Badan dan/atau Pusat, bagi kementerian yang melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2)) dan unsur pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau di luar negeri (bagi kementerian yang melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan. Di samping itu, bagi kementerian tertentu dapat diangkat Wakil Menteri apabila kementerian tersebut mempunyai beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus.
Pembagian susunan organisasi sebagaimana tersebut di atas didasari pada pendekatan fungsi manajemen serta dalam rangka upaya untuk menyerasikan proses internal organisasi dengan lingkungan eksternal. Susunan tersebut diharapkan dapat merefleksikan peran-peran yang diperlukan dalam suatu organisasi kementerian secara efisien. Namun demikian, pengaturan susunan organisasi dalam Undang-undang Kementerian Negara masih bersifat umum. Susunan organisasi yang lebih rinci akan diatur dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Presiden (vide Pasal 11).
Implementasi Undang-undang Kementerian Negara akan dapat dirasakan secara nyata setelah Presiden membentuk kabinet karena pada saat tersebut Presiden akan mengangkat menteri-menteri dan menyusun kementerian negara berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008. Berdasarkan Pasal 16, Presiden terpilih nantinya harus sudah membentuk kementerian paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji (pelantikan).
Implementasi Undang-undang Kementerian Negara ini juga dapat menjadi momentum yang baik untuk menata kembali kelembagaan pemerintah secara keseluruhan agar lebih proporsional, efisien, dan efektif dan dapat menjalankan fungsi pelayanan publik yang prima.
Hingga saat ini kelembagaan pemerintah dinilai masih kurang efisien dan masih jauh dari kondisi ideal yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, Undang-undang Kementerian Negara akan mengembalikan lagi peran-peran yang harus dilaksanakan oleh lembaga-lembaga tersebut secara lebih tepat.
Sebagai contoh, dengan adanya fenomena menjamurnya lembaga non struktural, nantinya perlu dipilah peran yang dapat dilakukan lembaga non struktural sehingga tidak mengambil alih fungsi-fungsi kementerian negara karena berdasarkan UUD 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 2008 urusan pemerintahan, termasuk perumusan kebijakan terkait dengan urusan pemerintahan tersebut adalah menjadi kewenangan kementerian negara.
Dengan demikian, Undang-undang Kementerian ini diharapkan menjadi milestone untuk menata kembali kelembagaan pemerintahan sehingga nantinya dapat dihasilkan konfigurasi kelembagaan yang lebih baik dengan peran-peran yang tepat dan secara sinergis dapat menjadi birokrasi yang dapat menjalankan fungsi pemerintahan dan penyelenggaraan Negara secara lebih baik di masa yang akan datang.



















BAB III
KESIMPULAN
Peraturan perundang-undangan yang sebagai batu acuan (milestone) dalam menyusun kelembagaan pemerintahan, sebagai bagian dari semangat reformasi birokrasi, Undang-Undang tentang Kementerian Negara dibangun di atas pondasi akuntabilitas publik yang lebih jelas. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya lima kesepahaman antara DPR dengan Pemerintah.
Pertama, Undang-Undang tentang Kementerian Negara menegaskan kembali bahwa Presiden dibantu oleh para menteri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Oleh karena itu, juga ditegaskan bahwa Presiden memiliki hak prerogatif dalam menyusun kementerian negara yang akan membantunya dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan.
Kedua, meskipun memberikan ruang bagi penggunaan hak prerogatif Presiden, Undang-Undang ini tidak mengesampingkan peranan DPR. Oleh karena itu, Undang-Undang ini mengatur bahwa jika Presiden hendak melakukan pengubahan dan pembubaran kementerian negara, maka Presiden perlu terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari DPR.
Ketiga, dengan didasari semangat untuk mendorong dilakukannya reformasi birokrasi guna terwujudnya struktur pemerintahan yang efisien dan efektif, Undang-Undang ini mengatur pembatasan jumlah kementerian negara yang dapat dibentuk oleh Presiden, yaitu paling banyak 34 (tiga puluh empat) kementerian negara. Namun demikian, perlu dipahami bahwa seluruh urusan pemerintahan sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi harus tetap dijalankan oleh kementerian negara dalam jumlah yang paling efisien, yaitu paling banyak 34 (tiga puluh empat) kementerian negara atau kurang dari jumlah tersebut.
Keempat, Undang-Undang ini tidak mencantumkan nomenklatur/penamaan kementerian negara secara definitif, tetapi menggunakan pendekatan urusan-urusan pemerintahan yang harus dijalankan oleh Presiden secara menyeluruh dalam rangka pencapaian tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kelima, Undang-undang ini mengatur pula mengenai hubungan fungsional antara Kementerian dengan Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang selama ini dikenal sebagai Lembaga Pemerintah NonDepartemen. Sebagai lembaga pelaksana tugas khusus yang dimandatkan oleh Presiden, Lembaga Pemerintah NonKementerian berada di bawah koordinasi Menteri yang bersesuaian dengan bidang tugasnya.

Kelembagaan kementerian dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dilandasi klasifikasi urusan sebagaimana disebut dalam Pasal 4 ayat (2), yang terdiri atas:
a. Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan.
b. Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945, meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, HAM, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, social, ketenagakerjaan, industry, perdagangan, pertambangan, energy, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
c. Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah, meliputi: urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur Negara, kesekretariatan Negara, BUMN, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, UKM, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, oleh raga, perumahan, dan pembangungan kawasan atau daerah tertinggal.
pada umumnya susunan organisasi kementerian Negara terdiri atas: unsur pemimpin (Menteri), unsur pembantu pemimpin (Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Kementerian), unsur pelaksana (Direktorat Jenderal atau Deputi), unsur pengawas (Inspektorat Jenderal atau Inspektorat), serta unsur pendukung (Badan dan/atau Pusat, bagi kementerian yang melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2)) dan unsur pelaksana tugas pokok di daerah dan/atau di luar negeri (bagi kementerian yang melaksanakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keuangan, dan keamanan. Di samping itu, bagi kementerian tertentu dapat diangkat Wakil Menteri apabila kementerian tersebut mempunyai beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus.
Implementasi Undang-undang Kementerian Negara akan dapat dirasakan secara nyata setelah Presiden membentuk kabinet karena pada saat tersebut Presiden akan mengangkat menteri-menteri dan menyusun kementerian negara berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008. Berdasarkan Pasal 16, Presiden terpilih nantinya harus sudah membentuk kementerian paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji (pelantikan).
Implementasi Undang-undang Kementerian Negara ini juga dapat menjadi momentum yang baik untuk menata kembali kelembagaan pemerintah secara keseluruhan agar lebih proporsional, efisien, dan efektif dan dapat menjalankan fungsi pelayanan publik yang prima.

Tidak ada komentar: