No : 03.PR-I.V-02.A.-01.01.10. 2009
Lamp : -
Hal : Permohonan Menjadi Fasilitator
Kepada Yth.
Sahabat Agil Nurmansyah
Di -
Tempat
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Assaalammu ‘a laikum Wr.Wb.
Salam silaturahim kami sampaikan semoga gerak-langkah kita senantiasa dalam bimbingan dan lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin
Selanjutnya, dalam rangka memupuk jiwa kader pergerakan yang kritis-transformatif, maka kami mengundang sahabat-sahabat untuk dapat hadir pada :
Hari/Tanggal : Selasa, 20 Oktober 2009
Tempat : Sekre Kebangsaan PMII
Waktu : 16.00 s.d Selesai
Materi : “Administrasi dalam Organisasi”
Demi terselenggaranya kegiatan tersebut, maka kami memohon kesediaannya untuk dapat menjadi Fasilitator pada kegiatan tersebut.
Demikian surat permohonan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya Kami ucapkan terima kasih.
Wallahul Muwafiq Illa Aqwamitharieq
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bandung, 16 Oktober 2009
BIDANG II
METODOLOGI PENGEMBANAGAN WACANA (MPW)
RAYON SYARI’AH DAN HUKUM
KOMISARIAT UIN “SGD” CABANG KABUPATEN BANDUNG
Jeri Marwan R. Ahnad Arif Qurnaen
Sekretaeis Ketua
Mengetahui,
PR. FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
Dhamiry Al-Ghazaly
Ketua Umum
SURAT KESEDIAAN
Kepada yang Terhormat,
BIDANG II METODOLOGI PENGEMBANGAN WACANA (MPW)
RAYON SYARI’AH DAN HUKUM
Kom. UIN SGD Cab. Kab. Bandung
Di-
Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah menerima surat Nomor: 03.PR-I.V-02.A.-01.01.10. 2009 tentang permohonan menjadi Fasilitator . Saya menyatakan bersedia/tidak bersedia*) menjadi pemateri dengan tema : “Administarsi dalam Organisasi”
dengan catatan :
1. ...............................................................................................
2. ...............................................................................................
3. ...............................................................................................
4. ...............................................................................................
Demikian surat permohonan ini kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Wallahulmuwafiq Illa Aqwamiththariq
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandung, 16 Oktober 2009
(............................................)
* Coret yang tidak perlu
Minggu, 28 Maret 2010
MANAJEMEN ORGANISASI
MANAJEMEN ORGANISASI
Sebuah Prolog
Istilah “manajemen” seringkali menimbulkan tanggapan yang campur aduk, apalagi di lingkungan organisasi nirlaba. Soalnya istilah-istilah tersebut menimbulkan kesan sebagai suatu kumpulan pejabat organisasi perusahaan atau pabrik (karena istilah ini memang berasal dari sana)yang menentang para pekerja mereka, padahal organisasi nirlaba justru sangat tertarik untuk mengorganisir kaum buruh. Seringkali istilah manajemen memang diartikan sebagai sekelompok orang pimpinan dalam “manajemen” . Kita seringkali mendengar seseorang di sebuah perubahan atau pabrik mengatakan: “Pihak manajemen sudah memutuskan...”, “Saya sudah melaporkan kepada pihak manajemen” dan sebagainya. Kelompok(pimpinan) manajemen ini memang sering dianggap sebagai biang keladi semua ketidakberesan yang terjadi dalam suatu organisasi, atau bahkan ketidakberesan yang terjadi di tengah masyarakat luas. Tidak heran jika banyak manajer yang sering tak mau dikenali sebagai manajer. Lebih dari itu, istilah manajemen terlalu sering dikaitkan dengan sebuah perusahaan yang sekedar mencari untung.(Terj: Roem Topatimasang, P3M, 1988)
Penggalan paragraf diatas menunjukkan bahwa sebetulnya istilah “manajemen” masih bias. Ada semacam anggapan bahwa manajemen organisasi adalah tidak sama antara masing-masing organisasi, provit dan non-provit. Dalam organisasi provit, hal ini lebih dikenal dengan istilah Public Relations(PR).
Dalam tulisan ini akan dijelaskan pengertian manajemen yang sesuai dengan organisasi nirlaba. Bahwasanya setiap organisasi membutuhkan suatu sistem yang menjalankan fungsi-fungsi vital, sebagai berikut:
Mengintegrasikan organisasi sebagai salah satu bagian dari masyarakat luas
Setiap organisasi adalah bagian dari suatu sistem yang lebih besar (masyarakat) yang akan mempengaruhi sistem, dan organisasi itu merupakan salah satu bagian (sub-sistem)nya. Ini penting dipahami karena seseorang atau kelompok-kelompok tertentu akan mencurahkan perhatiannya pada hubungan antara organisasi dengan lingkungannya dalam rangka membantu organisasi untuk mengetahui, menyerap perubahan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan tersebut.
Menjamin kemudahan memperoleh sumberdaya
Fungsi ini merupakan fungsi yang sangat penting. Sebab semua organisasi memperoleh sumberdaya di lingkungannya. Sumberdaya tersebut umumnya terpakai habis, sehingga sumberdaya yang baru harus segera ditemukan. Jika organisasi gagal memberikan pelayanan jasa yang tepatguna dan boros menyalurkan sumberdaya dari lingkungannya, cepat atau lambat kemudahan mendapatkan sumberdaya tersebut semakin terbatas. Padahal sebuah organisasi nirlaba menggantungkan dana hibah dari luar, dan setiap orang dalam organisasi itu tahu bagaimana pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan donor yang menjadi sumbernya. Sumberdaya lain yang terpenting adalah manusia. Bagi organisasi nirlaba, hal ini menjadi lebih penting dibandingkan dengan organisasi yang lain. Anggota yang potensial atau sukarelawan akan mempertimbangkan visi, misi, tujuan dan pencapaian hasil organisasi. Pekerja yang potensial atau sukarelawan akan mempertimbangkan hal-hal tersebut sebagai dasar apakah ia akan bergabung atau tidak dengan organisasi tersebut. Jadi kemudahan memperoleh sumberdaya manusia harus tetap menjadi perhatian dari manajemen organisasi nirlaba.
Hubungan dengan klien(Pemakai dan penerima jasa)
Suatu organisasi didirikan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Adanya kebutuhan tersebut mendorong lahirnya organisasi sehingga orang-orang mau menjadi kliennya. Melakukan pendekatan dengan orang-orang adalah perhatian utama dari manajemen organisasi nirlaba. Selama organisasi memuaskan kebutuhan klien, hubungan baik dengan mereka mungkin tidak menjadi masalah. Tetapi, organisasi dapat kehilangan hubungan baiknya dengan klien, karena pemenuhan kebutuhan mereka tidak berlanjut atau karena beberapa alasan lain. Sekali suatu organisasi telah dibentuk, ia harus bekerja keras untuk memenuhi tuntutan kebutuhan kliennya, meskipun pada awalnya tampak mereka tidak mau memenuhi kebutuhan tersebut. Pada organisasi nirlaba, mereka tidak segan-segan mengeluarkan biaya demi mempertahankan hubungan baik dengan konsumen mereka, dan telah menemukan berbagai metode kreatif untuk mendapatkan dukungan dari pelanggan potensial. Organisasi dapat belajar dari pengalaman tersebut.
Memantapkan misi organisasi
Semua organisasi membutuhkan kemantapan dan keberlangsungan misi mereka. Ini merupakan fungsi dari sistem manajemen organisasi nirlaba unjuk menjelaskan dan menyampaikannya kepada klien. Penjelasan tersebut harus memuat aspek-aspek penting organisasi, termasuk jasa kepada klien, pencapaian hasil kerja dan produktivitas, penggunaan sumberdaya fisik dan finansial, penggunaan sumberdaya manusia, tanggungjawab kemasyarakatan, pembaharuan-pembaharuan, dan hasil-hasil karya kreatif yang telah dicapai selama ini.
Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian, dan Evaluasi
Ini merupakan sederetan fungsi-fungsi manajemen tradisional yang dibutuhkan oleg organisasi nirlaba untuk menjamin organisasi yang bersangkutan berjalan baik. Fungsi perencanaan mencakup perumusan tujuan jangka pendek dan jangka panjang organisasi, serta mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi pengorganisasian adalah memadukan orang-orang dan tugas-tugas mereka dalam suatu struktur yang terencana, bukan semata-mata demi tugas itu sendiri, tetapi juga memuaskan kebutuhan orang-orang yang melaksanakannya. Jika organisasi tumbuh dan semakin menjadi besar, kebutuhan akan pengarahan muncul pula. Oleh sebab itu fungsi pengendalian harus diberlakukan juga. Fungsi pengawasan ini perlu untuk menjaga agar organisasi tetap berjalan pada jalurnya dan untuk mengorek kesalahan yang terjadi. Akhirnya, fungsi evaluasi dibutuhkan untuk menentukan tercapai atau tidaknya tujuan organisasi.
Mengintegrasikan Sub-Sistem Sosial dan Tugas-tugas
Sub-sistem sosial suatu organisasi menjamin penyediaan orang-orang yang mau bekerja dan sub-sistem tugas menentukan pekerjaan apa yang harus dilakukan oleh mereka. Kedua sub-sistem ini akan menimbulkan kegawatan jika antara keduanya saling bertentangan. Mesti ada sistem manajemen yang harus menjamin, bahwa kedua sub-sistem ini benar-benar berjalan seiring. Kita semua pasti memiliki pengalaman bekerja di dalam suatu sistem dimana pekerjaan-pekerjaan tersebut dicampur-adukkan dengan motivasi kita untuk melaksanakannya. Atau, kita-pun sudah sering melaksanakan tugas yang terlalu enteng, rutin, monoton dan membosankan; atau tugas-tugas justru terlalu rumit, terputus-putus dan membingungkan. Jika hal ini terjadi, sulit mempertahankan staf yang berkemampuan agar betah bekerja. Contoh-contoh klasik dari dua keadaan ekstrim ini adalah putusnya hubungan baik dengan staf pada suatu sisi dan tidak berdayanya tim pemecah masalah tersebut pada sisi yang lain. Hal-hal di atas merupakan unsur-unsur penting dan mutlak dalam suatu organisasi. Semuanya merupakan suatu ukuran baku yang disebut sebagai Fungsi Manajemen. Tulisan ini disusun atas dasar kaidah-kaidah tersebut.
Sekarang kita telah mengetahui pengertian manajemen secara umum. Mari coba kita lihat bagaimana fungsi-fungsi manajemen tersebut ditampilkan dalam organisasi ini.
Sebuah Prolog
Istilah “manajemen” seringkali menimbulkan tanggapan yang campur aduk, apalagi di lingkungan organisasi nirlaba. Soalnya istilah-istilah tersebut menimbulkan kesan sebagai suatu kumpulan pejabat organisasi perusahaan atau pabrik (karena istilah ini memang berasal dari sana)yang menentang para pekerja mereka, padahal organisasi nirlaba justru sangat tertarik untuk mengorganisir kaum buruh. Seringkali istilah manajemen memang diartikan sebagai sekelompok orang pimpinan dalam “manajemen” . Kita seringkali mendengar seseorang di sebuah perubahan atau pabrik mengatakan: “Pihak manajemen sudah memutuskan...”, “Saya sudah melaporkan kepada pihak manajemen” dan sebagainya. Kelompok(pimpinan) manajemen ini memang sering dianggap sebagai biang keladi semua ketidakberesan yang terjadi dalam suatu organisasi, atau bahkan ketidakberesan yang terjadi di tengah masyarakat luas. Tidak heran jika banyak manajer yang sering tak mau dikenali sebagai manajer. Lebih dari itu, istilah manajemen terlalu sering dikaitkan dengan sebuah perusahaan yang sekedar mencari untung.(Terj: Roem Topatimasang, P3M, 1988)
Penggalan paragraf diatas menunjukkan bahwa sebetulnya istilah “manajemen” masih bias. Ada semacam anggapan bahwa manajemen organisasi adalah tidak sama antara masing-masing organisasi, provit dan non-provit. Dalam organisasi provit, hal ini lebih dikenal dengan istilah Public Relations(PR).
Dalam tulisan ini akan dijelaskan pengertian manajemen yang sesuai dengan organisasi nirlaba. Bahwasanya setiap organisasi membutuhkan suatu sistem yang menjalankan fungsi-fungsi vital, sebagai berikut:
Mengintegrasikan organisasi sebagai salah satu bagian dari masyarakat luas
Setiap organisasi adalah bagian dari suatu sistem yang lebih besar (masyarakat) yang akan mempengaruhi sistem, dan organisasi itu merupakan salah satu bagian (sub-sistem)nya. Ini penting dipahami karena seseorang atau kelompok-kelompok tertentu akan mencurahkan perhatiannya pada hubungan antara organisasi dengan lingkungannya dalam rangka membantu organisasi untuk mengetahui, menyerap perubahan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan perubahan tersebut.
Menjamin kemudahan memperoleh sumberdaya
Fungsi ini merupakan fungsi yang sangat penting. Sebab semua organisasi memperoleh sumberdaya di lingkungannya. Sumberdaya tersebut umumnya terpakai habis, sehingga sumberdaya yang baru harus segera ditemukan. Jika organisasi gagal memberikan pelayanan jasa yang tepatguna dan boros menyalurkan sumberdaya dari lingkungannya, cepat atau lambat kemudahan mendapatkan sumberdaya tersebut semakin terbatas. Padahal sebuah organisasi nirlaba menggantungkan dana hibah dari luar, dan setiap orang dalam organisasi itu tahu bagaimana pentingnya menjaga hubungan yang baik dengan donor yang menjadi sumbernya. Sumberdaya lain yang terpenting adalah manusia. Bagi organisasi nirlaba, hal ini menjadi lebih penting dibandingkan dengan organisasi yang lain. Anggota yang potensial atau sukarelawan akan mempertimbangkan visi, misi, tujuan dan pencapaian hasil organisasi. Pekerja yang potensial atau sukarelawan akan mempertimbangkan hal-hal tersebut sebagai dasar apakah ia akan bergabung atau tidak dengan organisasi tersebut. Jadi kemudahan memperoleh sumberdaya manusia harus tetap menjadi perhatian dari manajemen organisasi nirlaba.
Hubungan dengan klien(Pemakai dan penerima jasa)
Suatu organisasi didirikan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Adanya kebutuhan tersebut mendorong lahirnya organisasi sehingga orang-orang mau menjadi kliennya. Melakukan pendekatan dengan orang-orang adalah perhatian utama dari manajemen organisasi nirlaba. Selama organisasi memuaskan kebutuhan klien, hubungan baik dengan mereka mungkin tidak menjadi masalah. Tetapi, organisasi dapat kehilangan hubungan baiknya dengan klien, karena pemenuhan kebutuhan mereka tidak berlanjut atau karena beberapa alasan lain. Sekali suatu organisasi telah dibentuk, ia harus bekerja keras untuk memenuhi tuntutan kebutuhan kliennya, meskipun pada awalnya tampak mereka tidak mau memenuhi kebutuhan tersebut. Pada organisasi nirlaba, mereka tidak segan-segan mengeluarkan biaya demi mempertahankan hubungan baik dengan konsumen mereka, dan telah menemukan berbagai metode kreatif untuk mendapatkan dukungan dari pelanggan potensial. Organisasi dapat belajar dari pengalaman tersebut.
Memantapkan misi organisasi
Semua organisasi membutuhkan kemantapan dan keberlangsungan misi mereka. Ini merupakan fungsi dari sistem manajemen organisasi nirlaba unjuk menjelaskan dan menyampaikannya kepada klien. Penjelasan tersebut harus memuat aspek-aspek penting organisasi, termasuk jasa kepada klien, pencapaian hasil kerja dan produktivitas, penggunaan sumberdaya fisik dan finansial, penggunaan sumberdaya manusia, tanggungjawab kemasyarakatan, pembaharuan-pembaharuan, dan hasil-hasil karya kreatif yang telah dicapai selama ini.
Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian, dan Evaluasi
Ini merupakan sederetan fungsi-fungsi manajemen tradisional yang dibutuhkan oleg organisasi nirlaba untuk menjamin organisasi yang bersangkutan berjalan baik. Fungsi perencanaan mencakup perumusan tujuan jangka pendek dan jangka panjang organisasi, serta mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi pengorganisasian adalah memadukan orang-orang dan tugas-tugas mereka dalam suatu struktur yang terencana, bukan semata-mata demi tugas itu sendiri, tetapi juga memuaskan kebutuhan orang-orang yang melaksanakannya. Jika organisasi tumbuh dan semakin menjadi besar, kebutuhan akan pengarahan muncul pula. Oleh sebab itu fungsi pengendalian harus diberlakukan juga. Fungsi pengawasan ini perlu untuk menjaga agar organisasi tetap berjalan pada jalurnya dan untuk mengorek kesalahan yang terjadi. Akhirnya, fungsi evaluasi dibutuhkan untuk menentukan tercapai atau tidaknya tujuan organisasi.
Mengintegrasikan Sub-Sistem Sosial dan Tugas-tugas
Sub-sistem sosial suatu organisasi menjamin penyediaan orang-orang yang mau bekerja dan sub-sistem tugas menentukan pekerjaan apa yang harus dilakukan oleh mereka. Kedua sub-sistem ini akan menimbulkan kegawatan jika antara keduanya saling bertentangan. Mesti ada sistem manajemen yang harus menjamin, bahwa kedua sub-sistem ini benar-benar berjalan seiring. Kita semua pasti memiliki pengalaman bekerja di dalam suatu sistem dimana pekerjaan-pekerjaan tersebut dicampur-adukkan dengan motivasi kita untuk melaksanakannya. Atau, kita-pun sudah sering melaksanakan tugas yang terlalu enteng, rutin, monoton dan membosankan; atau tugas-tugas justru terlalu rumit, terputus-putus dan membingungkan. Jika hal ini terjadi, sulit mempertahankan staf yang berkemampuan agar betah bekerja. Contoh-contoh klasik dari dua keadaan ekstrim ini adalah putusnya hubungan baik dengan staf pada suatu sisi dan tidak berdayanya tim pemecah masalah tersebut pada sisi yang lain. Hal-hal di atas merupakan unsur-unsur penting dan mutlak dalam suatu organisasi. Semuanya merupakan suatu ukuran baku yang disebut sebagai Fungsi Manajemen. Tulisan ini disusun atas dasar kaidah-kaidah tersebut.
Sekarang kita telah mengetahui pengertian manajemen secara umum. Mari coba kita lihat bagaimana fungsi-fungsi manajemen tersebut ditampilkan dalam organisasi ini.
PARALEGAL
PELATIHAN PARALEGAL & TEMU ALUMNI
PMII RAYON SYARI’AH DAN HUKUM
A. DASAR PEMIKIRAN
Pada tahun 1975, istilah paralegal baru dikenal di Indonesia. Sedangkan di Amerika dan Inggris telah lama dikenal dan pada jaman Belanda disebut pokrol (gemachtegde) atau dengan nama sebutan sekarang paralegal.
Paralegal adalah seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun ia bukan seorang penasihat hukum (profesional) dan ia bekerja di bawah bimbingan advokat atau yang dinilai mempunyai kemampuan dan keterampilan. Dan paralegal adalah kepanjangan tangan dari pengabdi hukum seperti lawyer / advokat, mempersiapkan hal teknis dan lebih jauh lagi paralegal dapat menjalankan peranan “mematangkan” masyarakat tersebut agar lebih memahami tentang hak-haknya dan sekaligus mampu mempertahankan dan memperjuangkannya.
Paralegal sebenarnya mucul sebagai reaksi atas ketidakberdayaan hukum dan dunia profesi hukum untuk memahami dan menangkap serta memenuhi asumsi-asumsi sosial yang diperlukan guna mewujudkan hak-hak masyarakat miskin yang secara jelas telah diakui oleh hukum seperti hak untuk memperoleh upah yang layak, hak atas bagi hasil pertanian yang wajar, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat, hak atas informasi, hak-hak konstitutional seperti, hak untuk berserikat dan hak atas kebebasan berpendapat serta Hak-hak masyarakat miskin lainnya yang secara jelas telah diakui oleh hukum. Semuanya itu dimiliki warga masyarakat. Akan tetapi aktualisasi hak-hak tersebut hanya mungkin dapat diwujudkan, jika asumsi-asumsi sosial terpenuhi :
1. Warga masyarakat mengerti dan memahami hak-hak tersebut dalam konteks posisi dalam masyarakat
2. Bahwa warga masyarakat mempunyai kekuatan dan kecakapan untuk memperjuangkan dalam mewujudkan hak-hak tersebut, Hak atas kehidupan yang layak.
Perjuangan buruh di Indonesia untuk menuntut haknya sejak zaman penjajahan Belanda sampai dengan sekarang tidak pernah surut berhenti. Namun realitas politik yang terjadi adalah bahwa buruh selalu merupakan pihak yang dikalahkan dan terkalahkan. Buruh yang disebut oleh Soekarno sebagai soko guru revolusi, ternyata hanya sebagai residu dari produk yang bernama pembangunan. Walaupun politik hukum perburuhan pada era Soekarno posisi buruh diuntungkan, seiring dengan konstalasi politik pada masa itu dimana PKI sebagai kekuatan politik yang cukup di perhitungkan berpihak kepada buruh dengan SOBSI sebagai salah satu underbouw-nya, namun kondisi tersebut belum mampu mengangkat harkat dan martabat hidup buruh dari ketertindasan pemiliki modal. Pada era Soekarno berkuasa, penanam modal asing masih dapat dikatakan sedikit sehingga hal tersebut sedikit banyak berdampak pada corak hukum perburuhan yang menguntungkan posisi dan kepentingan buruh.
B. LANDSAN KEGIATAN
a. Pancasila
b. Nilai Dasar Pergerakan (NDP), Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMII
c. Hasi Rapat Kerja Pengurus Rayon Syari’ah dan Hukum PMII Komisariat UIN Bandung Masa Khidmat 2009-2010
d. Hasil Rapat Koordinasi PR. Syari’ah dan Hukum, Maret 2010
C. TUJUAN KEGIATAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pemahaman mendasar terhadap peserta Pelatihan ini untuk bisa melakukan proses pendampingan kepada masyarakat.
2. Memberikan pembekalan dan pemahaman kepada peserta pelatihan sebagai anivestasi daripada program-program pendidikan terhadap masyarakat yang dirugikan akan hak-haknya.
3. Sebagai intermediasi bagi masyarakat sehingga mereka bisa menuntut dan memperjuangkan hak-haknya.
4. Untuk melakukan proses-proses investigasi atas kasus-kasus yang menimpa masyarakat.
5. Untuk meringankan pengacara dalam membuat pertanyaan-pertanyaan, gugatan atau pembelaan, mengumpulkan informasi dan bukti atas kasus yang ditangani serta mendokumentasikannya.
D. BENTUK DAN TEMA KEGIATAN
Adapun bentuk formatan pelaksanaan kegiatan ini adalah :
Pertama, penyampaian materi secara general dan umum kemudian pemahaman terhadap studi kasus dari realitas yang ada.
Kedua, dengan penyampaian materi maka tahap selanjutnya adalah tindak lanjut pasca pelatihan dengan melakukan pendampingan secara langsung terhadap masyarakat setelah para peserta memperoleh pemahaman dasar mengenai peran dan fungsi paralegal serta tahap advokasi terhadap masyarakat.
Tema yang di angkat dari kegiatan pelatihan ini adalah :
”’ Peran Serta Paralegal dalam Pendampingan Terhadap Realitas Hukum Di Masyarakat ”.
Dengan sederhana dicuplik dari berbagai tulisan yang ada alur advokasi secara umum bisa digambarkan sebagai berikut :
E. TEMPAT, WAKTU DAN SASARAN
Tempat kegiatan ini akan diselenggarakan di Sakola Alam Pelopor, Rancaekek, Kabupaten Bandung, pada Hari Jum’at s/d hari Minggu, 16-18 April 2010.
Sasaran atau peserta kegiatan ini adalah Kader PMII Rayon Syari’ah dan Hukum dan utusan Rayon-rayon Komisariat UIN SGD Cabang Kabupaten Bandung
F. MATERI KEGIATAN
Materi 1 : Peran Dan Fungsi Paralegal
Fasilitator : Agus Indra FIrdaus, SH
Materi 2 : Materi Dasar Hukum Acara Perdata dan hukum acara pidana
Fasilitator : Ki Agus Muhammad., S.H., M.H
Materi 3 : Materi Hukum Acara Pembuktian
Fasilitator : Jhenny Sidabalok., S.H,.M.H
Materi 4 : Materi Sistem Peradilan Indonesia
Fasilitator : Dr. H. Tatang Astarudin., S.H., M.H., M.S.i
Materi 5 : Management Konflik
Fasilitator : Andri Taufik Hidayatullah., S.Sos.i
Materi 6 : Materi Sistem Advokasi
Fasilitator : H. Syaf. A.T Simatupang., S.H
Materi 7 : Materi Sistem PKDRT
Fasilitator : Hj. Dew Sodja., S.H.,M.H (Hakim Pengadilan Agama Bandung)
Materi 8 : Metode Materi PPHI ( Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)
Fasilitator : Muhammad Kholid., S.H., M.H
Materi 9 : Analisis Sosial
Fasilitator : Drs. Dudang Gozali., M.Ag
G. PESERTA PARALEGAL
Peserta Paralegal adalah PMII Rayon Syari’ah & Hukum UIN SGD Bandung Cabang Kabupaten Bandung dan perwakilan Rayon-rayon lain.
H. PENDANAAN
Adapun pendanaan kegiatan Paralegal ini berasal dari:
1. Kas PMII Rayon Syari’ah dan Hukum Komisariat UIN SGD Bandung Cabang Kota Bandung
2. Kontribusi peserta & Panitia Mapaba
3. Donatur
4. Bantuan yang halal dan tidak mengikat
I. SUSUNAN KEPANITIAAN
Terlampir
J. ESTIMASI DANA
Terlampir
K. PENUTUP
Peran serta paralegal dalam melakukan pendampingan terhadap masyarakat merupakan salah satu bentuk pengabdian yang diwujudkan dengan proses advokasi dalam setiap kasus-kasus hukum yang sifatnya humanis dan dekat dengan kehidupan masyarakat. Sebagai proses pendampingan kepada masyarakat, paralegal merupakan upaya untuk membangun komunikasi masyarakat akan pentingnya pendampingan dan penyadaran hukum.
Berdasarkan penjabaran diatas paralegal jelas bukan advokat ataupun pengacara yang melakukan pembelaan dipengadilan, pekerjaan utama paralegal memberikan nasihat hukum, mendokumentasikan kasus-kasus hukum yang dihadapi masyarakat marginal yang dilayaninya. Membantu menumbuhkan sosial masyarakat dalam suatu proses perundingan guna mencari penyelesaian dalam suatu persoalan hukum.
Wallahul Muafiq Ilaa Aqwamith thooriq
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bandung, 20 Maret 2010
PANITIA PELATIHAN PARALEGAL DAN TEMU ALUMNI
PMII RAYON SYARI’AH DAN HUKUM KOMISARIAT UIN SGD BANDUNG
CABANG KABUPATEN BANDUNG.
Arif Ahamd Qurnaen Farhan Zamzami
Ketua OC Sekretaris OC
Mengetahui,
PR. SYARI’AH DAN HUKUM
Dhamiry Al-Ghazaly
Ketua Umum
SURAT KEPUTUSAN PR. SYARI'AH DAN HUKUM
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
KOMISARIAT UIN SGD CABANG KABUPATEN BANDUNG
Nomor : 03.PR-XI.V-02.01.A-1.03.2010
Tentang:
SUSUNAN KEPANITIAAN
PELATIHAN PARALEGAL DAN TEMU ALUMNI
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
RAYON SYARI’AH DAN HUKUM UIN “SGD”
CABANG KABUPATEN BANDUNG
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Dengan senantiasa mengharap Ridha Allah SWT. Pengurus Rayon Syari’ah dan Hukum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UIN “SGD” Cabang Kabupaten Bandung, setelah:
Menimbang : 1. Bahwa PMII merupakan organisasi pengkaderan, seta menjunjung tinggi Intelektualitas kader serta kajian Fakultatif yang harus tersalurkan dengan seksama.
2. Bahwa demi kesinambungan organisasi dan regenerasi keanggotaan, maka dipandang perlu dilaksanakannya Pelatihan Paralegal dan Temu Alumni.
3. Bahwa untuk menyelengarakan Pelatihan Paralegal dan Temu Alumni, agar berjalan dengan lancar, aman, dan tertib, maka dipandang perlu dibentuk susunan Kepanitiaan.
Mengingat : 1. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) PMII
2. Nilai dasar pergerakan (NDP) PMII
Memperhatikan: Hasil Rapat Kerja Pengurus Rayon Syari’ah dan Hukum Masa Khidmat 2009-2010
MEMUTUSKAN
Menetapkan : 1. Mengesahkan susunan panitia Pelatihan Paralegal dan Temu Alumni
2. Menugaskan kepada semua Panitia Pelatihan Paralegal dan Temu Alumni untuk melaksanakan amanat organisasi sesuai dengan hasil keputusan organisasi dan peraturan yang ada
Wallahu Al-muwafiq Ila Aqwami al-Tharieq
Ditetapkan di : Bandung
Pada tanggal : 20 Maret 2010
PENGURUS RAYON SYARI’AH DAN HUKUM
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
KOMISARIAT UIN “SGD” CABANG KABUPATEN BANDUNG
Dahmiry Al-Ghazaly Hadziq
Ketua Sekretaris
SUSUNAN KEPANITIAAN
PELATIHAN PARALEGAL DAN TEMU ALUMNI
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
RAYON SYARI’AH DAN HUKUM KOMISARIAT UIN SGD
CAB. KAB BANDUNG
Penasehat
Abdul Nasir
(Ketua Komisariat UIN SGD Cab. Kab Bandung)
Penanggung jawab
Dhamiry Al-Ghazaly
(Ketua Rayon Syari’ah dan Hukum)
Steering Comite (SC)
Ketua : Cecep Rahmat Nugraha
Sekretaris : Irfan Zainal Mustofa
Anggota : Winggit tian Sari F (acara)
Hadziq (kesekretariatan)
Jeri Marwan (pubdokak)
Dede LismaLia Sari (konsumsi)
Subur Saputra (Humas dan Danus)
Organiser Comite (OC)
Ketua : Arif Ahamd Qurnaen
Sekretaris : Farhan Zamzami
Bendahara : Risma Kamilah
Sie Acara
• Fajri Idhatul Akbar
• Efy Sofiyatul Islamiyah
• Jawwad As-Syaghaf
• Tri Wulan Azizah
• Huliyatu Lulu
Sie Kesekretariatan
• Ela Salamah
• Empat Fatimah
• Tika Samrotul Fuadah
• Asep Gunawan
• Puhadi
SIE Pubdokak
• Kurnia
• Dewi Nurul Qomar
• Epon Qomariah
• Hendra Saputra
• Thorib SIE Konsumsi/Logistik
• Erna Puspita Sari
• Neng Robiah Anggres
• Elis Ratna
• Sakinah
SIE Humas dan Danus
• Fauzi
• Diat Setiawan
• Tohir
• Rizqi Fadilah
TERM OF REFERENCE (TOR) PELATIHAN PARALEGAL
RAYON SYARI’AH DAN HUKUM
PMII KOMISARIAT UIN SGD CABANG KABUPATEN BANDUNG
MASA KHIDMAT 2009-2010
Materi 1 : Peran dan Fungsi Paralegal
Fasilitator : Agus Indra FIrdaus, SH
Tujuan :
Peserta mengetahui dan memahami tentang pengertian dasar, peran dan fungsi paralegal.
Peserta mengetahui tentang latar belakang adanya paralegal.
Metode :
Ceramah/uraian lisan
Curah Pendapat
Diskusi
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
90 menit
Proses fasilitasi
1. Fasilitator membuka sessi dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari materi ini.
2. Fasilitator membukan dan memberikan penjelasan tentang tujuan sessi ini
3. Fasilitator mengajak peserta diskusi lebih mendalam mengenai materi paralegal
4. Fasilitator memancing terjadinya diskusi interaktif dengan peserta dengan mengemukakan pertanyaan kunci : apabila kawan-kawan sudah memahami pengertian paralegal.
5. Fasilitator menyimpulkan secara keseluruhan topic ini kemudian menutup sessi ini dengan mengucapkan salam dan mengajak peserta bertepuk tangan.
Materi 2 : Pengantar Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
Fasilitator : Ki Agus Muhammad., S.H., M.H
Tujuan :
Peserta mengetahui dan memahami tentang pengertian dasar, hukum acara perdata dan acara pidana
Peserta mengetahui dan memahami proses hukum acara pidana dan acara perdata
Metode :
Ceramah/uraian lisan
Curah Pendapat
Diskusi
Bahan :
Hukum acara pidana
Hukum acara perdata
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
120 menit
Proses fasilitasi
1. Fasilitator membuka sessi dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari hukum ini.
2. Fasilitator meminta peserta untuk berbagi pengalaman seputar kasus perdata dan pidana yang pernah terjadi di atau dialami oleh peserta training, kemudian fasilitator mengeksplorasi tentang apa yang dilakukan oleh peserta atau oleh orang lain pada saat kasus tersebut terjadi. Fasilitator mencatat beberapa hal penting yang dilakukan oleh peserta yang berhubungan dengan kasus tersebut.
3. Fasilitator mengajak peserta diskusi lebih mendalam mengenai materi acara perdata dan pidana dengan dikaitkan dengan beberapa catatan fasilitator seputar keterlibatan peserta dalam penanganan kasus.
4. Fasilitator menyimpulkan pengertian hukum acara perdata dan pidana beserta prosesnya, kemudian memperkaya wacana peserta mengenai pengertian hukum acara perdata dan pidana beserta prosesnya.
5. Fasilitator memancing terjadinya diskusi interaktif dengan peserta dengan mengemukakan pertanyaan kunci : apabila kawan-kawan sudah memahami pengertian hukum acara perdata dan pidana serta prosesnya, bagaimana peran dan fungsinya paralegal dalam hukum acara perdata dan pidana
6. Fasilitator menyimpulkan secara keseluruhan topic ini kemudian menutup sessi ini dengan mengucapkan salam dan mengajak peserta bertepuk tangan.
Materi 3 : HUKUM ACARA PEMBUKTIAN
Fasilitator : Jhenny Sidabolak., S.H., M.H
Tujuan :
Peserta memahami Hukum Acara Pembuktian
Peserta memahami Jenis – jenis alat bukti
Peserta memahami dan memahami proses pengajuan alat bukti
Metode :
Ceramah/uraian lisan
Diskusi kelompok
Presentasi
Bahan :
Lembar Kasus
Bahan Bacaan Tentang “Hukum Acara Pembuktian”
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
90 menit
Proses fasilitasi :
1. Fasilitator membuka dengan menjelasknan tujuan sessi ini
2. Fasilitator melanjutkan dan ember pengantar singkat tentang “Hukum Acara Pembuktian”
3. Bagi peserta dalam kelompok – kelompok kecil menjadi 3 kelompok
4. Setelah selesai membagi kelompok lalu bagikan lembar kasus pada setiap kelompoknya untuk didiskusikan lalu pandu dengan pertanyaan “ Mana sajakah yang termasuk jenis alat bukti” dalam bacaan tsb
5. Berikan waktu pada peserta untuk diskusi kelompok dan persiapkan perwakilan dari peserta untuk mempresentasikan hasil diskusi setiap kelompoknya.
6. Setelah diskusi selesai persilahkan pada perwakilan setiap kelompok untuk presentasi
Fasilitator memberikan tanda pada setiap temuan – temuan penting yang berkaitan dengan “jenis – jenis alat bukti” lalu tutup sessi ini
Materi 4 : SISTEM PERADILAN INDONESIA
Fasilitator : Dr. H. Tatang Astarudin., S.H., MH., M.S.i
Tujuan :
Peserta mengetahui tentang system peradilan Indonesia
Peserta mengetahui tentang latar belakang hukum hukum acara jenis-jenis pengadilan
Metode :
Ceramah
Curah pendapat
Diskusi
Bahan :
Bahan bacaan “ Sitem Peradilan Indonesia”
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
60 menit
Proses Fasilitasi
1. Fasilitator membukan dan memberikan penjelasan singkat tentang tujuan sessi ini
2. Fasilitator melanjutkan dengan memberi pengantar tentang “Sistem Hukum Indonesia”
3. Setelah selesai berikan kesempatan pada peserta untuk memberikan pendapat dan diskusikan dengan peserta yang lain
4. Setelah selesai tutup sessi ini dengan mengajak peserta untuk tepuk tangan dan bagikan bahan bacaan “Sistem Peradilan Indonesia"
Materi 5 : MANEJEMEN KONFLIK
Fasilitator :.Andri Taufik Hidayatullah S.Sos.i
Tujuan :
Peserta mengetahui tentang tatacara mengelola konflik
Peserta memahami tentang jenis-jenis konflik
Peserta dapat memahami metode pengelolaan konflik berdasarkan masalah yang dihadapi
Metode :
Ceramah
Curah pendapat
Diskusi kelompok
Bahan :
Bahan bacaan “ Tatacara mengelola konflik”
Lembar kasus
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
90 menit
Proses Fasilitasi
1. Fasilitator membuka sessi dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari topik ini.
2. Fasilitator memberikan pengantar singkat tentang apa itu tata cara mengelola konflik.
3. Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil untuk mendiskusikan tentang kasus dan fasilitator membagikan lembar kasus yang sudah disiapkan.
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mempesentasiakan hasil diskusi kelompok.
5. Fasilitator menyimpulkan hasil uraian materi dari awal sampai akhir, sekaligus menutup sesi.
Materi 6 : ADVOKASI
Fasilitator : H. Syaf. A.T Simatupang., S.H
Tujuan :
Peserta mengetahui dan memahami pengertian Advokasi
Peserta mengetahui alur proses kerja – kerja advokasi
Metode :
Ceramah
Curah pendapat
Diskusi
Bahan :
Bahan bacaan “ Advokasi”
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
60 menit
Proses Fasilitasi
1. Fasilitator membuka dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan sessi ini.
2. Berikan pengantar singkat pada peserta tentang pengertian advokasi.
3. Lalu fasilitator memberikan kesempatan pada peserta untuk mendiskusikan tentang pengalam Advokasi, catat temuan penting yang menyangkut proses advokasi di kertas plano.
4. fasilitator membagikan bahan bacaan tentang advokasi pada setiap peserta lalu perintahkan untuk membaca secara bergantian, setelah selesai pandu peserta untuk mengingatkan temuan hasil diskusi pengalaman advokasi yang telah ditulis di kertas plano.
5. Fasilitator menyimpulkan hasil temuan –temuan yang telah di tulis di kertas plano dan selaligus menutup sessi ini
Materi 7 : PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ( PKDRT )
Fasilitator : Hj. Dewi Sodja., SH., MH
Tujuan :
Peserta mengetahui Sejarah perempuan
Peserta mengetahui hukum dan jenis – jenis kekerasan
Metode :
Ceramah
Curah pendapat
Diskusi
Bahan :
Bahan bacaan “ PKDRT”
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
60 menit
Proses Fasilitasi
1. Fasilitator membuka dan menjelaskan tentang tujuan sessi ini
2. Fasilitator memberikan pengantar singkat tentang “ PKDRT’ dan sejarah perempuan
3. Berikan kesempatan pada peserta untuk diskusi
4. Setelah selesaikan, berikan penghargaan dengan tepuk tangan dan bagikan bahan bacaan “PKDRT”
Materi 8 : Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Fasilitator : Muhammad Kholid., SH., MH
Tujuan :
Peserta memahami alur proses PPHI
Peserta mengetahu sejarah terbentuknya PPHI
Peserta dapat mengkritisi tentang kelembagaan PPHI dan proses hukum acara
Metode :
Ceramah/uraian lisan
Curah Pendapat
Diskusi
Bahan :
Bacaan PPHI :
Sejarah terbentuknya
Alur prosesnya
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
120 menit
Proses fasilitasi
1. Fasilitator membuka sessi dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari topik ini.
2. Fasilitator meminta peserta untuk berbagi pengalaman seputar kasus perselisihan hubungan industrial (perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan Antar Serikat Pekerja) yang pernah terjadi di atau dialami oleh peserta training, kemudian fasilitator mengeksplorasi tentang apa yang dilakukan oleh peserta atau oleh orang lain pada saat kasus tersebut terjadi. Fasilitator mencatat beberapa hal penting yang dilakukan oleh peserta yang berhubungan dengan kasus tersebut.
3. Fasilitator mengajak peserta diskusi
4. lebih mendalam PPHI dikaitkan dengan beberapa catatan fasilitator seputar keterlibatan peserta dalam penanganan kasus perselisihan hubungan Industrial (perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan Antar Serikat Pekerja).
5. Fasilitator menyimpulkan dikusi PPHI dengan bebarapa kasus yang di hadapi oleh peserta, kemudian memperkaya wacana peserta mengenai PPHI
6. Fasilitator memancing terjadinya diskusi interaktif dengan peserta dengan mengemukakan pertanyaan kunci : apakah kawan-kawan sudah memahami PPHI, bagaimana alur proses PPHI, sejarah PPHI, dan lembaga yang ada dalam PPHI diri paralegal.
7. Fasilitator menyimpulkan secara keseluruhan topic ini kemudian menutup sessi ini dengan mengucapkan salam dan mengajak peserta bertepuk tangan.
Materi 9 : ANALISA SOSIAL
Fasilitator : Drs. Dudang Ghozali., M.Ag
Tujuan :
Peserta memahami/mengetahui konsep analisa sosial
Peserta mengetahui kegunaan konsep ansos
Metode :
Ceramah
Curah pendapat
Diskusi
Bahan :
Bahan Bacaan “ANSOS”
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
90 menit
Proses Fasilitasi
1. Fasilitator membuka sesi dengan mengucapakan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari topik ini.
2. Fasilitator memberikan pengantar singkat tentang apa itu ANSOS
3. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi uraian yang diberikan oleh fasilitator.
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan hasil eksplorasi peserta
5. Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi dan menajamkan divinisi tentang ANSOS, sekaligus menutup sesi.
AGENDA ACARA PELATIHAN PARALEGAL
PMII RAYON SYARI’AH DAN HUKUM
KOMISARIAT UIN SGD CABANG KABUPATEN BANDUNG
NO MATERI WAKTU NARASUMBER KET
Jum’at, 16 Maret 2010
Pembukaan Opening Ceremony
1. Pembukaan
2. Pembacaan kalam Ilahi
3. Menyayikan Lagu Indonesia Raya dan Mars PMII
4. Sambutan-sambutan:
- Ketua OC
- Ketua Rayon
- Ketua Komisariat
- Ketua Cabang
4. Doa/Tutup
MC
Nurjana Arif
Erna Puspita Sari
Arif A. Qurnaen
Dhamiry Al-Ghazaly
Abdul Nasir
Khaerul Umam., S.Hi
Asep Gunawan
1 Peran Fungsi Paralegal 14.00-15.30 Agus Indra FIrdaus, SH Moderator
Ishoma 15.30-16.00 All
2 Sistem Peradilan di Indonesia 16.00-17.30 Dr. H. Tatang Astarudin., S.H., M.H.,M.Si Moderator
Ishoma 17.30-19.30 Moderator
3 Pengantar Hukum Acara Pidana & Hukum Acara Perdata 19.30-21.30 Agus Muhammad., S.H.,M.H Moderator
Sabtu, 17 April 2010
4 Hukum Pembuktian 09.00-10.30 Jhenny Sidabalok. S.H.,M.H., M.Si Moderator
5 Cara Penulisan Kasus 10.30-11.30 Fahmi Shobih., S.Hi Moderator
Ishoma 11.30-13.00
6 Manejemen Konflik 13.00-14.30 Andri Taufik H., S.Sos.i Moderator
Ishoma 14.30-15.30
7 PKDRT 15.30-17.30 Hj. Dewi Sodja., S.H., M.H Moderator
Ishoma 17.30-19.30
8 Advokasi 19.30-21.30 H. Syaf. A.T Simatupang., S.H Moderator
Minggu, 18 April 2010
9 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 09.00-10.30 Muhammad kholid., S.H.,M.H Moderator
10 Analisa Sosial 10.30-12.30 Drs. Dudang Ghozali., M.Ag Moderator
Ishoma 12.30-14.00 All
Ramah Tamah & Reuni Kader PMII Rayon Syari’ah & Hukum 14.00-15.30 Panitia
Penutupan
PMII RAYON SYARI’AH DAN HUKUM
A. DASAR PEMIKIRAN
Pada tahun 1975, istilah paralegal baru dikenal di Indonesia. Sedangkan di Amerika dan Inggris telah lama dikenal dan pada jaman Belanda disebut pokrol (gemachtegde) atau dengan nama sebutan sekarang paralegal.
Paralegal adalah seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun ia bukan seorang penasihat hukum (profesional) dan ia bekerja di bawah bimbingan advokat atau yang dinilai mempunyai kemampuan dan keterampilan. Dan paralegal adalah kepanjangan tangan dari pengabdi hukum seperti lawyer / advokat, mempersiapkan hal teknis dan lebih jauh lagi paralegal dapat menjalankan peranan “mematangkan” masyarakat tersebut agar lebih memahami tentang hak-haknya dan sekaligus mampu mempertahankan dan memperjuangkannya.
Paralegal sebenarnya mucul sebagai reaksi atas ketidakberdayaan hukum dan dunia profesi hukum untuk memahami dan menangkap serta memenuhi asumsi-asumsi sosial yang diperlukan guna mewujudkan hak-hak masyarakat miskin yang secara jelas telah diakui oleh hukum seperti hak untuk memperoleh upah yang layak, hak atas bagi hasil pertanian yang wajar, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat, hak atas informasi, hak-hak konstitutional seperti, hak untuk berserikat dan hak atas kebebasan berpendapat serta Hak-hak masyarakat miskin lainnya yang secara jelas telah diakui oleh hukum. Semuanya itu dimiliki warga masyarakat. Akan tetapi aktualisasi hak-hak tersebut hanya mungkin dapat diwujudkan, jika asumsi-asumsi sosial terpenuhi :
1. Warga masyarakat mengerti dan memahami hak-hak tersebut dalam konteks posisi dalam masyarakat
2. Bahwa warga masyarakat mempunyai kekuatan dan kecakapan untuk memperjuangkan dalam mewujudkan hak-hak tersebut, Hak atas kehidupan yang layak.
Perjuangan buruh di Indonesia untuk menuntut haknya sejak zaman penjajahan Belanda sampai dengan sekarang tidak pernah surut berhenti. Namun realitas politik yang terjadi adalah bahwa buruh selalu merupakan pihak yang dikalahkan dan terkalahkan. Buruh yang disebut oleh Soekarno sebagai soko guru revolusi, ternyata hanya sebagai residu dari produk yang bernama pembangunan. Walaupun politik hukum perburuhan pada era Soekarno posisi buruh diuntungkan, seiring dengan konstalasi politik pada masa itu dimana PKI sebagai kekuatan politik yang cukup di perhitungkan berpihak kepada buruh dengan SOBSI sebagai salah satu underbouw-nya, namun kondisi tersebut belum mampu mengangkat harkat dan martabat hidup buruh dari ketertindasan pemiliki modal. Pada era Soekarno berkuasa, penanam modal asing masih dapat dikatakan sedikit sehingga hal tersebut sedikit banyak berdampak pada corak hukum perburuhan yang menguntungkan posisi dan kepentingan buruh.
B. LANDSAN KEGIATAN
a. Pancasila
b. Nilai Dasar Pergerakan (NDP), Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMII
c. Hasi Rapat Kerja Pengurus Rayon Syari’ah dan Hukum PMII Komisariat UIN Bandung Masa Khidmat 2009-2010
d. Hasil Rapat Koordinasi PR. Syari’ah dan Hukum, Maret 2010
C. TUJUAN KEGIATAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pemahaman mendasar terhadap peserta Pelatihan ini untuk bisa melakukan proses pendampingan kepada masyarakat.
2. Memberikan pembekalan dan pemahaman kepada peserta pelatihan sebagai anivestasi daripada program-program pendidikan terhadap masyarakat yang dirugikan akan hak-haknya.
3. Sebagai intermediasi bagi masyarakat sehingga mereka bisa menuntut dan memperjuangkan hak-haknya.
4. Untuk melakukan proses-proses investigasi atas kasus-kasus yang menimpa masyarakat.
5. Untuk meringankan pengacara dalam membuat pertanyaan-pertanyaan, gugatan atau pembelaan, mengumpulkan informasi dan bukti atas kasus yang ditangani serta mendokumentasikannya.
D. BENTUK DAN TEMA KEGIATAN
Adapun bentuk formatan pelaksanaan kegiatan ini adalah :
Pertama, penyampaian materi secara general dan umum kemudian pemahaman terhadap studi kasus dari realitas yang ada.
Kedua, dengan penyampaian materi maka tahap selanjutnya adalah tindak lanjut pasca pelatihan dengan melakukan pendampingan secara langsung terhadap masyarakat setelah para peserta memperoleh pemahaman dasar mengenai peran dan fungsi paralegal serta tahap advokasi terhadap masyarakat.
Tema yang di angkat dari kegiatan pelatihan ini adalah :
”’ Peran Serta Paralegal dalam Pendampingan Terhadap Realitas Hukum Di Masyarakat ”.
Dengan sederhana dicuplik dari berbagai tulisan yang ada alur advokasi secara umum bisa digambarkan sebagai berikut :
E. TEMPAT, WAKTU DAN SASARAN
Tempat kegiatan ini akan diselenggarakan di Sakola Alam Pelopor, Rancaekek, Kabupaten Bandung, pada Hari Jum’at s/d hari Minggu, 16-18 April 2010.
Sasaran atau peserta kegiatan ini adalah Kader PMII Rayon Syari’ah dan Hukum dan utusan Rayon-rayon Komisariat UIN SGD Cabang Kabupaten Bandung
F. MATERI KEGIATAN
Materi 1 : Peran Dan Fungsi Paralegal
Fasilitator : Agus Indra FIrdaus, SH
Materi 2 : Materi Dasar Hukum Acara Perdata dan hukum acara pidana
Fasilitator : Ki Agus Muhammad., S.H., M.H
Materi 3 : Materi Hukum Acara Pembuktian
Fasilitator : Jhenny Sidabalok., S.H,.M.H
Materi 4 : Materi Sistem Peradilan Indonesia
Fasilitator : Dr. H. Tatang Astarudin., S.H., M.H., M.S.i
Materi 5 : Management Konflik
Fasilitator : Andri Taufik Hidayatullah., S.Sos.i
Materi 6 : Materi Sistem Advokasi
Fasilitator : H. Syaf. A.T Simatupang., S.H
Materi 7 : Materi Sistem PKDRT
Fasilitator : Hj. Dew Sodja., S.H.,M.H (Hakim Pengadilan Agama Bandung)
Materi 8 : Metode Materi PPHI ( Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial)
Fasilitator : Muhammad Kholid., S.H., M.H
Materi 9 : Analisis Sosial
Fasilitator : Drs. Dudang Gozali., M.Ag
G. PESERTA PARALEGAL
Peserta Paralegal adalah PMII Rayon Syari’ah & Hukum UIN SGD Bandung Cabang Kabupaten Bandung dan perwakilan Rayon-rayon lain.
H. PENDANAAN
Adapun pendanaan kegiatan Paralegal ini berasal dari:
1. Kas PMII Rayon Syari’ah dan Hukum Komisariat UIN SGD Bandung Cabang Kota Bandung
2. Kontribusi peserta & Panitia Mapaba
3. Donatur
4. Bantuan yang halal dan tidak mengikat
I. SUSUNAN KEPANITIAAN
Terlampir
J. ESTIMASI DANA
Terlampir
K. PENUTUP
Peran serta paralegal dalam melakukan pendampingan terhadap masyarakat merupakan salah satu bentuk pengabdian yang diwujudkan dengan proses advokasi dalam setiap kasus-kasus hukum yang sifatnya humanis dan dekat dengan kehidupan masyarakat. Sebagai proses pendampingan kepada masyarakat, paralegal merupakan upaya untuk membangun komunikasi masyarakat akan pentingnya pendampingan dan penyadaran hukum.
Berdasarkan penjabaran diatas paralegal jelas bukan advokat ataupun pengacara yang melakukan pembelaan dipengadilan, pekerjaan utama paralegal memberikan nasihat hukum, mendokumentasikan kasus-kasus hukum yang dihadapi masyarakat marginal yang dilayaninya. Membantu menumbuhkan sosial masyarakat dalam suatu proses perundingan guna mencari penyelesaian dalam suatu persoalan hukum.
Wallahul Muafiq Ilaa Aqwamith thooriq
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bandung, 20 Maret 2010
PANITIA PELATIHAN PARALEGAL DAN TEMU ALUMNI
PMII RAYON SYARI’AH DAN HUKUM KOMISARIAT UIN SGD BANDUNG
CABANG KABUPATEN BANDUNG.
Arif Ahamd Qurnaen Farhan Zamzami
Ketua OC Sekretaris OC
Mengetahui,
PR. SYARI’AH DAN HUKUM
Dhamiry Al-Ghazaly
Ketua Umum
SURAT KEPUTUSAN PR. SYARI'AH DAN HUKUM
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
KOMISARIAT UIN SGD CABANG KABUPATEN BANDUNG
Nomor : 03.PR-XI.V-02.01.A-1.03.2010
Tentang:
SUSUNAN KEPANITIAAN
PELATIHAN PARALEGAL DAN TEMU ALUMNI
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
RAYON SYARI’AH DAN HUKUM UIN “SGD”
CABANG KABUPATEN BANDUNG
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Dengan senantiasa mengharap Ridha Allah SWT. Pengurus Rayon Syari’ah dan Hukum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UIN “SGD” Cabang Kabupaten Bandung, setelah:
Menimbang : 1. Bahwa PMII merupakan organisasi pengkaderan, seta menjunjung tinggi Intelektualitas kader serta kajian Fakultatif yang harus tersalurkan dengan seksama.
2. Bahwa demi kesinambungan organisasi dan regenerasi keanggotaan, maka dipandang perlu dilaksanakannya Pelatihan Paralegal dan Temu Alumni.
3. Bahwa untuk menyelengarakan Pelatihan Paralegal dan Temu Alumni, agar berjalan dengan lancar, aman, dan tertib, maka dipandang perlu dibentuk susunan Kepanitiaan.
Mengingat : 1. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) PMII
2. Nilai dasar pergerakan (NDP) PMII
Memperhatikan: Hasil Rapat Kerja Pengurus Rayon Syari’ah dan Hukum Masa Khidmat 2009-2010
MEMUTUSKAN
Menetapkan : 1. Mengesahkan susunan panitia Pelatihan Paralegal dan Temu Alumni
2. Menugaskan kepada semua Panitia Pelatihan Paralegal dan Temu Alumni untuk melaksanakan amanat organisasi sesuai dengan hasil keputusan organisasi dan peraturan yang ada
Wallahu Al-muwafiq Ila Aqwami al-Tharieq
Ditetapkan di : Bandung
Pada tanggal : 20 Maret 2010
PENGURUS RAYON SYARI’AH DAN HUKUM
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
KOMISARIAT UIN “SGD” CABANG KABUPATEN BANDUNG
Dahmiry Al-Ghazaly Hadziq
Ketua Sekretaris
SUSUNAN KEPANITIAAN
PELATIHAN PARALEGAL DAN TEMU ALUMNI
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA (PMII)
RAYON SYARI’AH DAN HUKUM KOMISARIAT UIN SGD
CAB. KAB BANDUNG
Penasehat
Abdul Nasir
(Ketua Komisariat UIN SGD Cab. Kab Bandung)
Penanggung jawab
Dhamiry Al-Ghazaly
(Ketua Rayon Syari’ah dan Hukum)
Steering Comite (SC)
Ketua : Cecep Rahmat Nugraha
Sekretaris : Irfan Zainal Mustofa
Anggota : Winggit tian Sari F (acara)
Hadziq (kesekretariatan)
Jeri Marwan (pubdokak)
Dede LismaLia Sari (konsumsi)
Subur Saputra (Humas dan Danus)
Organiser Comite (OC)
Ketua : Arif Ahamd Qurnaen
Sekretaris : Farhan Zamzami
Bendahara : Risma Kamilah
Sie Acara
• Fajri Idhatul Akbar
• Efy Sofiyatul Islamiyah
• Jawwad As-Syaghaf
• Tri Wulan Azizah
• Huliyatu Lulu
Sie Kesekretariatan
• Ela Salamah
• Empat Fatimah
• Tika Samrotul Fuadah
• Asep Gunawan
• Puhadi
SIE Pubdokak
• Kurnia
• Dewi Nurul Qomar
• Epon Qomariah
• Hendra Saputra
• Thorib SIE Konsumsi/Logistik
• Erna Puspita Sari
• Neng Robiah Anggres
• Elis Ratna
• Sakinah
SIE Humas dan Danus
• Fauzi
• Diat Setiawan
• Tohir
• Rizqi Fadilah
TERM OF REFERENCE (TOR) PELATIHAN PARALEGAL
RAYON SYARI’AH DAN HUKUM
PMII KOMISARIAT UIN SGD CABANG KABUPATEN BANDUNG
MASA KHIDMAT 2009-2010
Materi 1 : Peran dan Fungsi Paralegal
Fasilitator : Agus Indra FIrdaus, SH
Tujuan :
Peserta mengetahui dan memahami tentang pengertian dasar, peran dan fungsi paralegal.
Peserta mengetahui tentang latar belakang adanya paralegal.
Metode :
Ceramah/uraian lisan
Curah Pendapat
Diskusi
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
90 menit
Proses fasilitasi
1. Fasilitator membuka sessi dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari materi ini.
2. Fasilitator membukan dan memberikan penjelasan tentang tujuan sessi ini
3. Fasilitator mengajak peserta diskusi lebih mendalam mengenai materi paralegal
4. Fasilitator memancing terjadinya diskusi interaktif dengan peserta dengan mengemukakan pertanyaan kunci : apabila kawan-kawan sudah memahami pengertian paralegal.
5. Fasilitator menyimpulkan secara keseluruhan topic ini kemudian menutup sessi ini dengan mengucapkan salam dan mengajak peserta bertepuk tangan.
Materi 2 : Pengantar Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
Fasilitator : Ki Agus Muhammad., S.H., M.H
Tujuan :
Peserta mengetahui dan memahami tentang pengertian dasar, hukum acara perdata dan acara pidana
Peserta mengetahui dan memahami proses hukum acara pidana dan acara perdata
Metode :
Ceramah/uraian lisan
Curah Pendapat
Diskusi
Bahan :
Hukum acara pidana
Hukum acara perdata
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
120 menit
Proses fasilitasi
1. Fasilitator membuka sessi dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari hukum ini.
2. Fasilitator meminta peserta untuk berbagi pengalaman seputar kasus perdata dan pidana yang pernah terjadi di atau dialami oleh peserta training, kemudian fasilitator mengeksplorasi tentang apa yang dilakukan oleh peserta atau oleh orang lain pada saat kasus tersebut terjadi. Fasilitator mencatat beberapa hal penting yang dilakukan oleh peserta yang berhubungan dengan kasus tersebut.
3. Fasilitator mengajak peserta diskusi lebih mendalam mengenai materi acara perdata dan pidana dengan dikaitkan dengan beberapa catatan fasilitator seputar keterlibatan peserta dalam penanganan kasus.
4. Fasilitator menyimpulkan pengertian hukum acara perdata dan pidana beserta prosesnya, kemudian memperkaya wacana peserta mengenai pengertian hukum acara perdata dan pidana beserta prosesnya.
5. Fasilitator memancing terjadinya diskusi interaktif dengan peserta dengan mengemukakan pertanyaan kunci : apabila kawan-kawan sudah memahami pengertian hukum acara perdata dan pidana serta prosesnya, bagaimana peran dan fungsinya paralegal dalam hukum acara perdata dan pidana
6. Fasilitator menyimpulkan secara keseluruhan topic ini kemudian menutup sessi ini dengan mengucapkan salam dan mengajak peserta bertepuk tangan.
Materi 3 : HUKUM ACARA PEMBUKTIAN
Fasilitator : Jhenny Sidabolak., S.H., M.H
Tujuan :
Peserta memahami Hukum Acara Pembuktian
Peserta memahami Jenis – jenis alat bukti
Peserta memahami dan memahami proses pengajuan alat bukti
Metode :
Ceramah/uraian lisan
Diskusi kelompok
Presentasi
Bahan :
Lembar Kasus
Bahan Bacaan Tentang “Hukum Acara Pembuktian”
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
90 menit
Proses fasilitasi :
1. Fasilitator membuka dengan menjelasknan tujuan sessi ini
2. Fasilitator melanjutkan dan ember pengantar singkat tentang “Hukum Acara Pembuktian”
3. Bagi peserta dalam kelompok – kelompok kecil menjadi 3 kelompok
4. Setelah selesai membagi kelompok lalu bagikan lembar kasus pada setiap kelompoknya untuk didiskusikan lalu pandu dengan pertanyaan “ Mana sajakah yang termasuk jenis alat bukti” dalam bacaan tsb
5. Berikan waktu pada peserta untuk diskusi kelompok dan persiapkan perwakilan dari peserta untuk mempresentasikan hasil diskusi setiap kelompoknya.
6. Setelah diskusi selesai persilahkan pada perwakilan setiap kelompok untuk presentasi
Fasilitator memberikan tanda pada setiap temuan – temuan penting yang berkaitan dengan “jenis – jenis alat bukti” lalu tutup sessi ini
Materi 4 : SISTEM PERADILAN INDONESIA
Fasilitator : Dr. H. Tatang Astarudin., S.H., MH., M.S.i
Tujuan :
Peserta mengetahui tentang system peradilan Indonesia
Peserta mengetahui tentang latar belakang hukum hukum acara jenis-jenis pengadilan
Metode :
Ceramah
Curah pendapat
Diskusi
Bahan :
Bahan bacaan “ Sitem Peradilan Indonesia”
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
60 menit
Proses Fasilitasi
1. Fasilitator membukan dan memberikan penjelasan singkat tentang tujuan sessi ini
2. Fasilitator melanjutkan dengan memberi pengantar tentang “Sistem Hukum Indonesia”
3. Setelah selesai berikan kesempatan pada peserta untuk memberikan pendapat dan diskusikan dengan peserta yang lain
4. Setelah selesai tutup sessi ini dengan mengajak peserta untuk tepuk tangan dan bagikan bahan bacaan “Sistem Peradilan Indonesia"
Materi 5 : MANEJEMEN KONFLIK
Fasilitator :.Andri Taufik Hidayatullah S.Sos.i
Tujuan :
Peserta mengetahui tentang tatacara mengelola konflik
Peserta memahami tentang jenis-jenis konflik
Peserta dapat memahami metode pengelolaan konflik berdasarkan masalah yang dihadapi
Metode :
Ceramah
Curah pendapat
Diskusi kelompok
Bahan :
Bahan bacaan “ Tatacara mengelola konflik”
Lembar kasus
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
90 menit
Proses Fasilitasi
1. Fasilitator membuka sessi dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari topik ini.
2. Fasilitator memberikan pengantar singkat tentang apa itu tata cara mengelola konflik.
3. Fasilitator membagi peserta dalam kelompok kecil untuk mendiskusikan tentang kasus dan fasilitator membagikan lembar kasus yang sudah disiapkan.
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mempesentasiakan hasil diskusi kelompok.
5. Fasilitator menyimpulkan hasil uraian materi dari awal sampai akhir, sekaligus menutup sesi.
Materi 6 : ADVOKASI
Fasilitator : H. Syaf. A.T Simatupang., S.H
Tujuan :
Peserta mengetahui dan memahami pengertian Advokasi
Peserta mengetahui alur proses kerja – kerja advokasi
Metode :
Ceramah
Curah pendapat
Diskusi
Bahan :
Bahan bacaan “ Advokasi”
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
60 menit
Proses Fasilitasi
1. Fasilitator membuka dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan sessi ini.
2. Berikan pengantar singkat pada peserta tentang pengertian advokasi.
3. Lalu fasilitator memberikan kesempatan pada peserta untuk mendiskusikan tentang pengalam Advokasi, catat temuan penting yang menyangkut proses advokasi di kertas plano.
4. fasilitator membagikan bahan bacaan tentang advokasi pada setiap peserta lalu perintahkan untuk membaca secara bergantian, setelah selesai pandu peserta untuk mengingatkan temuan hasil diskusi pengalaman advokasi yang telah ditulis di kertas plano.
5. Fasilitator menyimpulkan hasil temuan –temuan yang telah di tulis di kertas plano dan selaligus menutup sessi ini
Materi 7 : PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ( PKDRT )
Fasilitator : Hj. Dewi Sodja., SH., MH
Tujuan :
Peserta mengetahui Sejarah perempuan
Peserta mengetahui hukum dan jenis – jenis kekerasan
Metode :
Ceramah
Curah pendapat
Diskusi
Bahan :
Bahan bacaan “ PKDRT”
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
60 menit
Proses Fasilitasi
1. Fasilitator membuka dan menjelaskan tentang tujuan sessi ini
2. Fasilitator memberikan pengantar singkat tentang “ PKDRT’ dan sejarah perempuan
3. Berikan kesempatan pada peserta untuk diskusi
4. Setelah selesaikan, berikan penghargaan dengan tepuk tangan dan bagikan bahan bacaan “PKDRT”
Materi 8 : Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Fasilitator : Muhammad Kholid., SH., MH
Tujuan :
Peserta memahami alur proses PPHI
Peserta mengetahu sejarah terbentuknya PPHI
Peserta dapat mengkritisi tentang kelembagaan PPHI dan proses hukum acara
Metode :
Ceramah/uraian lisan
Curah Pendapat
Diskusi
Bahan :
Bacaan PPHI :
Sejarah terbentuknya
Alur prosesnya
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
120 menit
Proses fasilitasi
1. Fasilitator membuka sessi dengan mengucapkan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari topik ini.
2. Fasilitator meminta peserta untuk berbagi pengalaman seputar kasus perselisihan hubungan industrial (perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan Antar Serikat Pekerja) yang pernah terjadi di atau dialami oleh peserta training, kemudian fasilitator mengeksplorasi tentang apa yang dilakukan oleh peserta atau oleh orang lain pada saat kasus tersebut terjadi. Fasilitator mencatat beberapa hal penting yang dilakukan oleh peserta yang berhubungan dengan kasus tersebut.
3. Fasilitator mengajak peserta diskusi
4. lebih mendalam PPHI dikaitkan dengan beberapa catatan fasilitator seputar keterlibatan peserta dalam penanganan kasus perselisihan hubungan Industrial (perselisihan hak, kepentingan, PHK, dan Antar Serikat Pekerja).
5. Fasilitator menyimpulkan dikusi PPHI dengan bebarapa kasus yang di hadapi oleh peserta, kemudian memperkaya wacana peserta mengenai PPHI
6. Fasilitator memancing terjadinya diskusi interaktif dengan peserta dengan mengemukakan pertanyaan kunci : apakah kawan-kawan sudah memahami PPHI, bagaimana alur proses PPHI, sejarah PPHI, dan lembaga yang ada dalam PPHI diri paralegal.
7. Fasilitator menyimpulkan secara keseluruhan topic ini kemudian menutup sessi ini dengan mengucapkan salam dan mengajak peserta bertepuk tangan.
Materi 9 : ANALISA SOSIAL
Fasilitator : Drs. Dudang Ghozali., M.Ag
Tujuan :
Peserta memahami/mengetahui konsep analisa sosial
Peserta mengetahui kegunaan konsep ansos
Metode :
Ceramah
Curah pendapat
Diskusi
Bahan :
Bahan Bacaan “ANSOS”
Alat Bantu :
ATK
Waktu :
90 menit
Proses Fasilitasi
1. Fasilitator membuka sesi dengan mengucapakan salam dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan dari topik ini.
2. Fasilitator memberikan pengantar singkat tentang apa itu ANSOS
3. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi uraian yang diberikan oleh fasilitator.
4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan hasil eksplorasi peserta
5. Fasilitator menyimpulkan hasil diskusi dan menajamkan divinisi tentang ANSOS, sekaligus menutup sesi.
AGENDA ACARA PELATIHAN PARALEGAL
PMII RAYON SYARI’AH DAN HUKUM
KOMISARIAT UIN SGD CABANG KABUPATEN BANDUNG
NO MATERI WAKTU NARASUMBER KET
Jum’at, 16 Maret 2010
Pembukaan Opening Ceremony
1. Pembukaan
2. Pembacaan kalam Ilahi
3. Menyayikan Lagu Indonesia Raya dan Mars PMII
4. Sambutan-sambutan:
- Ketua OC
- Ketua Rayon
- Ketua Komisariat
- Ketua Cabang
4. Doa/Tutup
MC
Nurjana Arif
Erna Puspita Sari
Arif A. Qurnaen
Dhamiry Al-Ghazaly
Abdul Nasir
Khaerul Umam., S.Hi
Asep Gunawan
1 Peran Fungsi Paralegal 14.00-15.30 Agus Indra FIrdaus, SH Moderator
Ishoma 15.30-16.00 All
2 Sistem Peradilan di Indonesia 16.00-17.30 Dr. H. Tatang Astarudin., S.H., M.H.,M.Si Moderator
Ishoma 17.30-19.30 Moderator
3 Pengantar Hukum Acara Pidana & Hukum Acara Perdata 19.30-21.30 Agus Muhammad., S.H.,M.H Moderator
Sabtu, 17 April 2010
4 Hukum Pembuktian 09.00-10.30 Jhenny Sidabalok. S.H.,M.H., M.Si Moderator
5 Cara Penulisan Kasus 10.30-11.30 Fahmi Shobih., S.Hi Moderator
Ishoma 11.30-13.00
6 Manejemen Konflik 13.00-14.30 Andri Taufik H., S.Sos.i Moderator
Ishoma 14.30-15.30
7 PKDRT 15.30-17.30 Hj. Dewi Sodja., S.H., M.H Moderator
Ishoma 17.30-19.30
8 Advokasi 19.30-21.30 H. Syaf. A.T Simatupang., S.H Moderator
Minggu, 18 April 2010
9 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 09.00-10.30 Muhammad kholid., S.H.,M.H Moderator
10 Analisa Sosial 10.30-12.30 Drs. Dudang Ghozali., M.Ag Moderator
Ishoma 12.30-14.00 All
Ramah Tamah & Reuni Kader PMII Rayon Syari’ah & Hukum 14.00-15.30 Panitia
Penutupan
ORGANISASI : Geneologi PMII
GENEOLOGI PMII
Dhamiry EGhazaly
A. Cikal Bakal Berdirinya PMII
Ide besar berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bermula dari kemauan yang kuat dari mahasiswa Nahdliyyin, yang ada pada saat itu tidak biasa dipisahkan dari eksistensi IPNU-IPPNU karena secara histories PMII merupakan mata rantai dari perguruan tinggi IPNU yang di bentuk pada muktamar ke III IPNU di Cerebon pada tanggal 27-31 Desember 1958. Puncak dari perjungan untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU adalah ketika IPNU mengadakan konferensi besar di Kaliurang Yogyakarta pada Tanggal 14-17 Maret 1990 dan akhirnya di bentuk tim khusus yang terdiri dari 13 orang untuk mengadakan musyawarah mahasiswa NU di Surabaya pada Tanggal 14-16 April 1990 dengan limit waktu satu bulan setengah setelah keputusan di Kaliurang. banyak usulan nama yang disampaikan di antaranya adalah IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlotul Ulama) dari Jakarta, Persatuan Himpunan Mahasiswa Sunni dari Yogyakarta, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dari delegasi Bandung dan Surabaya, dari ketiga usulan nama tersebut akhirnya PMII-lah yang disetujui oleh forum pada tanggal 17 April 1960 di Surabaya. Semenjak proses kelahirannya, PMII pada waktu itu secara structural masih menjadi Underbouw NU di bawah IPNU dan nampaknya lebih di maksudkan sebagai alat untuk memperkuat partai NU, karena kondisi social politik pada waktu itu patronase, gerakan mahasiswa masih menjadi bagian dari gerakan politik.
Mengenai makna PMII sendiri mulai dari kata “Pergerakan” adalah bahwa mahasiswa sebagai insan yang sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada dalam kualitas tinggi yang mempunyai identitas dan eksistensi diri sebagai Kholifah Fil Ard, kata “Mahasiswa” yang terkandung di dalamnya adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai kebebasan dalam berfikir, bersikap, dan beritndak kritis terhadap kemapanan struktur yang menindas, disamping itu mahasiswa ala PMII adalah sebagai insan religius, akademis, social, dan dan insan mandiri. Kata “Islam” yang terkandung dalam PMII adalah islam sebagai agama pembebas terhadap fenomina realitas social dengan paradigma ahlussunnah wal jamaah yang itu konsep pendekatan terhadap ajaran agama islam secara profesional antara Iman, Islam dan Ihsan yang di dalam pola pikir prilaku tercermin sifat-sifat selektif, akomodatif, dan dan integratif. Sedangkan makna dari kata “Indonesia” yang terkandung dalam PMII adalah masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah idiologi bangsa (pancasila) dan UUD 1945 dengan kesadaran akan keutuhan bangsa serta mempunyai kesadaran akan wawasan nusantara.
B. Reformulasi dan Reorientasi Pergerakan PMII
Pada awal berdirinya PMII masih menjadi anderbouw NU baik secara structural (IPNU) maupun fungsionarisnya, karena pada waktu itu situasi politik sangat panas dan banyak dari organisasi mahasiswa berafiliasi dengan kekuatan partai politik untuk sepenuhnya mendukung dan menyokong kemenangan partai, jadi gerakan PMII masih cenderung kepolitik praktis. Hal ini terjadi sampai tahun 1972.
Dalam perjalanan sejarahnya terus mengadakan refleksi aksi, gerakan yang selama ini diambilnya untuk menjadi cermin transformatif bagi gerakan-gerakan PMII di masa yang akan datang. Keterlibatan PMII dalam politik praktis yang terlalu jauh dalam pemilu 1971 akhirnya sangat merugikan PMII itu sendiri sebagia organisasi mahasiswa, yang akibatnya PMII mengalami banyak kemunduran dalam segala aspek gerakan. Hal ini juga berakibat buruk terhadap cabang PMII di beberapa daerah.
Kondisi ini akhirnya menyadarkan PMII untuk mengkaji ulang gerakan yang selama ini di lakukannya, khususnya dalam dunia politik praktis. Setelah melalui perbincangan yang mendalam, maka pada musyawarah besar (MUBES) tanggal 14-16 juli 1972 PMII mencetuskan deklarasi independen di Munarjati, Lawang, Malang, Jawa Timur yang lebih dikenal dengan “Deklarasi Menarjati”. Sejak saat itulah PMII secara formal structural berpisah dengan NU. Dan langsung membuka akses dan ruang yang sebear-besarnya tanpa berpihak pada salah satu partai politik apapun. Hingga kini independensi itu masih di pertahankan dan di pertegas dengan penegasan Cibogo pada tanggal 8 Oktober 1998. Bentuk dari independensi itu sebagai upaya merespon dan moderennitas bangsa, dengan menjunjung tinggi nilai etik dan moral serta idialisme yang dijiwai oleh ajaran Islam Ahlus Sunah Wal Jamaah. Sampai kemudian PMII melakukan reformulasi gerakan pada kongres X PMII pada tanggal 27 oktober 1991 di asrama haji pondok gede Jakarta. Pada kongres tersebut ada keinginan untuk mempertegas kembali hubungan PMII dengan NU yang akhirnya melahirkan pernyataan “deklarasi interdependensi PMII-NU” penegasan hubungan itu di dasarkan pada pemikiran antara lain:
1. Adanya ikatan kesejarahan yang mempertautkan PMII dengan NU. Adapun kehidupan PMII menyatakan dirinya sebagai organisasi independen, hendaknya tidak di pahami secara sempit sebagai upaya mengurangi apalagi menghapus arti ikatan kesejahteraan tersebut.
2. Adanya kesamaan paham keagamaan dan kebangsaan. Bagi PMII dan NU keutuhan komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan merupakan perwujudan beragama dan berbangsa bagi bangsa Indonesia.
C. Menata Gerakan PMII
Perubahan dalam system politik nasional yang pada akhirnya membawa dampak pada dinamika ormas-ormas mahasiswa termasuk PMII sendiri, di samping sifat kritis yang sangat di butuhkan mendorong para aktivis PMII secara dinamis adalah sikap yang mampu merumuskan visi, pandangan dan cita-cita mahasiswa sebagai agent of social change.
Sebenarnya pada era tahun 1980-an, PMII mulai serius masuk dan melakukan advokasi-advokasi terhdap masyarakat serta menemukan kesadaran baru dalam menentukan pilihan dan corak gerakan. Setidaknya ada dua momentum yang ikut mewarnai pergulatan pergerakan PMII pada wilayah kebangsaan.
1. Penerimaan pancasila sebagai satu-satunya asas tunggal
2. Kembalinya NU ke khitthah 1926 pada tahun 1984. pada saat itu PMII mampu memposisikan peran yang sangat setraegis karena:
1) PMII memberikan priorotas kepada pengembangan intelektualitas.
2) PMII menghindari dari praktek politik praktis dan bergerak di wilayah pemberdayaan civil society.
3) PMII lebih mengembangkan sifat kritis terhadap negera.
Pada periode tahun 1985-an PMII juga melakukan reorientasi dan reposisi gerakan yang akhirnya menghasilkan Nalai Dasar Pergerakan (NDP). Sepanjang tahun 1990-an PMII telah melakukan diskursif-diskursif serta isu-isu penting seperti Islam transformatif, demokrasi dan pluralisme, civil society, masyarakat komunikatif, teori kritis dan pos-modernisme.
Seiring naiknya gus Dur menjadi orang nomor wahid keempat di Indonesia secara serta merta aktivis PMII mengalami kebingungan apakah civil society harus berakhir ketika gus Dur yang selama ini menjadi tokoh dan simpul tali pejuangan civil society naik ketampuk kekuasaan. Dan ketika gus Dur dijatuhkan dari kursi presiden, paradigma yang selama ini menjadi arah gerak PMII telah patah. Paradigma ini kemudian diganti dengan pradigma Kritis Transformatif.
Pernyataan yang timbul bagaimana kita sebagai kader PMII harus bersikap?
Adalah suatu keniscayaan dan tanggung jawab besar kita sebagai generasi penerus bangsa umumnya dan kader PMII pada khususnya untuk berfikir kritis pada setiap kebijakan negara yang kadang sama sekali tidak memihak pada rakyat kecil dan cenderung menginjak begitupun secara mikro kebijakan yang ada dilingkungan tempat tinggal kita. Selanjutnya setelah itu, kita sebagai kader pergerakan harus mampu mengawal perubahan kearah yang lebih baik serta responsive terhadap realitas social yang ada.
Landasan-landasan dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII):
Landasan filosofis PMII adalah nilai dasar pergerakan (NDP) yang disitu ada hablum minallah (Hubungan Manusia dengan Tuhan), hablum minannans (Hubungan Manusia dengan Manusia), dan hablum minal alam (Hubungan Manusia dengan Alam).
Landasan berfikir PMII adalah ASWAJA yang didalamnya ada tasamuh (toleransi), tawazun (proporsional/keseimbangan), tawassuth (moderat), ta’addul (keadilan), yang dijadikan manhajul al-fikr (metodologi berfikir) dan sebagai instrumen perubahan.
Landasan pradigmatisnya adalah Pradigma Kritis Transformatif yang dijadikan perangkat analisa perubahan yang mencita-citakan perubahan yang lebih baik di semua bidang. Ketiga landasan itulah yang dujadikan acuan yang harus dimiliki oleh setiap kader PMII.
ASWAJA DAN NDP
ASWAJA dalam pemahaman PMII
Kita pernah tahu bahwa ahlussunnah wal jama’ah (ASWAJA) adalah mazhab keislaman yang menjadi dasar jami’iyah Nahdhatul Ulama’ (NU) sebagai manhajul al-fikr yang di rumuskan oleh hadhratus syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari dalam Qunun Asasi. Yaitu:
Dalam Ilmu Aqidah/ teologi mengikuti salah satu dari Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi.
Dalam Syariah/Fiqh mengikuti salah satu empat Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal).
Dalam Tasyawuf/Akhlaq mengikuti salah satu dari dua Imam yaitu: Junaid Al-Baghdhadi dan Abu Hamid Al-Ghazali.
Namun pemahaman seperti ini tidak memadai untuk di jadiakan pijakan gerak PMII. Sebab, pemahaman yang demikian cenderung menjadikan Aswaja sebagai sesuatu yang baku dan tidak bisa di otak-atik lagi. Pemaknaannya hanya di batasi pada produk pemikiran saja. Sedangkan produk pemikiran secanggih apapun, selalu tergantung pada waktu dan tempat (konteks) yang menghasilkannya. Padahal untuk menjadi dasar pergerakan, Aswaja harus senantiasa fleksibel dan terbuka untuk ditafsir ulang dan disesuaikan pada konteks saat ini dan yang akan datang inilah yang dinamakan idiologi terbuka.
PMII memaknai aswaja sebagai Manhajul Fikr yaitu sebagi metode berfikir yang digariskan oleh sahabat-sahabat nabi dan tabi’in yang sangat erat kaitannya dengan situasi social politik yang meliputi masyarakat muslim saat itu. Dari Manhajul Fikr inilah lahir pemikiran-pemikiran keislaman baik bidang akidah, syari’ah, maupun akhlak/tasawuf, yang walaupun beranekaragam tetap berada dalam satu ruh. PMII juga memakai aswaja sebagai Manhaj Taghayyur Al-Ijtima’i yaitu pola perubahan social-kemasyarakatan yang sesuai dengan nafas perjuangan Rosulullah dan para sahabat-sahabatnya. Pola perubahan ini akan kita lihat dalam kehidupan bermasyarakat yang mayoritas muslim. Inti yang menjadi ruh dari Aswaja baik sebagai Manhajul Fikr atau Manhaj Taghayyur Al-Ijtima’i adalah sebagaimana di sabdakan Rosulullah: Maa Anaa ‘Alaihi Wa Ash Habi (segala sesuatu yang datang dari rosul dan sahabatnya). Inti itu diwujudkan dalam empat nalai: tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (propesional/keseimbangan) dan ta’addul (keadilan).
NILAI-NILAI ASWAJA DAN ARUS SEJARAH
1. Tawassuth
Tawasuth bisa dimaknai sebagai berdiri di tengah, moderat tidak ekstrim (baik kekanan maupun kekiri), tetapi memiliki sikap dan pendirian. Khairul Umur aw Satuha (muderat adalah sebaik-baik perbuatan). Tawasuth merupakan nilai yang mengatur pola pikir, yaitu bagaiman seharusnya kita mengarahkan pemikiran kita.
Aqidah yang tawasuth adalah aqidah yang di satu sisi tidak terjebak dalam rasionalitas buta (menomor duakan al-Quran dan Sunnah Rasul), disisi lain menempatkan akal sebagai alat untuk berfikir dan menafsirkan al-Quran dan as-Sunnah.
Fiqih atau hukum Islam yang tawassuth adalah seperangkat konsep hukum yang didasarkan pada al-Qur’an dan Hadist, namun pemahamannya tidak hanya bersandar pada tradisi, juga tidak kepada rasionalitas akal belaka.
Tasawuf yang tawasuth adalah spiritualitas ketuhanan yang menolak konsep pencapaian haqiqah (hakekat Tuhan) dengan meninggalkan syari’ah atau sebaliknya. Tasawuf yang tawasuth menjadikan taqwa (syari’ah) sebagai jalan utama menuju haqiqah.
Filsafat yang tawasuth pemikiran logis yang tidak mempertentangkan konsep-konsep filosofis kebenaran agama (al-Qur’an dan Hadist). Dengan kata lain menjadikan nilai-nilai al-Qur’an dan Hadist sebagai pemandu pemikiran filosofis.
2. Tasamuh
Tasamuh adalah toleran, Tepa Selira (bhs. Jawa). Sebuah pola sikap yang menghargai perbedaan, tidak memakasakan kehendak dan merasa benar sendiri. Nilai yang mengatur bagainan kita bersikap dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya dalam kehidupan beragama dan bermaysarakat. Tujuan akhirnya adalah kesadaran pluralisme atau keeagaman, yang saling melengkapi bukan membawa perpecahan.
Dalam kehidupan beragama, tasamuh di realisasikan dalam bentuk menghormati keyakinan dan kepercayaan umat beragama lain dan tidak memaksa mereka untuk mengikuti keyakinan dan kepercayaan kita. Dalam kehidupan bermasyarakat tasamuh terwujud dalam perbuata-perbuatan demokratis yang tidak mementingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan bersama. Dan setiap usaha bersama ditujukan untuk menciptakan stabilitas masyarakat yang di penuhi oleh kerukunan, sikap saling menghormati, dan hormat-menghormati.
Di wilayah kebudayaan tasamuh hadir dalam bentuk usaha menjadikan perbedaan ras, suku, adat istiadat, dan bahasa sebagia élan yang dinamis bagi perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Perbedaan tersebut berhasil di rekatkan dalam sebuah cita-cita bersama untuk membentuk masyarakat yang berkeadilan, beraneka ragaman, saling melengkapi. Unity in diversity
3. Tawaazun
Keseimbangan dalam pola hubungan atau relasi, baik yang bersifat antara individu, antar struktur social, antar negara dan rakyatnya, maupun antara manusia dengan alam. Bentuk hubungan disini yang tidak berat sebelah (menguntungkan pihak tertentu dan merugikan pihak lain). Tetapi, masing-masing pihak mampu menempatkan dirinya sesuai fungsinya tanpa harus mengganggu fungsi oranglain. Hasil yang diharapkan adalah kedinamisan hidup.
Dalam ranah social yang ditekankan adalah egaliterialisme (persamaan derajat) seluruh umat manusia. Tidak ada yang merasa lebih dari pada yang lain, yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaannya. Tidak ada dominasi dan eksploitas seseorang kepada orang lain. Termasuk laki-laki terhadap perempuan.
Dalam wilayah poitik tawazun meniscayakan antara posisi negara (penguasa) dan rakyat. Penguasa tidak boleh bertindak sewenag-wenag menutup kran demokrasi, dan menindas rakyatnya. Sedangkan rakyat harus selalu mematuhi peraturan yang di tujukan untuk kepentingan bersama, tetapi juga harus senantiasa mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Dalam wilayah ekonomi tawazun meniscayakan pembangunan system ekonomi yang seimbang antara posisi negara, pasar, dan mayarakat. Fungsi negara adalah sebagai pengatur sirkulasi keuangan, perputaran nofal, pembuat rambu-rambu atau aturan main bersama dan menguntrol pelaksanaannya. Tugas pasar adalah pendistribusian produk yang memposisikan konsumen serta produsen secara seimbang, tanpa ada satu pihak pun yang ditindas. Fungsi masyarakat khususnya (konsumen) adalah menciptakan lingkunagn ekonomi yang kondusif, yang didalamnya tidak ada monopoli,dan disisi yang lain mengontrol kerja negara dan pasar.
4. Ta’adul/ ’Adalah
Yang dimaksud dengan ta’adul adalah keaaadilan, yang merupakan pola integral dari tasamuh, tawazun, dan tawasuth. Keadilan ilmiah yang merupakan ajaran universal Aswaja. Setiap pemikiran sikap dan relasi, harus selalu diselaraskan dengan nilai ini. Pemaknaan keadilan yang dimaksudkan disini adalah keadilan ssosial. Yaitu nilai kebenaran yang mengatur totalitas kehidupan politik, ekonomi, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Sejarah membuktikan bagimana Nabi Muhammad bisa dan mampu mewujudkan dalam masyarakat Madinah. Begitu juga Umar bin Khattab yang telah meletakkan fundemen bagi kehidupan masyarkat Islam yang agung.
Dhamiry EGhazaly
A. Cikal Bakal Berdirinya PMII
Ide besar berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bermula dari kemauan yang kuat dari mahasiswa Nahdliyyin, yang ada pada saat itu tidak biasa dipisahkan dari eksistensi IPNU-IPPNU karena secara histories PMII merupakan mata rantai dari perguruan tinggi IPNU yang di bentuk pada muktamar ke III IPNU di Cerebon pada tanggal 27-31 Desember 1958. Puncak dari perjungan untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU adalah ketika IPNU mengadakan konferensi besar di Kaliurang Yogyakarta pada Tanggal 14-17 Maret 1990 dan akhirnya di bentuk tim khusus yang terdiri dari 13 orang untuk mengadakan musyawarah mahasiswa NU di Surabaya pada Tanggal 14-16 April 1990 dengan limit waktu satu bulan setengah setelah keputusan di Kaliurang. banyak usulan nama yang disampaikan di antaranya adalah IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlotul Ulama) dari Jakarta, Persatuan Himpunan Mahasiswa Sunni dari Yogyakarta, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dari delegasi Bandung dan Surabaya, dari ketiga usulan nama tersebut akhirnya PMII-lah yang disetujui oleh forum pada tanggal 17 April 1960 di Surabaya. Semenjak proses kelahirannya, PMII pada waktu itu secara structural masih menjadi Underbouw NU di bawah IPNU dan nampaknya lebih di maksudkan sebagai alat untuk memperkuat partai NU, karena kondisi social politik pada waktu itu patronase, gerakan mahasiswa masih menjadi bagian dari gerakan politik.
Mengenai makna PMII sendiri mulai dari kata “Pergerakan” adalah bahwa mahasiswa sebagai insan yang sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada dalam kualitas tinggi yang mempunyai identitas dan eksistensi diri sebagai Kholifah Fil Ard, kata “Mahasiswa” yang terkandung di dalamnya adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai kebebasan dalam berfikir, bersikap, dan beritndak kritis terhadap kemapanan struktur yang menindas, disamping itu mahasiswa ala PMII adalah sebagai insan religius, akademis, social, dan dan insan mandiri. Kata “Islam” yang terkandung dalam PMII adalah islam sebagai agama pembebas terhadap fenomina realitas social dengan paradigma ahlussunnah wal jamaah yang itu konsep pendekatan terhadap ajaran agama islam secara profesional antara Iman, Islam dan Ihsan yang di dalam pola pikir prilaku tercermin sifat-sifat selektif, akomodatif, dan dan integratif. Sedangkan makna dari kata “Indonesia” yang terkandung dalam PMII adalah masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah idiologi bangsa (pancasila) dan UUD 1945 dengan kesadaran akan keutuhan bangsa serta mempunyai kesadaran akan wawasan nusantara.
B. Reformulasi dan Reorientasi Pergerakan PMII
Pada awal berdirinya PMII masih menjadi anderbouw NU baik secara structural (IPNU) maupun fungsionarisnya, karena pada waktu itu situasi politik sangat panas dan banyak dari organisasi mahasiswa berafiliasi dengan kekuatan partai politik untuk sepenuhnya mendukung dan menyokong kemenangan partai, jadi gerakan PMII masih cenderung kepolitik praktis. Hal ini terjadi sampai tahun 1972.
Dalam perjalanan sejarahnya terus mengadakan refleksi aksi, gerakan yang selama ini diambilnya untuk menjadi cermin transformatif bagi gerakan-gerakan PMII di masa yang akan datang. Keterlibatan PMII dalam politik praktis yang terlalu jauh dalam pemilu 1971 akhirnya sangat merugikan PMII itu sendiri sebagia organisasi mahasiswa, yang akibatnya PMII mengalami banyak kemunduran dalam segala aspek gerakan. Hal ini juga berakibat buruk terhadap cabang PMII di beberapa daerah.
Kondisi ini akhirnya menyadarkan PMII untuk mengkaji ulang gerakan yang selama ini di lakukannya, khususnya dalam dunia politik praktis. Setelah melalui perbincangan yang mendalam, maka pada musyawarah besar (MUBES) tanggal 14-16 juli 1972 PMII mencetuskan deklarasi independen di Munarjati, Lawang, Malang, Jawa Timur yang lebih dikenal dengan “Deklarasi Menarjati”. Sejak saat itulah PMII secara formal structural berpisah dengan NU. Dan langsung membuka akses dan ruang yang sebear-besarnya tanpa berpihak pada salah satu partai politik apapun. Hingga kini independensi itu masih di pertahankan dan di pertegas dengan penegasan Cibogo pada tanggal 8 Oktober 1998. Bentuk dari independensi itu sebagai upaya merespon dan moderennitas bangsa, dengan menjunjung tinggi nilai etik dan moral serta idialisme yang dijiwai oleh ajaran Islam Ahlus Sunah Wal Jamaah. Sampai kemudian PMII melakukan reformulasi gerakan pada kongres X PMII pada tanggal 27 oktober 1991 di asrama haji pondok gede Jakarta. Pada kongres tersebut ada keinginan untuk mempertegas kembali hubungan PMII dengan NU yang akhirnya melahirkan pernyataan “deklarasi interdependensi PMII-NU” penegasan hubungan itu di dasarkan pada pemikiran antara lain:
1. Adanya ikatan kesejarahan yang mempertautkan PMII dengan NU. Adapun kehidupan PMII menyatakan dirinya sebagai organisasi independen, hendaknya tidak di pahami secara sempit sebagai upaya mengurangi apalagi menghapus arti ikatan kesejahteraan tersebut.
2. Adanya kesamaan paham keagamaan dan kebangsaan. Bagi PMII dan NU keutuhan komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan merupakan perwujudan beragama dan berbangsa bagi bangsa Indonesia.
C. Menata Gerakan PMII
Perubahan dalam system politik nasional yang pada akhirnya membawa dampak pada dinamika ormas-ormas mahasiswa termasuk PMII sendiri, di samping sifat kritis yang sangat di butuhkan mendorong para aktivis PMII secara dinamis adalah sikap yang mampu merumuskan visi, pandangan dan cita-cita mahasiswa sebagai agent of social change.
Sebenarnya pada era tahun 1980-an, PMII mulai serius masuk dan melakukan advokasi-advokasi terhdap masyarakat serta menemukan kesadaran baru dalam menentukan pilihan dan corak gerakan. Setidaknya ada dua momentum yang ikut mewarnai pergulatan pergerakan PMII pada wilayah kebangsaan.
1. Penerimaan pancasila sebagai satu-satunya asas tunggal
2. Kembalinya NU ke khitthah 1926 pada tahun 1984. pada saat itu PMII mampu memposisikan peran yang sangat setraegis karena:
1) PMII memberikan priorotas kepada pengembangan intelektualitas.
2) PMII menghindari dari praktek politik praktis dan bergerak di wilayah pemberdayaan civil society.
3) PMII lebih mengembangkan sifat kritis terhadap negera.
Pada periode tahun 1985-an PMII juga melakukan reorientasi dan reposisi gerakan yang akhirnya menghasilkan Nalai Dasar Pergerakan (NDP). Sepanjang tahun 1990-an PMII telah melakukan diskursif-diskursif serta isu-isu penting seperti Islam transformatif, demokrasi dan pluralisme, civil society, masyarakat komunikatif, teori kritis dan pos-modernisme.
Seiring naiknya gus Dur menjadi orang nomor wahid keempat di Indonesia secara serta merta aktivis PMII mengalami kebingungan apakah civil society harus berakhir ketika gus Dur yang selama ini menjadi tokoh dan simpul tali pejuangan civil society naik ketampuk kekuasaan. Dan ketika gus Dur dijatuhkan dari kursi presiden, paradigma yang selama ini menjadi arah gerak PMII telah patah. Paradigma ini kemudian diganti dengan pradigma Kritis Transformatif.
Pernyataan yang timbul bagaimana kita sebagai kader PMII harus bersikap?
Adalah suatu keniscayaan dan tanggung jawab besar kita sebagai generasi penerus bangsa umumnya dan kader PMII pada khususnya untuk berfikir kritis pada setiap kebijakan negara yang kadang sama sekali tidak memihak pada rakyat kecil dan cenderung menginjak begitupun secara mikro kebijakan yang ada dilingkungan tempat tinggal kita. Selanjutnya setelah itu, kita sebagai kader pergerakan harus mampu mengawal perubahan kearah yang lebih baik serta responsive terhadap realitas social yang ada.
Landasan-landasan dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII):
Landasan filosofis PMII adalah nilai dasar pergerakan (NDP) yang disitu ada hablum minallah (Hubungan Manusia dengan Tuhan), hablum minannans (Hubungan Manusia dengan Manusia), dan hablum minal alam (Hubungan Manusia dengan Alam).
Landasan berfikir PMII adalah ASWAJA yang didalamnya ada tasamuh (toleransi), tawazun (proporsional/keseimbangan), tawassuth (moderat), ta’addul (keadilan), yang dijadikan manhajul al-fikr (metodologi berfikir) dan sebagai instrumen perubahan.
Landasan pradigmatisnya adalah Pradigma Kritis Transformatif yang dijadikan perangkat analisa perubahan yang mencita-citakan perubahan yang lebih baik di semua bidang. Ketiga landasan itulah yang dujadikan acuan yang harus dimiliki oleh setiap kader PMII.
ASWAJA DAN NDP
ASWAJA dalam pemahaman PMII
Kita pernah tahu bahwa ahlussunnah wal jama’ah (ASWAJA) adalah mazhab keislaman yang menjadi dasar jami’iyah Nahdhatul Ulama’ (NU) sebagai manhajul al-fikr yang di rumuskan oleh hadhratus syaikh K.H. M. Hasyim Asy’ari dalam Qunun Asasi. Yaitu:
Dalam Ilmu Aqidah/ teologi mengikuti salah satu dari Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi.
Dalam Syariah/Fiqh mengikuti salah satu empat Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal).
Dalam Tasyawuf/Akhlaq mengikuti salah satu dari dua Imam yaitu: Junaid Al-Baghdhadi dan Abu Hamid Al-Ghazali.
Namun pemahaman seperti ini tidak memadai untuk di jadiakan pijakan gerak PMII. Sebab, pemahaman yang demikian cenderung menjadikan Aswaja sebagai sesuatu yang baku dan tidak bisa di otak-atik lagi. Pemaknaannya hanya di batasi pada produk pemikiran saja. Sedangkan produk pemikiran secanggih apapun, selalu tergantung pada waktu dan tempat (konteks) yang menghasilkannya. Padahal untuk menjadi dasar pergerakan, Aswaja harus senantiasa fleksibel dan terbuka untuk ditafsir ulang dan disesuaikan pada konteks saat ini dan yang akan datang inilah yang dinamakan idiologi terbuka.
PMII memaknai aswaja sebagai Manhajul Fikr yaitu sebagi metode berfikir yang digariskan oleh sahabat-sahabat nabi dan tabi’in yang sangat erat kaitannya dengan situasi social politik yang meliputi masyarakat muslim saat itu. Dari Manhajul Fikr inilah lahir pemikiran-pemikiran keislaman baik bidang akidah, syari’ah, maupun akhlak/tasawuf, yang walaupun beranekaragam tetap berada dalam satu ruh. PMII juga memakai aswaja sebagai Manhaj Taghayyur Al-Ijtima’i yaitu pola perubahan social-kemasyarakatan yang sesuai dengan nafas perjuangan Rosulullah dan para sahabat-sahabatnya. Pola perubahan ini akan kita lihat dalam kehidupan bermasyarakat yang mayoritas muslim. Inti yang menjadi ruh dari Aswaja baik sebagai Manhajul Fikr atau Manhaj Taghayyur Al-Ijtima’i adalah sebagaimana di sabdakan Rosulullah: Maa Anaa ‘Alaihi Wa Ash Habi (segala sesuatu yang datang dari rosul dan sahabatnya). Inti itu diwujudkan dalam empat nalai: tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (propesional/keseimbangan) dan ta’addul (keadilan).
NILAI-NILAI ASWAJA DAN ARUS SEJARAH
1. Tawassuth
Tawasuth bisa dimaknai sebagai berdiri di tengah, moderat tidak ekstrim (baik kekanan maupun kekiri), tetapi memiliki sikap dan pendirian. Khairul Umur aw Satuha (muderat adalah sebaik-baik perbuatan). Tawasuth merupakan nilai yang mengatur pola pikir, yaitu bagaiman seharusnya kita mengarahkan pemikiran kita.
Aqidah yang tawasuth adalah aqidah yang di satu sisi tidak terjebak dalam rasionalitas buta (menomor duakan al-Quran dan Sunnah Rasul), disisi lain menempatkan akal sebagai alat untuk berfikir dan menafsirkan al-Quran dan as-Sunnah.
Fiqih atau hukum Islam yang tawassuth adalah seperangkat konsep hukum yang didasarkan pada al-Qur’an dan Hadist, namun pemahamannya tidak hanya bersandar pada tradisi, juga tidak kepada rasionalitas akal belaka.
Tasawuf yang tawasuth adalah spiritualitas ketuhanan yang menolak konsep pencapaian haqiqah (hakekat Tuhan) dengan meninggalkan syari’ah atau sebaliknya. Tasawuf yang tawasuth menjadikan taqwa (syari’ah) sebagai jalan utama menuju haqiqah.
Filsafat yang tawasuth pemikiran logis yang tidak mempertentangkan konsep-konsep filosofis kebenaran agama (al-Qur’an dan Hadist). Dengan kata lain menjadikan nilai-nilai al-Qur’an dan Hadist sebagai pemandu pemikiran filosofis.
2. Tasamuh
Tasamuh adalah toleran, Tepa Selira (bhs. Jawa). Sebuah pola sikap yang menghargai perbedaan, tidak memakasakan kehendak dan merasa benar sendiri. Nilai yang mengatur bagainan kita bersikap dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya dalam kehidupan beragama dan bermaysarakat. Tujuan akhirnya adalah kesadaran pluralisme atau keeagaman, yang saling melengkapi bukan membawa perpecahan.
Dalam kehidupan beragama, tasamuh di realisasikan dalam bentuk menghormati keyakinan dan kepercayaan umat beragama lain dan tidak memaksa mereka untuk mengikuti keyakinan dan kepercayaan kita. Dalam kehidupan bermasyarakat tasamuh terwujud dalam perbuata-perbuatan demokratis yang tidak mementingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan bersama. Dan setiap usaha bersama ditujukan untuk menciptakan stabilitas masyarakat yang di penuhi oleh kerukunan, sikap saling menghormati, dan hormat-menghormati.
Di wilayah kebudayaan tasamuh hadir dalam bentuk usaha menjadikan perbedaan ras, suku, adat istiadat, dan bahasa sebagia élan yang dinamis bagi perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Perbedaan tersebut berhasil di rekatkan dalam sebuah cita-cita bersama untuk membentuk masyarakat yang berkeadilan, beraneka ragaman, saling melengkapi. Unity in diversity
3. Tawaazun
Keseimbangan dalam pola hubungan atau relasi, baik yang bersifat antara individu, antar struktur social, antar negara dan rakyatnya, maupun antara manusia dengan alam. Bentuk hubungan disini yang tidak berat sebelah (menguntungkan pihak tertentu dan merugikan pihak lain). Tetapi, masing-masing pihak mampu menempatkan dirinya sesuai fungsinya tanpa harus mengganggu fungsi oranglain. Hasil yang diharapkan adalah kedinamisan hidup.
Dalam ranah social yang ditekankan adalah egaliterialisme (persamaan derajat) seluruh umat manusia. Tidak ada yang merasa lebih dari pada yang lain, yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaannya. Tidak ada dominasi dan eksploitas seseorang kepada orang lain. Termasuk laki-laki terhadap perempuan.
Dalam wilayah poitik tawazun meniscayakan antara posisi negara (penguasa) dan rakyat. Penguasa tidak boleh bertindak sewenag-wenag menutup kran demokrasi, dan menindas rakyatnya. Sedangkan rakyat harus selalu mematuhi peraturan yang di tujukan untuk kepentingan bersama, tetapi juga harus senantiasa mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Dalam wilayah ekonomi tawazun meniscayakan pembangunan system ekonomi yang seimbang antara posisi negara, pasar, dan mayarakat. Fungsi negara adalah sebagai pengatur sirkulasi keuangan, perputaran nofal, pembuat rambu-rambu atau aturan main bersama dan menguntrol pelaksanaannya. Tugas pasar adalah pendistribusian produk yang memposisikan konsumen serta produsen secara seimbang, tanpa ada satu pihak pun yang ditindas. Fungsi masyarakat khususnya (konsumen) adalah menciptakan lingkunagn ekonomi yang kondusif, yang didalamnya tidak ada monopoli,dan disisi yang lain mengontrol kerja negara dan pasar.
4. Ta’adul/ ’Adalah
Yang dimaksud dengan ta’adul adalah keaaadilan, yang merupakan pola integral dari tasamuh, tawazun, dan tawasuth. Keadilan ilmiah yang merupakan ajaran universal Aswaja. Setiap pemikiran sikap dan relasi, harus selalu diselaraskan dengan nilai ini. Pemaknaan keadilan yang dimaksudkan disini adalah keadilan ssosial. Yaitu nilai kebenaran yang mengatur totalitas kehidupan politik, ekonomi, budaya, pendidikan, dan sebagainya. Sejarah membuktikan bagimana Nabi Muhammad bisa dan mampu mewujudkan dalam masyarakat Madinah. Begitu juga Umar bin Khattab yang telah meletakkan fundemen bagi kehidupan masyarkat Islam yang agung.
Langganan:
Postingan (Atom)